Sepasang Sepatu Tambang
Lelaki lelaki biasa itu meninggalkan pintu rumah sebagai kepompongKini, ke sudut masa kini, mereka menjelma kupu-kupu baja,Merenangi hamparan tebing berlapis tebing matahariLengan lengan tangan kedua kaki jelmalah dump truk danEskavator membuncah gerak ke batu-batuDan api terus menumpahkan panas dari setiap bahuBatubara lava beku mematangkan puluhuna ton jelagaSangit nafasmu bertukar hingga kelenjar paru-paru atau jantung
Sinar siang hari masih berapi, menciptakan gumpalan debuPenglihatan cepat kabur untuk menemukan namamu namakuTabir debu hidupTirai keemasan yang membentangkan cakrawala kebiruanTabir debu pada matiMelepas derum mesin untuk membawamu pergi,Berputar tulang besi ke tulang-tulang terjal jurang di siniKetika ada yang selalu tiba, selain gemuruh tubuh bergelombangDitempa bebatuan, senyap yang berbenturan
Kita bertemu lagi, aku dan kau relung besi atau apiApi yang menjulang dari jiwa setengah matangRibuan hektar bayang-bayang bertebing tebing tak sampaiTegak di kedua sepatu tambang kita kelak akan datangKe pintu-pintu rumah yang jauh sekaliTabir debu hidupTabir debu pada setiap hatiSetangkai bunga tumbuh di dataran besi
Gunung Timang, 2012
Puisi: Sepasang Sepatu Tambang
Karya: Wahyu Prasetya
Catatan:
- Eko Susetyo Wahyu Ispurwanto lahir pada tanggal 5 Februari 1957 di Malang, Jawa Timur.