Puisi: Tantangan (Karya Abdul Wahid Situmeang)

Puisi "Tantangan" karya Abdul Wahid Situmeang menghadirkan suara kritis terhadap keadaan bangsa, menantang pembaca untuk berbicara tentang ...
Tantangan


Siapa lagi mau angkat bicara
tentang kejayaan dan kemegahan bangsa
di atas ini bumi luka parah
bumi yang sabar dan ramah
damai dalam kesuraman lingkup

Jangan lagi kau bicara dan bicara
membeber cerita fitnah dan dusta
membela kerakusan hatimu yang hina
karena cukup kami kenal siapa kau yang sebenarnya
macan penghulu belantara

Hati yang pongah angkuh dan serakah
yang mengeruhkan kejernihan ampera
ke mana lagi kau berlindung
semua jalan lari sudah kami serung
semua pintu padamu mengatup

Hati yang pongah angkuh dan serakah
yang mengotori kesucian ampera
terima kematian dirimu yang celaka
binasa dipentung rujung henti denyut jantung
di sini tak ada lagi tempat buat hati yang lancung


Sumber: Angkatan 66 (1968)

Analisis Puisi:
Puisi "Tantangan" karya Abdul Wahid Situmeang menghadirkan gambaran yang tajam dan kritis terhadap keadaan bangsa, mengajak pembaca untuk merenung tentang tantangan dan krisis yang dihadapi. Melalui penggunaan bahasa yang tegas dan gambaran yang kuat, puisi ini menyoroti beberapa aspek penting.

Pembeberan Realitas Pahit Bangsa: Puisi dibuka dengan mengajukan pertanyaan, "Siapa lagi mau angkat bicara?" yang menciptakan kesan bahwa banyak yang enggan atau takut untuk membahas realitas pahit yang dihadapi bangsa. "Bumi luka parah" dan "bumi yang sabar dan ramah" memberikan gambaran kontras antara kerusakan dan keramahan yang ada di negeri ini.

Tantangan untuk Berbicara Positif: Penyair menegaskan agar berbicara tentang kejayaan dan kemegahan bangsa, menantang pembaca untuk tidak hanya fokus pada cerita fitnah dan dusta. Puisi ini mencerminkan keinginan untuk menyuarakan hal-hal positif dan membangun, sambil menolak kerakusan dan perilaku negatif.

Penolakan Terhadap Hati Pongah, Angkuh, dan Serakah: Puisi mengecam hati yang "pongah, angkuh, dan serakah" yang dianggap merugikan kejernihan ampera, simbol keadilan dan kemurnian. Penggunaan kata-kata ini mengekspresikan ketidakpuasan terhadap perilaku yang mengotori dan menggerus prinsip-prinsip kebenaran.

Penyataan Tentang Kematian dan Binasa: Penyair menyatakan bahwa tidak ada lagi tempat untuk hati yang lancung dan menyatakan, "terima kematian dirimu yang celaka." Ini menciptakan gambaran kemenangan atas perilaku negatif dan keterpurukan moral, sementara "binasa dipentung rujung henti denyut jantung" menyiratkan akhir dari kejahatan dan ketidakadilan.

Kesimpulan dengan Kekuatan Kata-Kata Tajam: Puisi diakhiri dengan kekuatan kata-kata yang tajam dan tegas. Pemilihan kata "di sini tak ada lagi tempat buat hati yang lancung" menyampaikan pesan bahwa perilaku yang merugikan dan merusak tidak akan lagi diterima atau dibiarkan berkembang.

Puisi "Tantangan" karya Abdul Wahid Situmeang menghadirkan suara kritis terhadap keadaan bangsa, menantang pembaca untuk berbicara tentang kejayaan dan kemegahan sambil menolak perilaku negatif. Puisi ini menggunakan bahasa yang tegas dan gambaran yang kuat untuk menciptakan kesan ketegangan dan tantangan yang dihadapi oleh masyarakat dan negara.

Puisi Abdul Wahid Situmeang
Puisi: Tantangan
Karya: Abdul Wahid Situmeang

Biodata Abdul Wahid Situmeang:
  • Abdul Wahid Situmeang lahir pada tanggal 22 Juni 1936 di Sibolga, Tapanuli Selatan.
  • Abdul Wahid Situmeang adalah salah satu sastrawan angkatan 66.
© Sepenuhnya. All rights reserved.