Puisi: Negeri Gagap (Karya Bambang Widiatmoko)

Puisi "Negeri Gagap" karya Bambang Widiatmoko penuh dengan kritik sosial dan refleksi tentang kondisi politik dan moral di dalam negeri.
Negeri Gagap

Aku pernah belajar menghemat kata-kata
Sedikit bicara banyak bekerja
Tapi engkau malah mengajariku
Agar menambah kata-kata
Agar bisa dikurangi
Dan sebagian dari kata-kata
Masuk ke kantong celana.

Aku pernah belajar
Untuk menambah semen dan besi
Dengan komposisi yang pasti
Agar gedung kokoh kuat berdiri
Tapi engkau malah mengajariku
Memamah semen dan besi
gedung pun ambruk dengan sendiri.

Aku pun terheran-heran
Di pagi buta banyak polisi
Menjaga jalan dan lorong gang
Ada yang menyamar jadi pedagang
Ada yang mengajakku bincang-bincang
di depan pagar
Tak lama kemudian
Sebuah rumah diketuk pintunya
Dan seseorang dengan wajah pucat pasi
Dibawa pergi
Seorang koruptor telah ditangkap
Di depan anak-anaknya, darah dagingnya sendiri
Begitu banyak hal yang terkadang terlalu
sulit untuk dipahami
Para koruptor melambaikan tangan di layar televisi
Mungkin mereka bangga merasa dirinya tak tercela
Atau jangan-jangan korupsi telah menjadi
Sebagai kisi-kisi dari sistem kerja?
Begitu banyak hal yang terlalu sulit dipahami
Begitu banyak pemahaman telah terbunuh
Dengan tikaman pisau belati menipisnya nurani
Begitu banyak jatidiri telah bunuh diri di negeri ini.

Dan air mata hanya sebagai penanda
Di atas batu nisan bernama kejujuran
Lalu di atasnya ditancapkan pohon
Berdahan kepalsuan
Berdaun kecemasan.

Pohon itu telah berkembang biak menjadi hutan
Dan kita pun tersesat gagap mencari arah pulang.

Jakarta, 2016

Analisis Puisi:
Puisi "Negeri Gagap" karya Bambang Widiatmoko adalah sebuah karya sastra yang penuh dengan kritik sosial dan refleksi tentang kondisi politik dan moral di dalam negeri. Puisi ini menggambarkan kompleksitas dan ketidakpastian dalam masyarakat.

Kritik Terhadap Keborosan Kata-Kata: Puisi ini dimulai dengan penyair yang pernah belajar "menghemat kata-kata" dan "sedikit bicara banyak bekerja." Ini menciptakan gambaran tentang kebijaksanaan dan hemat kata-kata. Namun, penyair merasa terheran-heran ketika seseorang mengajarinya "agar menambah kata-kata" dan kemudian sebagian dari kata-kata tersebut "masuk ke kantong celana." Ini dapat diartikan sebagai kritik terhadap kebijakan yang tidak efisien atau korupsi dalam komunikasi dan pemerintahan.

Kritik Terhadap Pemborosan dan Korupsi: Puisi ini juga menggambarkan kritik terhadap pemborosan dan korupsi. Penyair mencatat bahwa dia pernah belajar "untuk menambah semen dan besi" agar gedung "kokoh kuat berdiri." Namun, dia merasa terheran-heran ketika dia diajari "memamah semen dan besi" dan akibatnya, "gedung pun ambruk dengan sendiri." Ini bisa diartikan sebagai kritik terhadap praktik pemborosan dan korupsi dalam proyek-proyek konstruksi di negara tersebut.

Gambaran Tentang Korupsi: Puisi ini menyajikan gambaran tentang penangkapan seorang koruptor di depan anak-anaknya. Penyair menggambarkan bahwa para koruptor "melambaikan tangan di layar televisi," mungkin merasa diri mereka tidak bersalah. Namun, penyair mengekspresikan ketidakmengertian atas tindakan korupsi ini dan bagaimana pemahaman moral telah terkikis dalam masyarakat.

Kritik Terhadap Kejujuran dan Kecemasan: Puisi ini mengkritik kehilangan nilai-nilai kejujuran dan perasaan kecemasan dalam masyarakat. Air mata digambarkan sebagai penanda di atas batu nisan bernama kejujuran, yang kemudian dilambangkan dengan pohon berdahan kepalsuan dan berdaun kecemasan. Ini menggambarkan perasaan ketidakpastian dan ketakutan dalam masyarakat yang telah kehilangan nilai-nilai moralnya.

Kesesatan dalam Masyarakat: Puisi ini menggambarkan bagaimana masyarakat telah tersesat ("tersesat gagap") dalam kompleksitas nilai dan moral yang semakin kabur. Penyair menunjukkan bahwa dalam kebingungan ini, kita mencari arah pulang tetapi kesulitan menemukannya.

Secara keseluruhan, "Negeri Gagap" adalah sebuah puisi yang berbicara tentang korupsi, kehilangan moral, dan ketidakpastian dalam masyarakat. Puisi ini menggambarkan rasa ketidaksetujuan penyair terhadap ketidakmoralan yang ada di dalam negeri dan bagaimana nilai-nilai yang telah terkikis mempengaruhi berbagai aspek kehidupan.

Puisi
Puisi: Negeri Gagap
Karya: Bambang Widiatmoko
© Sepenuhnya. All rights reserved.