Puisi: Aku Berjalan Mengikuti Suara Hati (Karya Karno Kartadibrata)

Puisi ini bukan hanya sebuah refleksi tentang masa lalu dan jalanan yang diingat, tetapi juga pertanyaan tentang keberadaan orang-orang yang ...
Aku Berjalan
Mengikuti Suara Hati
dari Lorong ke Lorong

Sampai di Jl. Bosscha masuk ke gang-gang
Teringat gadis paling manis dulu Neng Enong
Ah, di manakah dia sekarang?
Jl. Panaitan penuh teduh pohon
Dan Jl. Balonggede malam
Sesak hatiku terhimpit suara mereka yang tidak berdaya
Anak muda jual gitar butuh ongkos malam tahun baru
Ah, di manakah dia teman keponakanku tidur tanpa
    memakai baju dan pagi hari menghilang?
Di manakah dia anak muda yang paling cemerlang dan
    paling diharapkan keluarga sekarang?
Apakah kerja di pelabuhan dan puntang panting dari
    pelabuhan ke bandara
Dari Batam ke Serawak? Dari Pontianak ke Palembang?

Embun di daun bunga bakung habis hujan
Di manakah siswa-siswa yang penuh mimpi
Di manakah mereka jiwa muda penuh harapan
Menantang bahaya di jurang kehidupan?

Dan kemarin ketika aku keluar dari toko buku di Jl. Braga
Terlihat seorang gadis membaca buku kumpulan puisi
    berwarna ungu
Cahaya putih menyembur billboard lux Bella Shafira

2007

Sumber: Picnic (2009)

Analisis Puisi:
Puisi "Aku Berjalan Mengikuti Suara Hati dari Lorong ke Lorong" karya Karno Kartadibrata adalah suatu perjalanan emosional dan refleksi tentang masa lalu, diikuti dengan keingintahuan tentang nasib individu-individu dan kejadian-kejadian yang telah ditinggalkan.

Nostalgia dan Kenangan Masa Lalu: Puisi dimulai dengan petikan sejarah di Jalan Bosscha dan gang-gang yang mengingatkan pada kenangan masa lalu. Penyebutan "Neng Enong," gadis manis yang mungkin merupakan kenangan cinta atau teman, memberikan nuansa nostalgia dan membuat pembaca merenungi kembali masa muda dan kenangan yang telah lewat.

Citra Jalanan dan Lingkungan: Deskripsi jalanan seperti Jalan Bosscha, Jalan Panaitan, dan Jalan Balonggede menciptakan gambaran lingkungan yang hidup di waktu-waktu tertentu. Pohon-pohon yang memberikan teduh di Jalan Panaitan dan suasana malam di Jalan Balonggede menggambarkan suasana sekitar yang diingat dan dihayati.

Suara Masyarakat: Melalui penggambaran suara-suara jalanan, seperti suara anak muda yang menjual gitar untuk mencari ongkos malam tahun baru, puisi menciptakan gambaran masyarakat yang hidup di pinggir kehidupan. Pertanyaan tentang keberadaan teman keponakan yang tidur tanpa baju dan menghilang di pagi hari menunjukkan perhatian terhadap nasib individu-individu yang mungkin terpinggirkan.

Pertanyaan Pencarian: Puisi berisi serangkaian pertanyaan tentang keberadaan orang-orang yang dulu dikenal atau diharapkan keluarga. Pertanyaan-pertanyaan ini menciptakan suasana keingintahuan dan mewakili usaha penulis untuk mencari tahu bagaimana kehidupan orang-orang tersebut berkembang.

Cahaya Putih dan Billboard: Penggambaran seorang gadis yang membaca buku puisi berwarna ungu di luar toko buku di Jalan Braga menciptakan gambaran tentang semangat literasi dan minat terhadap sastra di tengah kehidupan urban. Cahaya putih dari billboard membawa kesan modernitas dan perubahan zaman.

Puisi ini bukan hanya sebuah refleksi tentang masa lalu dan jalanan yang diingat, tetapi juga pertanyaan tentang keberadaan orang-orang yang terlupakan. Karno Kartadibrata menghadirkan perasaan nostalgia, keingintahuan, dan refleksi melalui deskripsi lingkungan kota yang menciptakan citra-citra yang hidup dalam ingatan.

Karno Kartadibrata
Puisi: Aku Berjalan Mengikuti Suara Hati
Karya: Karno Kartadibrata

Biodata Karno Kartadibrata:
  • Karno Kartadibrata lahir pada tanggal 10 Februari 1945 di Garut, Jawa Barat.
© Sepenuhnya. All rights reserved.