Puisi: Pangandaran (Karya Dodong Djiwapradja)

Puisi "Pangandaran", Dodong Djiwapradja mengajak pembaca untuk merenungkan tentang sifat alam semesta dan dinamika kehidupan manusia di dalamnya.
Pangandaran

Kutegur wajahku
Yakinlah: ini bukan lukisan Nashar

Perahu bergerak
berlayar

Mengabur tepi – damailah kegaduhan
Angin pun lewat, berdesir
Dan sepi atas pasir

Pantai
Laut
Ombak
Cagar alam
Inilah Pangandaran
Siapa berani berenang
sampai Cijulang?

Debur ombak – mengamuklah sepi
Jejak-jejak kaki yang basah
Telah lama musnah

Analisis Puisi:

Puisi "Pangandaran" karya Dodong Djiwapradja menggambarkan keindahan dan kedalaman suasana di sekitar Pantai Pangandaran. Melalui bahasa yang sederhana namun mendalam, penyair berhasil mengekspresikan makna tentang keberanian, kedamaian, dan keheningan.

Visualisasi Alam: Penyair menggambarkan gambaran alam yang indah dan menenangkan di sekitar Pantai Pangandaran. Perahu yang bergerak melambangkan perjalanan hidup yang terus berlanjut, sementara angin yang berdesir dan sepi atas pasir menciptakan suasana kedamaian yang memukau.

Kontras Kegaduhan dan Kedamaian: Ada kontras yang jelas antara kegaduhan dan kedamaian yang dihadirkan dalam puisi ini. Meskipun ada angin yang berdesir dan debur ombak yang mengamuk, namun keheningan dan damai tetap tersirat di sepanjang pantai. Ini mencerminkan dinamika kehidupan yang sering kali diwarnai oleh perubahan suasana dan emosi.

Panggilan akan Keberanian: Dengan bertanya "Siapa berani berenang sampai Cijulang?", penyair memberikan panggilan akan keberanian kepada pembaca. Cijulang mungkin melambangkan tantangan atau batasan yang harus dihadapi, dan keberanian untuk mencapainya menjadi tema penting dalam puisi ini.

Jejak Kehidupan yang Sementara: Dengan mencatat bahwa "Telah lama musnah" jejak-jejak kaki yang basah, penyair menyiratkan kehampaan akan ketidakkekalan kehidupan manusia. Ini mengingatkan pembaca akan sifat sementara dan terbatas dari pengalaman manusia di dunia ini.

Penggunaan Bahasa Sederhana namun Mendalam: Penggunaan bahasa yang sederhana namun padat makna memberikan daya tarik tersendiri pada puisi ini. Setiap kata dipilih dengan cermat untuk menggambarkan keindahan alam dan merangkai makna yang dalam.

Melalui puisi "Pangandaran", Dodong Djiwapradja berhasil menghadirkan gambaran tentang keindahan alam dan refleksi tentang keberanian, kedamaian, dan keheningan. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan tentang sifat alam semesta dan dinamika kehidupan manusia di dalamnya.

Puisi
Puisi: Pangandaran
Karya: Dodong Djiwapradja
    Biodata Dodong Djiwapradja:
    • Dodong Djiwapradja lahir di Banyuresmi, Garut, Jawa Barat, pada tanggal 25 September 1928.
    • Dodong Djiwapradja meninggal dunia pada tanggal 23 Juli 2009.
    © Sepenuhnya. All rights reserved.