Puisi: Kemerdekaan dalam Diary Anni Fitria (Karya Wahyu Prasetya)

Puisi "Kemerdekaan dalam Diary Anni Fitria" karya Wahyu Prasetya adalah sebuah karya sastra yang menggambarkan pemikiran kompleks tentang ....
Kemerdekaan dalam Diary Anni Fitria


kesenyapan yang menjauh dari keriuhan kota serta mikrophon,
menjauh dari berita dan gerutu,
Allahuakbar,
huruf tak pernah sampai, tarji tak juga sampai,
chairil anwar yang menjabat bung karno, menjabat arti luka parah
dan kini, aku menelan ectasy, menelan diskotik, menelan obrolan serta
para demonstran yang entah sedang mencupakan bahasa apa

Allahuakbar.
rendra tak sampai, taufiq ismail tak juga sampai, juga kalian hai!
selain di spiker dengan tangan yang terkepal lemas dan mulut berbusa
katakan pada kalimat dari huruf-hurufku ini, apa arti kemerdekaan kini?

sujudku tak sampai, alifku tak sampai, dzikirku pun tak sampai
lalu kutatap sorot matamu yang berteriak dengan pandangan seorang serdadu
merdeka atau mati, sejarah telah mencatat nama nama nama nama nama?

seorang jagoan, ia sebut namanya wahyu, tak punya lidah dan bibir yang
akan menciumku lewat kata kata dan huruf kesunyian ini
tapi aku melihat ia di sela kerumunan angin malam, seperti sedang mengeja
kebahagiaan tikus, dan bahasa yang ia lempar dalam setiap subuhku,
anni,
yang merdeka ternyata desir daunan dan cinta Tuhan yang merampasku
dari pelukan sebuah laras bedil atau bayonet. hanya itu anni.


Malang, 11 Mei 1995

Sumber: Sesudah Gelas Pecah (1996)

Analisis Puisi:
Puisi "Kemerdekaan dalam Diary Anni Fitria" karya Wahyu Prasetya adalah sebuah karya sastra yang menggambarkan pemikiran kompleks tentang kemerdekaan dalam konteks modern dan penuh kontradiksi. Puisi ini mengeksplorasi makna kemerdekaan dalam suasana yang penuh dengan kebisingan informasi dan keriuhan kota, serta menyoroti ketidakjelasan dan pertanyaan-pertanyaan tentang arti sebenarnya dari kemerdekaan.

Kontemplasi dalam Kesunyian: Puisi ini dimulai dengan menggambarkan keadaan kesunyian yang kontras dengan keriuhan kota dan berita. Penyair merenung dalam kesendirian dan kesenyapan yang membantu mereka menjauh dari hiruk-pikuk informasi dan keramaian sehari-hari. Kesunyian ini mungkin mencerminkan keinginan penyair untuk mencari makna yang lebih dalam di balik kebisingan dunia modern.

Interaksi Dengan Sejarah dan Pemikiran: Penyair mengutip frase "Allahuakbar," mengacu pada seruan umat Muslim dalam konteks keagamaan. Namun, dalam puisi ini, seruan ini tampaknya digunakan sebagai pengantar untuk membawa pembaca ke suatu pertanyaan fundamental tentang arti kemerdekaan. Chairil Anwar dan Bung Karno disebutkan, menunjukkan hubungan dengan tokoh sejarah dan pemikiran yang lebih besar.

Identitas Modern dan Kekacauan Informasi: Penyair merenung tentang kondisi zaman modern di mana informasi berlimpah dan acak-acakan. Penggunaan kata-kata seperti "ectasy," "diskotik," dan "obrolan" merujuk pada fenomena budaya populer dan informasi yang tumpah-ruah di dunia digital. Puisi ini menggambarkan kebingungan dan cacophony dari informasi yang saling tumpang tindih.

Pertanyaan Mengenai Kemerdekaan: Puisi ini menunjukkan ketidakjelasan tentang arti kemerdekaan dalam konteks zaman sekarang. Penyair menunjukkan bahwa bahkan para tokoh sastra dan intelektual seperti Rendra dan Taufiq Ismail pun tampaknya tidak mampu memberikan jawaban yang memadai. Pertanyaan "apa arti kemerdekaan kini?" menggambarkan keraguan dan ketidakpastian tentang makna kemerdekaan dalam dunia yang kompleks dan beragam.

Kontradiksi dan Dinamika Emosi: Puisi ini menciptakan suasana yang kontradiktif dan penuh dinamika emosi. Ada perpaduan antara kebisingan dan kesunyian, pertanyaan dan ketidakpastian, serta kekuatan dan kelemahan. Penyair merenungkan berbagai elemen ini untuk membantu membentuk pemahaman mereka tentang kemerdekaan.

Pesan dan Pemahaman yang Mendalam: Puisi ini menunjukkan betapa kompleksnya pemahaman tentang kemerdekaan dalam era modern yang penuh dengan informasi dan kontradiksi. Wahyu Prasetya merenungkan tentang bagaimana individu dan masyarakat merespons makna kemerdekaan di tengah-tengah dinamika zaman sekarang. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenung tentang esensi kemerdekaan dan pertanyaan-pertanyaan yang mungkin belum memiliki jawaban pasti.

Wahyu Prasetya
Puisi: Kemerdekaan dalam Diary Anni Fitria
Karya: Wahyu Prasetya

Biodata Wahyu Prasetya:
  • Eko Susetyo Wahyu Ispurwanto (akrab dipanggil Pungky) lahir pada tanggal 5 Februari 1957 di Malang, Jawa Timur.
  • Wahyu Prasetya meninggal dunia pada hari Rabu tanggal 14 Februari 2018 (pada umur 61).
© Sepenuhnya. All rights reserved.