Puisi: Bambu Runcing (Karya Gunoto Saparie)

Puisi "Bambu Runcing" karya Gunoto Saparie mengajak kita untuk merenungkan makna sejati dari kemerdekaan dan apakah kita telah mencapainya sepenuhnya.
Bambu Runcing


ketika lewat tengah malam
kau pun keluar dari hutan kelam
membawa bambu runcing
tak takut lagi peluru menerjang

matamu nyalang menembus gelap
bersama gerilyawan kau mengendap
demi harapan akan kemerdekaan
demi negeri indonesia di masa depan

aku ingat tiap kali kau mendongeng
menjelang kami lelap dalam mimpi
ada kebanggaan menjadi seorang pejuang
meski ternyata ada yang harus disesali

bambu runcing itu kini menjadi kenangan
tersandar beku di dinding papan
lenganmu tinggal satu akibat granat
namun hatimu tetap bersama rakyat

“merdeka!”, teriakan itu pun menggema
tiap peringatan hari proklamasi republik ini
tapi benarkah, o, benarkah kita telah merdeka?
- mendadak kau muram dan sepi!


2020

Analisis Puisi:
Puisi "Bambu Runcing" karya Gunoto Saparie adalah sebuah penghormatan terhadap pahlawan kemerdekaan Indonesia yang berjuang melawan penjajahan. Puisi ini mencerminkan semangat perjuangan dan pengorbanan yang ditunjukkan oleh pejuang kemerdekaan yang berani menghadapi risiko besar demi kemerdekaan bangsanya.

Tema Puisi: Tema utama dalam puisi ini adalah perjuangan dan pengorbanan dalam mencapai kemerdekaan. Puisi menggambarkan aksi pahlawan yang keluar dari hutan di tengah malam, membawa bambu runcing, dan siap menghadapi bahaya untuk memerdekakan Indonesia dari penjajahan. Meskipun pengorbanan mereka besar, semangat perjuangan dan harapan akan masa depan merdeka terus memandu mereka.

Perjuangan dan Keberanian: Dalam puisi ini, penulis menyoroti keberanian pejuang yang siap menghadapi bahaya dengan bambu runcing, yang akan digunakan sebagai senjata untuk melawan musuh. Ini mencerminkan perjuangan sejati yang diperlukan untuk mencapai kemerdekaan, serta keberanian individu yang tidak hanya melindungi diri mereka sendiri tetapi juga seluruh bangsa.

Pengorbanan dan Kenangan: Penyair juga menyiratkan pengorbanan dalam puisi ini. Meskipun pejuang itu akhirnya ditembak, keberaniannya dan pengorbanannya tetap menjadi kenangan yang hidup. Ini menggarisbawahi konsep bahwa perjuangan dan pengorbanan yang dilakukan oleh pahlawan akan dikenang dan dihormati oleh generasi yang datang setelah mereka.

Sikap Reflektif: Puisi ini juga menunjukkan sikap reflektif terhadap kemerdekaan yang diperjuangkan. Penyair mempertanyakan apakah benar-benar telah mencapai kemerdekaan yang sesungguhnya, menggarisbawahi bahwa beberapa perjuangan yang dilakukan pada masa itu mungkin masih relevan di masa sekarang. Puisi ini merangsang pemikiran tentang makna sejati dari kemerdekaan dan peran individu dalam mencapainya.

Puisi "Bambu Runcing" karya Gunoto Saparie adalah penghormatan terhadap perjuangan dan pengorbanan pejuang kemerdekaan Indonesia. Ini mencerminkan semangat perjuangan, keberanian, dan pengorbanan yang diperlukan untuk mencapai kemerdekaan. Puisi ini juga mengajak kita untuk merenungkan makna sejati dari kemerdekaan dan apakah kita telah mencapainya sepenuhnya. Puisi ini memperingati para pahlawan yang berjuang untuk kemerdekaan Indonesia dan mengingatkan kita akan nilai-nilai perjuangan dan pengorbanan.

Foto Gunoto Saparie
Puisi: Bambu Runcing
Karya: Gunoto Saparie


GUNOTO SAPARIE. Lahir di Kendal, Jawa Tengah, 22 Desember 1955. Pendidikan formal yang ditempuh adalah Sekolah Dasar Kadilangu, Cepiring, Kendal, Sekolah Menengah Pertama Cepiring, Kendal, Sekolah Menengah Ekonomi Atas Kendal, Akademi Uang dan Bank Yogyakarta, dan Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Semarang. Sedangkan pendidikan nonformal Madrasah Ibtidaiyyah Islamiyyah Tlahab, Gemuh, Kendal dan Pondok Pesantren KH Abdul Hamid Tlahab, Gemuh, Kendal.

Selain menulis puisi, ia juga mencipta cerita pendek, kritik sastra, esai, dan kolom, yang dimuat di sejumlah media cetak terbitan Semarang, Solo, Yogyakarta, Surabaya, Jakarta, Brunei Darussalam, Malaysia, Australia, dan Prancis. Kumpulan puisi tunggalnya yang telah terbit adalah Melancholia (Damad, Semarang, 1979), Solitaire (Indragiri, Semarang, 1981),  Malam Pertama (Mimbar, Semarang, 1996),  Penyair Kamar (Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah, Semarang, 2018), dan Mendung, Kabut, dan Lain-lain (Cerah Budaya Indonesia, Jakarta, 2019).

Kumpulan esai tunggalnya Islam dalam Kesusastraan Indonesia (Yayasan Arus, Jakarta, 1986). Kumpulan cerita rakyatnya Ki Ageng Pandanaran: Dongeng Terpilih Jawa Tengah (Pusat Bahasa, Jakarta, 2004).  Novelnya Selamat Siang, Kekasih dimuat secara bersambung di Mingguan Bahari, Semarang (1978) dan Bau (Pelataran Sastra Kaliwungu, Kendal, 2019).

Ia juga pernah menerbitkan antologi puisi bersama Korrie Layun Rampan berjudul Putih! Putih! Putih! (Yogyakarta, 1976) dan Suara Sendawar Kendal (Karawang, 2015). Sejumlah puisi dan cerita pendeknya termuat dalam antologi bersama para penyair lain. Ia juga menulis puisi berbahasa Jawa (geguritan) di Panjebar Semangat dan Jaya Baya. Ia menjabat Pemimpin Redaksi Kampus Indonesia (Jakarta) dan Tanahku (Semarang) setelah sebelumnya menjabat Redaktur Pelaksana dan Staf Ahli Pemimpin Umum Koran Wawasan (Semarang), Pemimpin Redaksi Radio Gaya FM (Semarang), Redaktur Pelaksana Tabloid Faktual (Semarang), Redaktur Pelaksana Tabloid Otobursa Plus (Semarang), dan Redaktur Legislatif (Jakarta). 

Saat ini ia menjabat Ketua Umum Dewan Kesenian Jawa Tengah (DKJT), Fungsionaris Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Wilayah Jawa Tengah, Ketua III Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN) Jawa Tengah, dan Ketua Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah. Sebelumnya ia pernah menjabat Ketua Kelompok Studi Seni Remaja (KSSR) Kendal, Ketua Pelaksana Dewan Teater Kendal, Sekretaris Forum Komunikasi Studi Mahasiswa Kekaryaan (Fokusmaker) Jawa Tengah, Wakil Ketua Ormas MKGR Jawa Tengah, Fungsionaris DPD Partai Golkar Jawa Tengah, Sekretaris DPD Badan Informasi dan Kehumasan Partai Golkar Jawa Tengah, dan Sekretaris Bidang Kehumasan DPW Partai Nasdem Jawa Tengah.

Ia pernah mencoba peruntungan menjadi calon anggota legislatif DPRD Jawa Tengah melalui Partai Golkar dan Partai Nasdem, tetapi gagal. Bahkan ia sempat menjadi calon Wakil Bupati Kendal dari Partai Golkar, namun gagal pula. Kini ia menikmati masa tuanya dengan membaca dan menulis.
© Sepenuhnya. All rights reserved.