Puisi: Lawang Sewu (Karya Kurnia Effendi)

Puisi "Lawang Sewu" menggambarkan Lawang Sewu sebagai bangunan yang memiliki daya tarik dan pesona sendiri. Dengan menggambarkan pengalaman .....
Lawang Sewu


Tak perlu menghitung penghuni gedung itu
Mereka selalu ramah menyapamu abad demi abad
Atau bercakap seperti para anemer
Pada sebuah biro yang hangat

Sepanjang lorong yang menjadi sela antara
ruang dan taman, tilas sepatu itu bicara
Atau sebetulnya bertanya:
"Kapan pensiun dari perasaan jemu?"

Dalam sunyi yang dikejar waktu, sebagian
besar orang menunggu
Kereta api tiba tak tentu, sebab sejak berangkat
ia membawa ragu dalam gerbong-gerbong masa lalu

"Jangan lupa singgah. Kapan sempat, terserah."
Mereka merasa hidup ini semacam langsir
Perlu mundur kembali setiap kali jam kerja berakhir
"Aku hanya ingin tetirah, sebelum akhirnya menyerah."

Kini relung-relung itu tak lagi gelap
Dari jendela kaca patri di loteng, membias spektrum
warna. Separuh cahaya membawa hangat cahaya
Sisanya mengisi laci-laci yang terbuka


Jakarta, 21 Januari 2017

Analisis Puisi:
Puisi "Lawang Sewu" karya Kurnia Effendi adalah sebuah penggambaran tentang bangunan bersejarah yang terkenal di Indonesia, yaitu Lawang Sewu. Puisi ini mengungkapkan perasaan dan pengalaman pengunjung yang melintasi gedung ini dan berinteraksi dengan atmosfernya yang khas.

Puisi ini dimulai dengan menggambarkan Lawang Sewu sebagai gedung yang ramah dan selalu menyambut pengunjungnya. Penghuni gedung ini tak terhitung jumlahnya, tetapi mereka selalu memberikan sapaan hangat dan berbicara seperti para penjaga di sebuah kantor yang nyaman.

Lorong-lorong di gedung ini menjadi sela yang menghubungkan ruang dan taman. Sepatu-sepatu yang melintas di lorong tersebut menimbulkan pertanyaan, apakah mereka akan pernah lelah dan pensiun dari perasaan jenuh? Ini mencerminkan keinginan untuk menemukan ketenangan dan rasa puas di tengah kesibukan dan rutinitas kehidupan sehari-hari.

Dalam suasana sunyi yang ditemani oleh waktu yang terus berlalu, sebagian besar orang menunggu dengan ragu-ragu. Seperti menunggu kedatangan kereta api yang tak pasti, mereka membawa keragu-raguan dan ketidakpastian dalam perjalanan hidup mereka.

Pengunjung Lawang Sewu sering mendengar ajakan untuk singgah dan berkunjung kapan saja. Mereka merasa hidup ini seperti tirai yang perlu mundur kembali setiap kali jam kerja selesai. Ada keinginan untuk menikmati ketenangan sebelum akhirnya menyerah pada kehidupan yang penuh dengan tekanan dan tantangan.

Namun, di tengah ketidakpastian dan kesibukan, Lawang Sewu menghadirkan sinar dan kehangatan. Jendela-jendela kaca patri di loteng menghasilkan spektrum warna yang menciptakan suasana yang hangat dan penuh cahaya. Cahaya ini mengisi ruang-ruang yang terbuka, menciptakan atmosfer yang menenangkan.

Puisi "Lawang Sewu" menggambarkan Lawang Sewu sebagai bangunan yang memiliki daya tarik dan pesona sendiri. Dengan menggambarkan pengalaman pengunjung di dalamnya, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan tentang perjalanan hidup dan mencari ketenangan di tengah kehidupan yang sibuk dan penuh ketidakpastian.

Puisi: Lawang Sewu
Puisi: Lawang Sewu
Karya: Kurnia Effendi

Catatan:
  • Kurnia Effendi lahir di Tegal, Jawa Tengah, pada tanggal 20 Oktober 1960.
© Sepenuhnya. All rights reserved.