Sebuah Senja di Parigi
kembali langit dikemas dalam keranjang, bertumpukdengan pakaian lusuh. Selamat tinggal kenangan;lokan-lokan runcing dan ikan bawal yang menggelepar,kini telah menjadi penghuni dari sebuah kalimat,yang ditebarkan para nelayan di sepanjang pantai itu.
keringatlah yang bergulung-gulung membentur karang itu,menghempaskan perahu dalam amukan badai yang pekatdengan warna penderitaan.
kemudian terdengar jeritan dan bayangan-bayangan hitam,lalu dibangun pentas maut, dengan dekorasi batangkelapa yang saling bertumbukan. Sungai darah membelahperkampungan menjadi kuburan bagi nama-nama yangterkalahkan. Di beranda rumah, hanya menghampartangisan, seperti bunyi kumbang mengalunmenusuk hati, dan terusmengalun menghanguskan senja.
kehidupan menjadi gumpalan batu, yang setiap saatterpanggang jilatan api kemarahan. Udaramenjadi kubangan sunyi,memangsa nafas-nafas renta, yang tak pahamarti sebuah dendam. Tapihujan itu telah mengalirkan nyeri, yang mewarnai mukalaut, membuat membuat luka di angkasa,mengoyak hutan-hutan bakau,menjadi serpihan-serpihan kepunahan.
kembali langit dikemas sebagai kenangan,karena kehidupan itu telah menjadi humus,dan masa depan tengah mencari ruang persemaian.
Pangandaran, 1997Puisi: Sebuah Senja di Parigi
Karya: Juniarso Ridwan
Catatan:
- Juniarso Ridwan lahir di Bandung, Jawa Barat, pada tanggal 10 Juni 1955.