Puisi: Mekkah (Karya Yudhistira A.N.M. Massardi)

Puisi "Mekkah" mengeksplorasi perjalanan batin yang penuh makna. Yudhistira A.N.M. Massardi berhasil menggambarkan kekhusyukan dan kerinduan ....
Mekkah


Jumat memutih di Masjidil Haram
Ka'bah memanggil
Aku terselip di lantai dua
Bersama si bungsu Kafka
Di antara beribu nama
Dua titik debu di sajadah merah

Menanti adzan dengan Qur’an
Menunggu Rahmat dengan panas
Menara-menara putih tegak
Lembab oleh airmata

La ilaha illallahu
Berjuta lebah mengangkat munajat
Bergulung diputar beratus kipas
Daging-daging kotor terus berthawaf
Dalam mesin cuci 48 derajat – tak seberapa

Subhanallahi walhamdulillah
Debu-debu kotor naik ke langit biru
Robbana atina fid dunya hasanah
Berputar bersama para malaikat
Dan payung-payung hijau, biru
Dan surban merah, dan surban hitam
Kaki-kaki melepuh pecah kulit
Melata di kaki Ka’bah
Ruku dan sujud basah airmata

Tangan-tangan berlumpur lekat pada kiswah
Robbana atina fid dunya
Berebut cium Hajar Aswad
Ibrahim, Ismail, Muhammad Rasulullah
Bibir-bibir lepuh mendamba tiga nama Cinta
Aku malu menyebut nama-Mu
Setelah bertahun terlepas dari thawaf
Subhanallahi walhamdulillahi
Aku tak sabar menungu ampunan dan Kasih-Mu

Adzan berkumandang
Iqamat dan khotbah lepas ke langit
Tak berdaya aku menggapai
Sudah thawaf, sudah sa’i
Tangan dan kaki bertukar tangkap
Dalam tasyakur, dalam tersungkur
Satu di lumpur, satu di kubur

Labbaik allahumma labbaik
Tak kunjung habis Shafa dan Marwah-ku
Labbaik sari kala kala labbaik
Ya, Bunda Hajar
Tukar kakimu dengan kakiku
Berikan air zamzam-Mu
Tak kunjung habis airmataku
Menanti Cinta-Mu!

8 Juli 2006

Analisis Puisi:
Puisi "Mekkah" karya Yudhistira A.N.M. Massardi membawa pembaca dalam perjalanan spiritual yang penuh makna di tanah suci, Masjidil Haram. Puisi ini tidak hanya mengeksplorasi aspek keagamaan, tetapi juga merentangkan pengalaman manusia dalam mengejar cinta, pengampunan, dan kehadiran Ilahi.

Setting Puisi, Masjidil Haram dan Ka'bah: Puisi ini menghadirkan latar belakang Masjidil Haram dan Ka'bah sebagai simbol pusat spiritual bagi umat Islam. Penggunaan setting ini memberikan dimensi sakral dan menonjolkan pentingnya tempat suci tersebut dalam pengalaman spiritual sang penyair.

Tokoh dalam Puisi, Si Bungsu Kafka: Si Bungsu Kafka menjadi figur menarik yang terlibat dalam perjalanan spiritual penyair di Masjidil Haram. Kafka, yang kemungkinan besar merupakan referensi terhadap Franz Kafka, mungkin mencerminkan kebingungan dan konflik batin penyair dalam meresapi pengalaman spiritualnya.

Imaji dan Metafora yang Kuat: Puisi ini memanfaatkan imaji dan metafora yang kaya, menciptakan gambaran yang mendalam. Debu-debu kotor yang naik ke langit biru, menara-menara putih yang lembab oleh airmata, dan tangan-tangan berlumpur yang melekat pada kiswah memberikan nuansa keindahan dan kompleksitas spiritual.

Simbolisme dalam Ungkapan dan Doa: Ungkapan seperti "La ilaha illallahu" dan "Subhanallahi walhamdulillah" menjadi simbolisme doa dan pengakuan keesaan Allah. Setiap kata dan doa mengandung makna mendalam, menggambarkan kehambaan dan pengakuan penyair terhadap kebesaran Ilahi.

Makna dalam Thawaf dan Sa'i: Thawaf dan sa'i, ritual mengelilingi Ka'bah dan berlari-lari antara bukit Shafa dan Marwah, menjadi titik pusat perjalanan spiritual penyair. Kata-kata seperti "tak kunjung habis" mencerminkan ketekunan dalam mencari keridhaan Ilahi dan keinginan untuk mendapatkan ampunan.

Cinta dan Kerinduan sebagai Tema Sentral: Cinta, baik cinta kepada Tuhan maupun cinta kepada sesama, menjadi tema sentral dalam puisi ini. Kerinduan terhadap ampunan dan kasih Ilahi diungkapkan melalui kata-kata yang sarat emosi dan kekhusyukan.

Perwujudan Kebersihan Spiritual dan Fisik: Penggambaran fisik dan spiritual yang bersih, seperti debu-debu kotor yang naik ke langit biru, menciptakan kontras antara kekotoran dunia dan kesucian spiritual di tempat suci. Ini menjadi simbol perjalanan spiritual yang membawa penyucian.

Ritme dan Suasana Shalat: Adzan, iqamat, dan khotbah yang mencapai langit menghadirkan ritme dan suasana shalat, memberikan pembaca pengalaman yang lebih mendalam terkait perjalanan spiritual di Masjidil Haram.

Puisi "Mekkah" tidak hanya menggambarkan perjalanan fisik ke tanah suci, tetapi juga mengeksplorasi perjalanan batin yang penuh makna. Yudhistira A.N.M. Massardi berhasil menggambarkan kekhusyukan dan kerinduan spiritual melalui bahasa yang indah dan metafora yang kaya. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenung tentang keagungan Tuhan, cinta, dan perjalanan hidup yang sarat dengan makna.

Yudhistira ANM Massardi
Puisi: Mekkah
Karya: Yudhistira A.N.M. Massardi

Biodata Yudhistira A.N.M. Massardi:
  • Yudhistira A.N.M. Massardi (nama lengkap Yudhistira Andi Noegraha Moelyana Massardi) lahir pada tanggal 28 Februari 1954 di Karanganyar, Subang, Jawa Barat.
  • Yudhistira A.N.M. Massardi dikelompokkan sebagai Sastrawan Angkatan 1980-1990-an.
© Sepenuhnya. All rights reserved.