Puisi: Perbawati-Sukabumi (Karya Slamet Sukirnanto)

Puisi Perbawati-Sukabumi mengeksplorasi tema-tema seperti alam, kegelapan, kehilangan, perjalanan, dan komunikasi antara manusia. Melalui gambaran ...
Perbawati-Sukabumi


Karena mendung tergeser dari langit
Tundalah kantukmu barang sejam
Mari! Mengurai cahya terang di bukit
Tubuh menggigil dan dingin yang menggigit
Sebelum tiba saatnya
Api pendiangan bakal padam
Bakal kehilangan hangatnya bara
Sebab dalam kegelapan itu
Antara kita tiada mampu
Melahirkan kata-kata
Jiwa dan jiwa yang mengembara
Entah ke Sorga entah ke mana?
Bicaralah lidah yang arif
Adakah kau bawa dendam itu juga
Yang memberat dari pusat kota.
Di sini di antara dua bukit
Percakapan telah bangkit
Dari lembah yang dalam
Mengatas menggapai awan
Mengurai kisah dan peristiwa
Mengeja kembali yang lampau
Dan meraih yang remang
Yang bakal datang
Seperti udara dingin
Mendobrak tulang
Di tengah senyap malam
Ada yang tetap menggetarkan batinmu!
Bicaralah lidah yang arif
Adakah kau bawa dendam itu juga
Yang memberat dari pusat kota?


Perkemahan Budaya Perbawati – Sukabumi, 27 Oktober 1977

Sumber: Catatan Suasana (1982)

Analisis Puisi:
"Perbawati-Sukabumi" adalah sebuah puisi karya Slamet Sukirnanto. Puisi ini mengeksplorasi tema-tema seperti alam, kegelapan, kehilangan, perjalanan, dan komunikasi antara manusia. Melalui gambaran alam yang kuat dan penggunaan bahasa metaforis, Sukirnanto menciptakan suasana misterius yang memikat pembaca dan mengundangnya untuk merenung.

Kegelapan dan Kehangatan: Puisi ini dimulai dengan gambaran mendung yang tergeser dari langit dan ajakan untuk "mengurai cahaya terang di bukit." Kegelapan dan cahaya digunakan sebagai metafora untuk menggambarkan perasaan dan suasana hati. Kehangatan api pendiangan yang bakal padam mencerminkan hangatnya hubungan antarmanusia yang akan menghilang jika tidak ada komunikasi dan dialog. Kata "Perbawati" mungkin merujuk pada nama perempuan yang berarti "wahyu" atau "ilham," yang menunjukkan makna yang lebih dalam tentang perjalanan spiritual dan emosional.

Kekosongan dan Kemampuan Berbicara: Puisi ini menyentuh tentang kekosongan dan kesulitan untuk berbicara atau berkomunikasi antarmanusia ketika kegelapan hadir. "Sebab dalam kegelapan itu / Antara kita tiada mampu / Melahirkan kata-kata" mencerminkan ketidakmampuan untuk menyampaikan perasaan dan pemikiran dalam suasana kegelapan. Hal ini juga menyoroti pentingnya komunikasi dan berbicara secara bijaksana untuk memahami perasaan dan pikiran orang lain.

Perjalanan dan Kenangan: Puisi ini menggambarkan perjalanan yang dilakukan oleh "lidah yang arif" yang membawa dendam dari pusat kota. Perjalanan ini mencerminkan pencarian identitas dan pemahaman tentang diri sendiri. Puisi ini juga menyentuh tentang kenangan masa lalu dan harapan tentang masa depan, yang dapat dilihat dari kata-kata "Mengeja kembali yang lampau / Dan meraih yang remang / Yang bakal datang." Sebuah perjalanan emosional dan spiritual yang mencari makna dan kebenaran.

Alam dan Emosi: Puisi ini memanfaatkan gambaran alam, seperti dua bukit, lembah yang dalam, awan, dan udara dingin, untuk menciptakan suasana dan menggambarkan perasaan dan emosi yang sedang dialami. Alam menjadi metafora yang kuat untuk melukiskan kondisi hati dan perjalanan spiritual seseorang.

Puisi "Perbawati-Sukabumi" karya Slamet Sukirnanto adalah sebuah karya yang penuh dengan gambaran alam dan bahasa metaforis. Melalui puisi ini, Sukirnanto menyentuh tema-tema mendalam tentang kegelapan, kehilangan, perjalanan, dan komunikasi antarmanusia. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenung tentang arti dan makna kehidupan serta pentingnya berkomunikasi dengan bijaksana untuk memahami perasaan dan pemikiran orang lain.

Puisi Slamet Sukirnanto
Puisi: Perbawati-Sukabumi
Karya: Slamet Sukirnanto

Biodata Slamet Sukirnanto:
  • Slamet Sukirnanto lahir pada tanggal 3 Maret 1941 di Solo.
  • Slamet Sukirnanto meninggal dunia pada tanggal 23 Agustus 2014 (pada umur 73 tahun).
  • Slamet Sukirnanto adalah salah satu Sastrawan Angkatan 66.
© Sepenuhnya. All rights reserved.