Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Huru-hara (Karya Djamil Suherman)

Puisi “Huru-hara” karya Djamil Suherman merupakan karya yang mengadaptasi tema dan pesan dari surat Al-Ghasyiyah (surat ke-88 dalam Al-Qur'an).
Huru-hara
(Al-Ghasyiyah)

Sampaikah padamu kabar huru-hara
di hari itu banyak wajah berduka
segala usaha jadi bersia
terjerumus mereka di api nyala
meminum sumber api membara
tiada makanan selain kayuan berduri
tak mengenyangkan lapar dan dahaga
di hari itu pula banyak wajah bersuka
karena berhasilnya segala usaha
tinggal mereka di sorga bertahta
tak terdengar di sana omongan dusta
mengalir di bawah sungai berwarna
ranjang-ranjang tersusun dengan rapinya
berdentang gelas-gelas di atas meja
melela bantal-bantal dan gulingnya
dan permadani terhampar di kelilingnya
tidakkah mereka lihat betapa unta diciptakan
betapa langit ditegakkan
betapa gunung-gunung ditancapkan
dan betapa bumi dibentangkan
karenanya peringatkan! o, kau sijuru pengingat
sekali-kali bukan kau pengikat
siapapun berpaling dan ingkar
Allah menyiksanya dengan azab besar
sesungguhnya kepada Kami mereka kembali
dan kami akan memperhitungkan sekali

Sumber: Kabar dari Langit (1986)

Analisis Puisi:

Puisi “Huru-hara” karya Djamil Suherman merupakan karya yang mengadaptasi tema dan pesan dari surat Al-Ghasyiyah (surat ke-88 dalam Al-Qur'an). Dengan memanfaatkan simbolisme dan kontras yang kuat, puisi ini menyampaikan pesan moral dan spiritual tentang kehidupan setelah mati, keadilan ilahi, dan tanggung jawab manusia.

Struktur dan Tema

Puisi ini menggabungkan deskripsi visual yang kuat dengan pesan moral yang mendalam. Struktur puisi terdiri dari dua bagian utama yang berkontras, menggambarkan keadaan di hari kiamat dan kehidupan setelahnya, serta memperingatkan pembaca tentang tanggung jawab moral mereka.

Deskripsi Hari Kiamat

  • "Sampaikah padamu kabar huru-hara / di hari itu banyak wajah berduka" menggambarkan suasana hari kiamat dengan penderitaan dan kesedihan. Keterangan tentang api, makanan yang tidak memuaskan, dan keadaan buruk lainnya menggambarkan siksaan yang akan diterima oleh mereka yang tidak beriman atau tidak melakukan amal baik.
  • "Segala usaha jadi bersia / terjerumus mereka di api nyala" menggambarkan bagaimana segala usaha yang tidak diimbangi dengan amal baik akan sia-sia, dan mereka yang tidak beriman akan mengalami siksaan yang sangat pedih.

Deskripsi Surga dan Kesejahteraan

  • "Di hari itu pula banyak wajah bersuka / karena berhasilnya segala usaha" menunjukkan kontras dengan keadaan di neraka. Mereka yang beriman dan melakukan amal baik akan mendapatkan balasan yang menyenangkan dan kekal di surga, dengan deskripsi seperti sungai berwarna, ranjang yang tertata, dan perlengkapan mewah.
  • "Mengalir di bawah sungai berwarna / ranjang-ranjang tersusun dengan rapinya" menggambarkan kebahagiaan dan kesejahteraan yang akan dinikmati oleh mereka yang memperoleh rahmat Allah, dengan rincian tentang kenyamanan dan kemewahan di surga.

Peringatan dan Panggilan untuk Refleksi

  • "Tidakkah mereka lihat betapa unta diciptakan / betapa langit ditegakkan / betapa gunung-gunung ditancapkan / dan betapa bumi dibentangkan" mengajak pembaca untuk merenungkan ciptaan Tuhan sebagai tanda kebesaran-Nya dan sebagai pengingat akan tanggung jawab moral mereka.
  • "Karenanya peringatkan! o, kau sijuru pengingat / sekali-kali bukan kau pengikat" menegaskan peran seorang pengingat atau penyampai pesan tanpa memaksa, dan mengingatkan bahwa meskipun ada orang yang berpaling atau ingkar, azab ilahi akan tetap ada bagi mereka yang melanggar.

Akhir dan Penekanan pada Pertanggungjawaban

  • Kembali kepada Allah dan Pertanggungjawaban: "Sesungguhnya kepada Kami mereka kembali / dan kami akan memperhitungkan sekali" menggarisbawahi konsep bahwa setiap amal akan dihitung dan semua orang akan kembali kepada Allah untuk mempertanggungjawabkan perbuatan mereka.

Simbolisme dan Makna

  • Simbolisme Neraka dan Surga: Neraka dalam puisi ini melambangkan siksaan dan penderitaan akibat perbuatan buruk, sedangkan surga melambangkan kebahagiaan dan imbalan bagi mereka yang melakukan amal baik. Deskripsi detil tentang kondisi masing-masing tempat memberikan kontras yang kuat antara akibat dari tindakan baik dan buruk.
  • Simbolisme Alam: Penciptaan unta, langit, gunung, dan bumi berfungsi sebagai simbol dari kekuasaan dan kebesaran Tuhan. Ini menekankan betapa pentingnya untuk merenungkan ciptaan Allah sebagai pengingat akan tanggung jawab spiritual.

Refleksi dan Kesadaran

Puisi "Huru-hara" menyajikan pesan moral dan spiritual yang mendalam tentang kehidupan setelah mati, keadilan ilahi, dan tanggung jawab individu. Dengan menggunakan simbolisme neraka dan surga serta peringatan tentang kekuasaan Tuhan, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan perbuatan mereka dan menyadari konsekuensi dari tindakan mereka di dunia dan akhirat.

Puisi “Huru-hara” karya Djamil Suherman adalah karya yang menggambarkan peristiwa hari kiamat, kontras antara siksaan neraka dan kebahagiaan surga, serta peringatan tentang tanggung jawab moral dan spiritual. Dengan struktur yang jelas dan deskripsi yang kuat, puisi ini menyampaikan pesan mendalam tentang keadilan ilahi dan kebutuhan untuk merenungkan ciptaan Tuhan sebagai pengingat akan tanggung jawab kita. Djamil Suherman berhasil menciptakan puisi yang tidak hanya menggugah emosi tetapi juga mengajak pembaca untuk berpikir lebih dalam tentang kehidupan dan akhirat.

Puisi: Huru-hara
Puisi: Huru-hara
Karya: Djamil Suherman

Biodata Djamil Suherman:
  • Djamil Suherman lahir di Surabaya, pada tanggal 24 April 1924.
  • Djamil Suherman meninggal dunia di Bandung, pada tanggal 30 November 1985 (pada usia 61 tahun).
  • Djamil Suherman adalah salah satu sastrawan angkatan 1966-1970-an.
© Sepenuhnya. All rights reserved.