Puisi: Epitaf (Karya Nenden Lilis Aisyah)

Puisi "Epitaf" karya Nenden Lilis Aisyah mengajak pembaca untuk merenung tentang realitas sosial yang keras dan bagaimana kita, sebagai individu, ...
Epitaf

seperti rambut dalam masakan
seperti butiran gabah dalam nasi
seperti biji kapuk dalam bantal
selalu ada yang mengganjal
menyekat kerongkongan
banjir membenam kota
lumpur panas menenggelamkan desa-desa
itulah perih air mata
dan dukacita begitu kepala batu tak mau berlalu
sekepala batu penduduk tukang tawuran
dan harapan tinggal bagai kapal-kapal terbakar dan karam
kereta-kereta melenceng dari rel
atau jeritan-jeritan perempuan menggendong anak
dalam antrian beras murahan
lihatlah porak poranda kota oleh gempa
kampung yang disapu gelombang
bukankah itu hati kita
ah, bagaimanakah kita hapus epitaf
yang tergores dalam
di nisan hitam batin kita?

2007-2008

Analisis Puisi:
Puisi "Epitaf" karya Nenden Lilis Aisyah menghadirkan gambaran puitis yang dalam tentang berbagai peristiwa dan penderitaan dalam kehidupan. Dengan metafora yang kuat, penyair berhasil menggambarkan kesulitan dan ketidakadilan yang dialami oleh masyarakat.

Metafora dan Imaji Puitis: Penyair menggunakan metafora secara luas untuk menggambarkan berbagai kisah tragis dan penderitaan. Misalnya, rambut dalam masakan, butiran gabah dalam nasi, dan biji kapuk dalam bantal mewakili hal-hal yang mengganjal dan menyekat. Metafora ini merujuk pada hambatan dan kesulitan dalam kehidupan, menciptakan gambaran yang kuat dan mendalam.

Penderitaan dan Ketidakadilan Sosial: Puisi ini menciptakan lapisan-lapisan naratif tentang penderitaan dan ketidakadilan sosial. Dari banjir yang membenam kota hingga lumpur panas yang menenggelamkan desa-desa, penyair mengeksplorasi berbagai bencana dan tragedi yang mempengaruhi masyarakat. Gambaran ini mencerminkan realitas sosial yang keras dan menyoroti kehidupan yang penuh penderitaan.

Kritik Terhadap Kepala Batu dan Tukang Tawuran: Puisi ini juga mengandung kritik terhadap perilaku kepala batu dan tukang tawuran. Dengan merujuk pada "kepala batu penduduk tukang tawuran," penyair menciptakan gambaran tentang kerasnya sikap dan kekerasan yang terjadi dalam masyarakat. Ini mungkin mencerminkan ketidakpedulian terhadap penderitaan orang lain dan kegagalan untuk melihat kehidupan dari perspektif yang lebih luas.

Harapan yang Hancur dan Epitaf yang Tertulis: Puisi ini mengeksplorasi tema harapan yang hancur dan kekecewaan. Dengan menyebutkan "harapan tinggal bagai kapal-kapal terbakar dan karam" serta gambaran kereta yang melenceng dari rel, penyair menciptakan suasana kehancuran dan kegagalan harapan. Epitaf yang tertulis di nisan hitam batin menyoroti bekas luka emosional dan kesedihan yang sulit dihapus.

Keindahan dan Keputusasaan: Meskipun puisi ini menciptakan gambaran keputusasaan, ada juga keindahan dalam penggunaan bahasa dan metafora yang digunakan. Penyair menghadirkan perasaan mendalam dan intensitas melalui ekspresi puitisnya, yang memberikan kedalaman emosional pada karyanya.

Puisi "Epitaf" karya Nenden Lilis Aisyah adalah sebuah karya yang memukau dan menggugah perasaan. Dengan menggunakan metafora yang kaya dan imaji puitis, penyair berhasil menyampaikan pesan yang kuat tentang penderitaan dan ketidakadilan dalam kehidupan. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenung tentang realitas sosial yang keras dan bagaimana kita, sebagai individu, dapat merespons dan berkontribusi untuk membawa perubahan positif dalam masyarakat.

Puisi: Epitaf
Puisi: Epitaf
Karya: Nenden Lilis Aisyah

Catatan:
  • Nenden Lilis Aisyah lahir di Malangbong, Garut, Jawa Barat, pada tanggal 26 September 1971.
© Sepenuhnya. All rights reserved.