Puisi: Malam 30 September-1 Oktober 1965 (Karya Mochtar Lubis)

Puisi "Malam 30 September-1 Oktober 1965" menggambarkan tragedi G30S PKI, yang memperlihatkan penderitaan, kekerasan, dan kehilangan yang terjadi ....
Malam 30 September-1 Oktober 1965


Gelap malam membelenggu kita
Kelompok-kelompok hitam bergerak dari jalan ke jalan
Pekik mesin truk dan jip
kerincing senjata dan topi besi
bisik-bisik perintah maut
setan-setan gelap dari perut bumi
lapar darah orang-orang tak berdosa
derap sepatu nafas harimau
kezaliman, keharaman, kebengisan
berkeliaran dalam kota
dentum senapan kilat pisau
jerit istri, tangis anak-anak
Yani, Parman, Pandjaitan
Soeprapto, Soetoyo, Tendean
Prajurit yang dibunuh dalam gelap malam
Dan Irma kecil, gadis manis tak tersenyum lagi
Ya, Tuhan, tak Engkau lindungi kami?
Engkau biarkan setan-setan
dan binatang liar merajalela?
Mengapa Irma kecil tak boleh tertawa lagi?
Tersenyumlah gadis kecil
dalam sorga
Tidurlah prajurit-prajurit di surga,
di sana tak ada kezaliman dan pengkhianatan
di sana kalian tidur tak terganggu
oleh kelompok hitam dalam gelap malam
membawa perintah maut
dan kezaliman yang haus darah
manusia tak berdosa
Tidurlah di sorga prajurit-prajurit bangsa
Tersenyumlah di sorga, Irma kecil.


8 Oktober 1965

Sumber: Catatan Subversif (1980)

Analisis Puisi:
Puisi "Malam 30 September-1 Oktober 1965" merupakan karya Mochtar Lubis yang menggambarkan tragedi pada malam 30 September-1 Oktober 1965, yang menjadi titik penting dalam sejarah Indonesia. Puisi ini memperlihatkan penderitaan, kekerasan, dan kehilangan yang terjadi selama peristiwa tragis tersebut.

Deskripsi Ketakutan dan Kekerasan: Lubis dengan sangat kuat dan deskriptif menggambarkan suasana ketakutan dan kekerasan dalam puisinya. Ia menggunakan gambaran gelap malam sebagai metafora dari ketidaktahuan dan kegelapan moral yang mendominasi peristiwa tersebut. "Kelompok-kelompok hitam bergerak dari jalan ke jalan" menciptakan gambaran kehadiran kelompok-kelompok tak dikenal yang membawa kehancuran.

Kehilangan dan Kesedihan: Puisi ini merujuk pada nama-nama tokoh seperti Yani, Parman, dan tokoh-tokoh militer yang terbunuh. Selain itu, Lubis juga mengingatkan akan orang-orang tak berdosa yang menjadi korban dari kekejaman tersebut. "Jerit istri, tangis anak-anak" menunjukkan betapa tragisnya penderitaan yang dialami oleh keluarga para korban.

Pertanyaan Moral dan Keputusasaan: Pertanyaan yang diajukan dalam puisi ini mencerminkan keputusasaan dan kebingungan atas kejadian yang terjadi. "Ya, Tuhan, tak Engkau lindungi kami?" dan "Mengapa Irma kecil tak boleh tertawa lagi?" merangkum perasaan ketidakadilan dan kesedihan atas peristiwa yang terjadi.

Harapan atas Damai di Akhirat: Lubis mencoba memberikan sedikit harapan dengan menyatakan harapannya atas kedamaian di akhirat bagi para korban. Ia menggambarkan bahwa di sorga, prajurit-prajurit dan Irma kecil dapat tidur dengan damai tanpa gangguan dari kezaliman dan kejahatan.

Puisi "Malam 30 September-1 Oktober 1965" merupakan ungkapan kesedihan, keputusasaan, dan pertanyaan moral atas kejadian tragis pada malam 30 September-1 Oktober 1965. Lubis dengan penuh empati merangkai kata-kata untuk menyampaikan penderitaan dan harapan akan kedamaian bagi para korban. Puisi ini bukan hanya mengingatkan kita akan peristiwa bersejarah tersebut, namun juga menunjukkan dampak kemanusiaan yang muncul dari kekerasan politik yang terjadi.

Mochtar Lubis
Puisi: Malam 30 September-1 Oktober 1965
Karya: Mochtar Lubis

Biodata Mochtar Lubis:
  • Mochtar Lubis adalah salah satu penulis puisi, novel, cerpen, penerjemah, pelukis, dan sekaligus jurnalis ternama.
  • Mochtar Lubis lahir pada tanggal 7 Maret 1922 di Padang, Sumatera Barat.
  • Mochtar Lubis meninggal dunia pada tanggal 2 Juli 2004 di Jakarta.
© Sepenuhnya. All rights reserved.