Analisis Puisi:
Puisi "Bintang" karya Gunoto Saparie membawa pembaca ke dalam suasana malam yang gelap dan sepi, di mana satu bintang di timur menjadi simbol kesunyian dan kesepian. Dalam puisi ini, pengarang berhasil menggambarkan perasaan nostalgia dan kehampaan yang muncul ketika seseorang merenungkan kenangan masa lalu.
Struktur dan Gaya Bahasa
Puisi ini terdiri dari tiga bait dengan pola larik 4 baris, namun tetap memiliki aliran yang lancar dan ritmis. Gaya bahasa yang digunakan cenderung sederhana, namun sangat kuat dalam menyampaikan makna yang mendalam.
Tema Utama
- Kesunyian dan Kesepian: Tema kesunyian dan kesepian menjadi pusat dalam puisi ini. Satu-satunya bintang di timur yang terang sebentar dan kemudian redup mencerminkan perasaan kesepian yang melanda seseorang. Hal ini menggambarkan bagaimana kesunyian dan kesepian dapat menjadi pengalaman yang sangat mendalam dan menggugah.
- Kenangan Masa Silam: Ada nuansa nostalgia dalam puisi ini, di mana bintang di timur memicu kenangan masa silam, khususnya kenangan masa kecil yang penuh dengan dongeng dan kepolosan. Hal ini menunjukkan bagaimana kenangan masa lalu dapat memengaruhi perasaan dan pikiran seseorang di masa kini.
- Kehampaan dan Kehilangan: Bintang yang padam pada akhir bait mencerminkan kehampaan dan kehilangan yang dirasakan oleh pelaku puisi. Hal ini menggambarkan perasaan putus asa dan kekosongan yang melanda hati seseorang ketika dia merasa sendirian dan terpisah dari orang-orang di sekitarnya.
Simbolisme dan Makna
- Bintang di Timur: Bintang di timur menjadi simbol kesunyian, kesepian, dan nostalgia. Penampakannya yang singkat dan kemudian redup mencerminkan kehidupan yang penuh dengan perubahan dan ketidakpastian.
- Matamu Hitam: Matamu yang hitam pada akhir bait menjadi simbol kegelapan dan kehampaan. Hal ini menggambarkan bagaimana perasaan kesepian dan kehilangan dapat mengubah pandangan seseorang terhadap dunia di sekitarnya.
Analisis Mendalam
Puisi ini berhasil menggambarkan perasaan kesunyian, kesepian, dan kehampaan dengan cara yang sangat kuat dan menggugah. Melalui gambaran satu bintang di timur yang terang sebentar dan kemudian redup, pengarang berhasil menyampaikan kompleksitas perasaan yang muncul ketika seseorang merenungkan kenangan masa lalu dan merasa terpisah dari orang-orang di sekitarnya.
Melalui puisi "Bintang", Gunoto Saparie berhasil menciptakan gambaran yang kuat tentang perasaan kesunyian, kesepian, dan kehampaan yang melanda seseorang. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan arti kehidupan, perubahan, dan perasaan yang muncul di tengah-tengah kegelapan dan ketidakpastian.
Karya: Gunoto Saparie
BIODATA GUNOTO SAPARIE
Lahir di Kendal, Jawa Tengah, 22 Desember 1955. Pendidikan formal yang ditempuh adalah Sekolah Dasar Kadilangu, Cepiring, Kendal, Sekolah Menengah Pertama Cepiring, Kendal, Sekolah Menengah Ekonomi Atas Kendal, Akademi Uang dan Bank Yogyakarta, dan Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Semarang. Sedangkan pendidikan nonformal Madrasah Ibtidaiyyah Islamiyyah Tlahab, Gemuh, Kendal dan Pondok Pesantren KH Abdul Hamid Tlahab, Gemuh, Kendal.
Selain menulis puisi, ia juga mencipta cerita pendek, kritik sastra, esai, dan kolom, yang dimuat di sejumlah media cetak terbitan Semarang, Solo, Yogyakarta, Surabaya, Jakarta, Brunei Darussalam, Malaysia, Australia, dan Prancis. Kumpulan puisi tunggalnya yang telah terbit adalah Melancholia (Damad, Semarang, 1979), Solitaire (Indragiri, Semarang, 1981), Malam Pertama (Mimbar, Semarang, 1996), Penyair Kamar (Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah, Semarang, 2018), dan Mendung, Kabut, dan Lain-lain (Cerah Budaya Indonesia, Jakarta, 2019). Kumpulan esai tunggalnya Islam dalam Kesusastraan Indonesia (Yayasan Arus, Jakarta, 1986). Kumpulan cerita rakyatnya Ki Ageng Pandanaran: Dongeng Terpilih Jawa Tengah (Pusat Bahasa, Jakarta, 2004). Novelnya Selamat Siang, Kekasih dimuat secara bersambung di Mingguan Bahari, Semarang (1978) dan Bau (Pelataran Sastra Kaliwungu, Kendal, 2019).
Ia juga pernah menerbitkan antologi puisi bersama Korrie Layun Rampan berjudul Putih! Putih! Putih! (Yogyakarta, 1976) dan Suara Sendawar Kendal (Karawang, 2015). Sejumlah puisi, cerita pendek, dan esainya termuat dalam antologi bersama para penulis lain. Puisinya juga masuk dalam buku Manuel D'Indonesien Volume I terbitan L'asiatheque, Paris, Prancis, Januari 2012. Ia juga menulis puisi berbahasa Jawa (geguritan) di Panjebar Semangat dan Jaya Baya. Ia menjabat Pemimpin Redaksi Kampus Indonesia (Jakarta), Tanahku (Semarang), Delik Hukum Jateng (Semarang) setelah sebelumnya menjabat Redaktur Pelaksana dan Staf Ahli Pemimpin Umum Koran Wawasan (Semarang), Pemimpin Redaksi Radio Gaya FM (Semarang), Redaktur Pelaksana Tabloid Faktual (Semarang), Redaktur Pelaksana Tabloid Otobursa Plus (Semarang), dan Redaktur Legislatif (Jakarta).
Saat ini ia menjabat Ketua Umum Dewan Kesenian Jawa Tengah (DKJT), Fungsionaris Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Wilayah Jawa Tengah, Ketua III Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN) Jawa Tengah, dan Ketua Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah. Sebelumnya ia pernah menjabat Ketua Kelompok Studi Seni Remaja (KSSR) Kendal, Ketua Pelaksana Dewan Teater Kendal, Sekretaris Forum Komunikasi Studi Mahasiswa Kekaryaan (Fokusmaker) Jawa Tengah, Wakil Ketua Ormas MKGR Jawa Tengah, Fungsionaris DPD Partai Golkar Jawa Tengah, Sekretaris DPD Badan Informasi dan Kehumasan Partai Golkar Jawa Tengah, dan Sekretaris Bidang Kehumasan DPW Partai Nasdem Jawa Tengah.
Sejumlah penghargaan di bidang sastra, kebudayaan, dan jurnalistik telah diterimanya, antara lain dari Kepala Perwakilan PBB di Indonesia, Menteri Perumahan Rakyat, Menteri Penerangan, Menteri Luar Negeri, Pangdam IV/ Diponegoro, dan Kepala Balai Bahasa Jawa Tengah.
