Puisi: Tubuh Ibu (Karya Kurnia Effendi)

Puisi "Tubuh Ibu" karya Kurnia Effendi menggambarkan perjalanan menuju kematian dan perpisahan dengan ibu, menciptakan atmosfer yang sarat dengan ...
Tubuh Ibu


Malam memasang jubah sunyi, ketika tubuh Ibu menjelma
rumah dengan banyak kamar. Detik berjatuhan serupa merjan yang
lepas dari ikatan. Bergulir menjauh, merepih bunyi yang tak
sungguh sampai pada telinga.
Seiring gumpalan waktu yang diseret maut,
satu per satu benda-benda dalam tubuh Ibu pamit:
pankreas, ginjal, empedu, hati, paru-paru, batang otak, dan jantung.
Seperti penjaga yang menunaikan tugas, satu demi satu
ruang dalam tubuh Ibu memadamkan lampu.

Gelap itu sampai ketika pagi memercikkan cahaya matahari
Tubuh Ibu bercakap-cakap dengan mesin yang seolah serbatahu
Di ambang pintu, malaikat telah menunggu. Napas yang tersisa pada
serabut kusut di balik dada Ibu mulai dilepas terbang. Dan doa
berenang pada genangan udara, meraih tepi, yang
membatasi antara terjaga dan mati suri.

Kini ruh beringsut dari jemari kaki ke lutut, dari paha ke perut, dari
dada ke rambut. Meninggalkan suhu yang menyusut. Selembut
kasihnya sepanjang tujuh puluh satu tahun, tak terhindar rasa sakit
saat meninggalkan raga tempatnya berdiam. Kernyit sejenak di
antara kedua mata Ibu merupakan isyarat perpisahan.

Aku tak pernah tahu, ke mana ruh itu pergi: utara atau tenggara
Ia menjauh dari tubuh Ibu mungkin dengan rasa pilu yang
dititipkannya kepadaku


Slawi, 2011

Sumber: Hujan, Kopi, dan Ciuman (2017)

Analisis Puisi:
Puisi "Tubuh Ibu" karya Kurnia Effendi menggambarkan perjalanan menuju kematian, mengulas tentang kepergian seorang ibu yang merupakan perwujudan cinta, kehangatan, dan kehilangan. Puisi ini memanfaatkan gambaran-gambaran kuat dan simbol-simbol untuk merentangkan pengalaman manusia yang universal, yaitu kematian dan perpisahan.

Struktur dan Gaya Bahasa:

  1. Imaji yang Kuat: Puisi ini membangun gambaran yang sangat kuat melalui penggunaan imaji yang menyentuh dan mengena. Penggambaran malam yang memasang jubah sunyi dan tubuh ibu yang menjadi rumah dengan banyak kamar memberikan nuansa kerinduan dan kehampaan.
  2. Metafora dan Simbolisme: Metafora digunakan untuk merujuk pada tubuh ibu sebagai rumah dengan banyak kamar, dan simbolisme ditemukan dalam pemadaman lampu ruang dalam tubuh ibu, menciptakan atmosfer pengalaman kematian yang melibatkan perpisahan.
  3. Personifikasi pada Tubuh Ibu: Tubuh ibu depersonifikasi sehingga menjadi rumah dengan banyak kamar. Hal ini menunjukkan kedalaman dan keintiman hubungan antara seorang ibu dan anaknya.

Tema

  1. Kematian dan Perpisahan: Tema utama puisi ini adalah kematian dan perpisahan. Puisi ini menggambarkan proses perlahan menuju kematian, mulai dari malam yang sunyi hingga pagi yang menyinari kepergian ibu. Perpisahan yang dilukiskan dengan detail menciptakan nuansa kehilangan yang mendalam.
  2. Hubungan Ibu dan Anak: Hubungan antara ibu dan anak menjadi inti dari puisi ini. Tubuh ibu diibaratkan sebagai rumah, tempat di mana anak-anaknya berasal dan tumbuh. Kehangatan dan kasih sayang ibu tercermin dalam setiap detail yang menggambarkan proses perpisahan.
  3. Proses Menuju Kematian: Puisi ini merinci proses kematian dengan simbolisme lampu yang dipadamkan satu per satu dalam tubuh ibu. Ini menciptakan gambaran tentang perpisahan bertahap dan meninggalkan ruang-ruang kosong di dalam diri ibu.

Makna

  1. Keindahan dan Kesedihan Perpisahan: Puisi ini merangkum keindahan dan kesedihan perpisahan. Meskipun diceritakan dengan nuansa kesedihan, perpisahan dengan ibu juga diceritakan dengan keindahan dan kelembutan.
  2. Penerimaan terhadap Kematian: Puisi ini menciptakan suasana penerimaan terhadap kematian. Meskipun penuh emosi dan kerinduan, proses kematian dihadirkan dengan ketenangan dan ketundukan akan takdir.
  3. Rasa Pilu dan Kehilangan: Akhir puisi menciptakan rasa pilu dan kehilangan melalui pernyataan bahwa roh yang menjauh dari tubuh ibu mungkin dilakukan dengan rasa pilu yang dititipkannya pada anak. Ini menunjukkan betapa perpisahan itu tidak hanya meninggalkan rasa sakit, tetapi juga warisan emosi.
Puisi "Tubuh Ibu" karya Kurnia Effendi adalah karya yang menggambarkan perjalanan menuju kematian dan perpisahan dengan ibu, menciptakan atmosfer yang sarat dengan emosi, kerinduan, dan kehampaan. Melalui imajinatif dan puitis, puisi ini menyentuh tema kemanusiaan yang mendalam dan membuat pembaca merenung tentang kompleksitas perasaan dalam menghadapi kematian dan kehilangan.

Puisi: Tubuh Ibu
Puisi: Tubuh Ibu
Karya: Kurnia Effendi

Biodata Kurnia Effendi:
  • Kurnia Effendi lahir di Tegal, Jawa Tengah, pada tanggal 20 Oktober 1960.
© Sepenuhnya. All rights reserved.