Puisi: Tukang Sate (Karya Aspar Paturusi)

Puisi "Tukang Sate" karya Aspar Paturusi menyoroti ketidaksetaraan sosial dan mengajak kita untuk mempertimbangkan kembali ...
Tukang Sate


teriakannya menyayat malam: sateee
adakah itu suara dari masa silam
bagai tersedu-sedu menangisi duka alam
dia tetap melenggang menerobos gerimis

sebagaimana rakyat kecil, dia pantang menyerah
pekerjaanya rutin dan tampak amat bersahaja
diiris-irisnya daging, lalu dicocok dan dipanggang
dia menyusuri gang demi gang dan teriak lantang

daging diiris dan dipanggang
itulah dilakukan nenek moyang
sesudah berburu seharian
di hutan, di tengah padang ilalang

sateee, tetaplah berteriak
agar hidupmu tak teriris-iris
oleh nasib tragis

Jakarta, 31 Januari 2013

Analisis Puisi:
Puisi adalah medium ekspresi yang memungkinkan penyair untuk menyampaikan pesan-pesan yang dalam dan mendalam. Dalam puisi "Tukang Sate" karya Aspar Paturusi, kita disajikan dengan gambaran seorang tukang sate yang mencerminkan kerja keras dan perjuangan rakyat kecil. Namun, di balik gambaran itu, terdapat pesan sosial dan kritik terhadap ketidakadilan sosial dan kemarjinalan.

Suara Masa Silam: Puisi ini dibuka dengan teriakan tukang sate yang "menyayat malam." Teriakan ini membawa kita ke dalam suasana keramaian di sekitar tukang sate, tetapi penyair juga mengaitkannya dengan masa silam, suatu masa yang mungkin lebih baik atau lebih sederhana. Hal ini menciptakan perasaan nostalgia dan melankolis yang merasuki puisi ini.

Kerja Keras dan Ketahanan: Penyair menggambarkan tukang sate sebagai seseorang yang "pantang menyerah" dan memiliki pekerjaan yang "rutin dan tampak amat bersahaja." Ini adalah gambaran tentang kerja keras dan ketahanan dalam menghadapi tantangan hidup. Tukang sate melakukan pekerjaan mereka dengan tekun dan gigih, tanpa mengeluh.

Kritik Terhadap Ketidakadilan: Namun, dalam lirik berikutnya, penyair menyiratkan kritik terhadap ketidakadilan dalam masyarakat. Pekerjaan tukang sate yang keras dan sederhana, seperti mengiris daging dan memanggang, digambarkan sebagai pekerjaan yang dilakukan "sebagaimana rakyat kecil." Hal ini menggambarkan ketidaksetaraan dalam masyarakat, di mana rakyat kecil seringkali harus menghadapi pekerjaan yang berat dan upah yang rendah.

Nenek Moyang dan Perjuangan: Penyair mengaitkan pekerjaan tukang sate dengan nenek moyang yang "berburu seharian di hutan, di tengah padang ilalang." Ini menciptakan gambaran tentang pekerjaan yang diwariskan dari generasi ke generasi, dan melukiskan perjuangan yang telah berlangsung lama. Puisi ini menghargai akar budaya dan sejarah di balik pekerjaan tukang sate.

Harapan untuk Keadilan: Puisi ini diakhiri dengan permintaan agar tukang sate tetap "berteriak" agar hidup mereka tidak teriris oleh nasib tragis. Ini adalah panggilan untuk keadilan dan perubahan sosial, serta pengakuan akan hak dan martabat pekerja keras yang mungkin sering terlupakan dalam masyarakat.

Puisi "Tukang Sate" karya Aspar Paturusi adalah sebuah karya yang merenungkan perjuangan dan ketahanan rakyat kecil dalam masyarakat yang seringkali tidak mengakui mereka. Puisi ini menyoroti ketidaksetaraan sosial dan mengajak kita untuk mempertimbangkan kembali bagaimana kita memandang dan mendukung mereka yang melakukan pekerjaan sederhana dan berat. Ini adalah pengingat akan pentingnya keadilan dan solidaritas dalam masyarakat.

Aspar Paturusi
Puisi: Tukang Sate
Karya: Aspar Paturusi

Biodata Aspar Paturusi:
  • Nama asli Aspar Paturusi adalah Andi Sopyan Paturusi.
  • Aspar Paturusi lahir pada tanggal 10 April 1943 di Bulukumba, Sulawesi Selatan.
© Sepenuhnya. All rights reserved.