Puisi: Di Bawah Pudar Hari (Karya Rayani Sriwidodo)

Puisi "Di Bawah Pudar Hari" karya Rayani Sriwidodo menggambarkan ketekunan, tantangan, dan refleksi dalam menghadapi masa lalu dan masa depan.
Di Bawah Pudar Hari


Di bawah pudar hari
kau bawa juga busur tua itu
memanjat gunung
lintaskan pukau yang susut

lalu dunia belajar pada badai
janji-janji kembang api
impian peradaban yang tak sampai

sekian satelit menyapa bintang-bintang
hanya hingar burung menjauh
ah, kalau saja kau dengarkan angin
menghalau debu
kalau saja kau dengarkan nafas
menghalau cemas
ketika penguburan berlangsung sunyi
di luar bimasakti
betapa terkucil keangkuhan


Karet, 1973

Sumber: Selendang Pelangi (2006)

Analisis Puisi:
Puisi "Di Bawah Pudar Hari" karya Rayani Sriwidodo adalah karya yang penuh dengan makna filosofis dan refleksi tentang perjalanan manusia dalam menghadapi tantangan, impian, dan kehidupan itu sendiri. Dalam puisi ini, penulis menggunakan bahasa yang indah dan gambaran alam untuk menyampaikan pesan-pesan yang dalam.

Busur Tua: Busur tua yang disebutkan dalam puisi ini bisa dianggap sebagai simbol kebijaksanaan atau pengalaman. Penulis menyatakan bahwa busur tua ini dibawa di bawah sinar pudar hari, yang menggambarkan bahwa pengalaman dan kebijaksanaan manusia terus mengiringi mereka dalam perjalanan hidup, bahkan ketika masa-masa kemuliaan atau kejayaan sudah berlalu.

Memanjat Gunung: Ungkapan "memanjat gunung" dapat diartikan sebagai perjuangan atau pencapaian yang besar. Hal ini menggambarkan ketekunan dan tekad manusia dalam menghadapi tantangan yang sulit seperti memanjat gunung, yaitu hal-hal yang tampaknya tidak mungkin dicapai.

Badai dan Janji-Janji Kembang Api: Puisi ini menggambarkan dunia yang belajar dari badai dan janji-janji kembang api. Ini bisa diinterpretasikan sebagai metafora dari perjalanan manusia melalui masa-masa sulit dan impian-impian yang mungkin tidak selalu terwujud seperti yang dijanjikan.

Satelit dan Bintang: Penggunaan kata "sekian satelit menyapa bintang-bintang" menggambarkan kemajuan teknologi manusia dalam mengeksplorasi alam semesta. Namun, di sisi lain, puisi ini menunjukkan bahwa dalam mengejar kemajuan dan pengetahuan, manusia mungkin terlalu sibuk sehingga melupakan alam dan kebijaksanaan alaminya sendiri.

Ketika Penguburan Berlangsung Sunyi: Pada akhir puisi, penulis menciptakan gambaran penguburan yang berlangsung dalam sunyi. Ini bisa diartikan sebagai pengingat akan keterbatasan manusia di hadapan alam semesta yang luas dan misterius. Meskipun manusia seringkali merasa berkuasa, ada momen-momen yang merendahkan dan mengingatkan mereka tentang ketidakberdayaan mereka.

Puisi "Di Bawah Pudar Hari" menciptakan gambaran yang kuat tentang perjalanan manusia dalam hidupnya. Puisi ini menggambarkan ketekunan, tantangan, dan refleksi dalam menghadapi masa lalu dan masa depan. Dengan menggabungkan elemen alam dan kebijaksanaan manusia, penulis menciptakan puisi yang mendalam dan penuh makna.

Rayani Sriwidodo
Puisi: Di Bawah Pudar Hari
Karya: Rayani Sriwidodo

Biodata Rayani Sriwidodo:
  • Rayani Lubis lahir di Kotanopan, Tapanuli Selatan, pada tanggal 6 November 1946.
  • Rayani Lubis meniadakan marga di belakang nama setelah menikah dengan pelukis Sriwidodo pada tahun 1969 dan menambahkan nama suaminya di belakang namanya sehingga menjadi Rayani Sriwidodo.
© Sepenuhnya. All rights reserved.