Analisis Puisi:
Puisi "Tangan-Tangan Lapar" karya Dodong Djiwapradja menggambarkan kondisi sosial yang keras dan penuh dengan kekurangan, terutama di lingkungan perkotaan.
Gambaran Kemiskinan: Puisi ini menggambarkan kemiskinan dan kelaparan yang dihadapi oleh sekelompok orang di dalam kota. Mereka adalah para pengemis, pemulung, atau kaum gelandangan yang harus bertahan hidup dengan sumber daya yang sangat terbatas. Puisi ini menyiratkan bahwa ketidaksetaraan ekonomi dan sosial ada di mana-mana, terutama di perkotaan.
Aktivitas Tangan-Tangan Lapar: Judul puisi, "Tangan-Tangan Lapar," merujuk kepada tangan-tangan orang miskin yang kelaparan. Mereka dijelaskan sebagai "kaum petualang" dan "para panjang tangan dan para pemetik bunga." Ini mengindikasikan bahwa mereka harus berjuang untuk bertahan hidup dan mungkin terlibat dalam tindakan yang tidak selalu dianggap legal.
Kondisi Perkotaan yang Sulit: Puisi ini menciptakan gambaran tentang keadaan di perkotaan, di mana para tangan lapar menciptakan perkemahan sementara di berbagai tempat, seperti di bawah jembatan, di Senen, atau di Tanah Abang. Mereka juga ditemukan di setiap tikungan jalan, menandakan bahwa mereka tersebar di mana-mana dalam kota.
Tertawa demi Nafsu: Penyair mencatat bahwa kadang-kadang terdengar tawa yang panjang dan tepuk tangan. Ini mungkin merujuk kepada sejumlah kecil hiburan yang dapat dinikmati oleh mereka yang hidup dalam kondisi yang sangat sulit. Namun, tawa dan tepuk tangan ini juga menunjukkan bahwa mereka harus bertahan dan mencari kesenangan dalam kondisi yang keras.
Puisi "Tangan-Tangan Lapar" memberikan gambaran tentang kehidupan yang keras dan ketidaksetaraan ekonomi di perkotaan. Ini adalah sebuah pengingat yang kuat tentang perlunya perhatian dan upaya untuk mengatasi masalah kemiskinan dan ketidaksetaraan yang terjadi di masyarakat. Dodong Djiwapradja menciptakan sebuah gambaran yang kuat tentang kehidupan para tangan lapar dan mengundang pembaca untuk merenungkan masalah sosial yang mendalam ini.