Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Tadarus (Karya Gunoto Saparie)

Puisi "Tadarus" karya Gunoto Saparie menggambarkan kompleksitas dalam pencarian makna, keteguhan iman, dan pertarungan internal yang menjadi bagian ..
Tadarus

di bawah bayang-bayang dian suram
aku terbata-bata mengeja hijaiyah
di bawah bayang-bayang masa silam
aku memaknai sabda sang mesiah

selalu, tuhanku, aku jatuh bangun
membaca tanda dan isyaratmu
menafsir kata-kata dengan ngungun
sampai fajar tiba aku justru makin dungu

di bawah bayang-bayang dian suram
aku terbata-bata mengeja iman
di bawah bayang-bayang terang bulan
ada sisi gelap hatiku penuh noda kelam

2020

Analisis Puisi:

Puisi "Tadarus" karya Gunoto Saparie menggambarkan perjalanan spiritual seseorang yang tenggelam dalam pertarungan batin antara iman dan keraguan. Dengan penggunaan bahasa yang kuat dan gambaran yang kuat, penyair menyampaikan ketidakpastian, pencarian, dan kesetiaan terhadap iman.

Pertarungan Batin Antara Iman dan Keraguan: Penyair menggambarkan pertarungan batin yang intens antara iman dan keraguan. Dia merasa terjebak di antara bayang-bayang "dian suram" masa lalu dan masa kini. Pertarungan ini tercermin dalam upayanya untuk "mengeja hijaiyah" dan "mengenja iman" di bawah bayang-bayang yang gelap.

Pencarian Makna dalam Sabda Sang Mesiah: Penyair merenungkan makna dan pesan yang terkandung dalam sabda Sang Mesiah, mencoba memahami dan mengartikan tanda-tanda Tuhan. Namun, upaya ini tidak selalu berhasil, karena dia mengakui bahwa semakin banyak dia memeriksa kata-kata Tuhan, semakin terasa kebingungannya.

Kejatuhan dan Kebangkitan: Penyair menggambarkan perjalanan yang penuh dengan kejatuhan dan kebangkitan. Dia merasa sering jatuh bangun dalam memahami dan menghayati ajaran agama. Meskipun demikian, dia tetap setia dan berusaha untuk membaca tanda-tanda Tuhan, kendati dia merasa semakin "dungu" atau bodoh.

Konflik Internal dan Noda Kelam: Puisi ini menggambarkan konflik internal yang kompleks, yang tercermin dalam kontras antara "bayang-bayang terang bulan" dan "sisi gelap hatiku penuh noda kelam". Penyair merenungkan sisi gelap dalam dirinya sendiri, mungkin mencerminkan keraguan, dosa, atau ketidaksempurnaan manusia.

Puisi "Tadarus" karya Gunoto Saparie adalah sebuah refleksi mendalam tentang perjalanan spiritual dan pertarungan batin seseorang dalam memahami dan menghayati ajaran agama. Melalui gambaran yang kuat dan bahasa yang intens, penyair menggambarkan kompleksitas dalam pencarian makna, keteguhan iman, dan pertarungan internal yang menjadi bagian dari perjalanan rohani setiap individu.

Foto Gunoto Saparie
Puisi: Tadarus
Karya: Gunoto Saparie


GUNOTO SAPARIE. Lahir di Kendal, Jawa Tengah, 22 Desember 1955. Pendidikan formal Sekolah Dasar Kadilangu, Cepiring, Kendal, Sekolah Menengah Pertama Cepiring, Kendal, Sekolah Menengah Ekonomi Atas Kendal, Akademi Uang dan Bank Yogyakarta, dan Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Semarang. Pendidikan informal Madrasah Ibtidaiyyah Islamiyyah Tlahab, Gemuh, Kendal dan Pondok Pesantren KH Abdul Hamid Tlahab, Gemuh, Kendal.

Kumpulan puisi tunggalnya yang telah terbit adalah Melancholia (Damad, Semarang, 1979), Solitaire (Indragiri, Semarang, 1981),  Malam Pertama (Mimbar, Semarang, 1996),  Penyair Kamar (Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah, Semarang, 2018), dan Mendung, Kabut, dan Lain-lain (Cerah Budaya Indonesia, Jakarta, 2019).

Kumpulan esai tunggalnya Islam dalam Kesusastraan Indonesia (Yayasan Arus, Jakarta, 1986). Kumpulan cerita rakyatnya Ki Ageng Pandanaran: Dongeng Terpilih Jawa Tengah (Pusat Bahasa, Jakarta, 2004).

Ia pernah menerbitkan antologi puisi bersama Korrie Layun Rampan berjudul Putih! Putih! Putih! (Yogyakarta, 1976) dan Suara Sendawar Kendal (Karawang, 2015). Sejumlah puisinya termuat dalam antologi bersama para penyair lain.

Saat ini ia menjabat Pemimpin Redaksi Kampus Indonesia (Jakarta) dan Tanahku (Semarang) setelah sebelumnya menjabat Redaktur Pelaksana dan Staf Ahli Pemimpin Umum Koran Wawasan (Semarang), Pemimpin Redaksi Radio Gaya FM (Semarang), Redaktur Pelaksana Tabloid Faktual (Semarang), Redaktur Pelaksana Tabloid Otobursa Plus (Semarang), dan Redaktur Legislatif (Jakarta).

Sempat pula bekerja di bidang pendidikan, konstruksi, dan perbankan. Aktif dalam berbagai organisasi, antara lain dipercaya sebagai Ketua Umum Dewan Kesenian Jawa Tengah (DKJT), Fungsionaris Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Wilayah Jawa Tengah, Ketua Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah (FKWPK), Pengurus Yayasan Cinta Sastra, Jakarta, dan Ketua III Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN) Jawa Tengah.
© Sepenuhnya. All rights reserved.