Puisi: Meski (Karya Rachmat Djoko Pradopo)

Puisi "Meski" karya Rachmat Djoko Pradopo menciptakan meditasi filosofis tentang eksistensi manusia dalam konteks yang sangat luas dan kosmik.
Meski


meski Tuhan mahatahu
tahukah Dia aku berada di sini
artinya, apakah Dia mengubris
diriku secara khusus automatis
karena aku Cuma setitik semut
di tengah semesta maha luas tanpa batas
yang dicipta cuma dengan bersabda,
“Kun!” fa yakun! “Jadi” maka jadilah
semesta seisinya beserta hokum biologis
dan hukum alam yang mekanis
yang sempurna tanpa cacatnya
termasuk manusia bertriliun,
aku salah satunya, yang hanya
titik semut di tengah semesta mahaluasnya
sesudah itu, Dia tak peduli lagi
karena semua sudah kodratnya
apalagi mau menggubris keadaanku
ah, bagaimana mungkin
aku cuma sebutir semut
di antara bermiliaran, triliunan
manusia semut semesta

tapi, aku pun tak peduli
digubris atau tak
aku cuma menjalani nasib
yang ditentukan-Nya bersama semesta!
kini Dia di mana
sedang apa atau mengapa…
entah, aku tak tahu…
karena aku cuma
setitik debu kentut-Nya
tak bermakna
tak punya peran apa-apa
titik semut di tengah semesta


Sumber: Tidur Tanpa Mimpi (2009)

Analisis Puisi:
Puisi "Meski" karya Rachmat Djoko Pradopo menciptakan meditasi filosofis tentang eksistensi manusia dalam konteks yang sangat luas dan kosmik.

Keterhubungan dengan Tuhan dan Semesta: Puisi dimulai dengan pernyataan bahwa "meski Tuhan mahatahu," yang menggambarkan pemikiran manusia tentang keberadaannya dalam hubungan dengan Tuhan yang Mahakuasa. Penyair merenungkan apakah Tuhan menyadari keberadaannya sebagai individu yang kecil di tengah semesta yang luas.

Simbolisme Semut: Penggunaan simbol semut menciptakan perbandingan antara manusia dan makhluk kecil ini dengan posisi dan keberadaannya di dalam semesta. Manusia dianggap sebagai "titik semut di tengah semesta maha luas tanpa batas." Simbol ini merujuk pada kerentanannya dan kecilnya manusia dalam kerangka yang lebih besar.

Pembentukan Semesta oleh Tuhan: Penyair merinci pandangan tentang penciptaan semesta oleh Tuhan melalui firman-Nya, "Kun! Fa yakun!" yang berarti "Jadi!" Pemilihan kata ini menciptakan gambaran kekuasaan Tuhan dalam menciptakan semesta dan hukum-hukum alam yang sempurna.

Rasa Kehilangan dan Ketidakpedulian Tuhan: Penyair menyatakan bahwa setelah penciptaan, Tuhan tidak lagi "peduli" terhadap individu, termasuk dirinya. Hal ini menciptakan nuansa kehilangan dan ketidakpedulian yang mendasar setelah penciptaan.

Keberanian Menerima Nasib: Meskipun menyadari ketidakpedulian Tuhan, penyair menyatakan ketidakpeduliannya sendiri. Ia menghadapi takdir dan nasibnya dengan penuh keberanian dan ketenangan, menyiratkan bahwa manusia harus menerima nasibnya sejalan dengan keadaan semesta.

Kebermaknaan dan Peran Individu: Penyair mengeksplorasi pemikiran tentang kebermaknaan eksistensi individu. Meskipun dirinya hanya "setitik debu kentut-Nya," ia menekankan bahwa setiap individu, meski kecil, memiliki tempat dan makna dalam semesta.

Kerendahan Diri dan Rasa Takbermaknaan: Puisi menciptakan perasaan kerendahan diri di antara kompleksitas semesta. Manusia digambarkan sebagai "titik semut di tengah semesta" yang tidak bermakna dan tidak memiliki peran yang signifikan.

Akhir yang Merenungkan: Akhir puisi mengekspresikan ketidakpastian tentang posisi Tuhan, dengan pertanyaan tentang "Dia di mana, sedang apa atau mengapa..." Puisi ini mengakhiri dengan kebingungan manusia terhadap eksistensi Tuhan yang tidak dapat dijangkau.

Puisi "Meski" adalah perenungan filosofis tentang manusia, keberadaannya dalam semesta yang luar biasa, dan hubungannya dengan Tuhan. Dengan menggunakan bahasa yang sederhana dan simbolisme yang kuat, Rachmat Djoko Pradopo menciptakan karya yang mengajak pembaca untuk merenung tentang makna hidup, keberadaan, dan hubungan dengan kekuatan kosmik yang lebih besar.

Puisi Rachmat Djoko Pradopo
Puisi: Meski
Karya: Rachmat Djoko Pradopo

Biodata Rachmat Djoko Pradopo:
  • Rachmat Djoko Pradopo lahir pada tanggal 3 November 1939 di Klaten, Jawa Tengah.
  • Rachmat Djoko Pradopo adalah salah satu Sastrawan Angkatan '80.
© Sepenuhnya. All rights reserved.