Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Sajak Liar (Karya M. Taslim Ali)

Puisi "Sajak Liar" merupakan puisi yang menginspirasi pembaca untuk hidup dengan semangat yang liar, menolak kehampaan, dan memperjuangkan ...
Sajak Liar

Kami telah mual
bau bangkai kata-kata,
memoles bingkai-bingkai tua
dari cermin omong kosong.

Kami mau:
jantung hidup,
darah merah,
dendang lantang
pukulan nadi
yang menderas napas,
kian keras, hingga balapan
dengan tanggapan
otak dan hati,
otak dan hati sendiri.

Kami benci keindahan kuda pingitan
yang licin bulunya dan putih,
hidup dari persediaan.
Kami ingin:
kuda liar di tengah padang,
yang deras melepas mau hatinya,
biar tertarung, biar patah, biar mati,
berani menjuang nasib,
merebut kemujuran
dalam sanggup bangkit kembali,
dengan tenaga sendiri,
untuk turun-naik gunung... berlari,
masuk keluar lembah... berdiri,
mendesak ke cakrawala
dengan kemauan yang mendidih,
haus baru, lapar baru,
bebas memilih hidup atau mati,
mana suka: Jiwa pelopor.

Sumber: Mereka yang Dilumpuhkan (1951)

Analisis Puisi:

Puisi "Sajak Liar" karya M. Taslim Ali adalah sebuah penggambaran yang puitis tentang keinginan dan semangat yang liar, serta penolakan terhadap kehampaan dan ketidakjujuran. Dengan penggunaan bahasa yang kuat dan imajinatif, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan makna kebebasan, keberanian, dan kejujuran dalam kehidupan.

Penolakan terhadap Kehampaan dan Ketidakjujuran: Di bait pertama, puisi menyampaikan perasaan kejenuhan terhadap kata-kata yang hampa dan omong kosong. Penggunaan metafora "bau bangkai kata-kata" dan "cermin omong kosong" menggambarkan rasa muak terhadap kebohongan dan kepalsuan yang melingkupi kehidupan.

Keinginan akan Kehidupan yang Liar dan Penuh Semangat: Pada bagian berikutnya, puisi mengekspresikan keinginan yang liar dan penuh semangat untuk hidup dengan sungguh-sungguh. Keinginan akan "jantung hidup," "darah merah," dan "dendang lantang" menggambarkan keinginan untuk hidup dengan penuh semangat dan keberanian.

Penolakan terhadap Keterbatasan dan Kehampaan: Penggunaan metafora "keindahan kuda pingitan" yang melambangkan kehidupan yang terbatas dan hampa, menunjukkan penolakan terhadap norma-norma yang mengikat dan kehidupan yang tanpa semangat. Puisi menyerukan kebebasan untuk menjadi "kuda liar di tengah padang" yang hidup dengan penuh semangat dan keberanian.

Semangat Perjuangan dan Kebebasan: Pada akhir puisi, penekanan pada semangat perjuangan, kebebasan, dan keinginan untuk hidup dengan sungguh-sungguh sangat kuat. Frasa seperti "biar tertarung, biar patah, biar mati," dan "bebas memilih hidup atau mati" mencerminkan semangat untuk melawan dan hidup secara autentik, tanpa terkekang oleh norma-norma sosial atau kehampaan.

Pesan dan Makna: Puisi "Sajak Liar" merupakan seruan untuk hidup dengan sungguh-sungguh, memperjuangkan kebebasan, dan menolak kehampaan serta kepalsuan dalam kehidupan. Penggunaan gambaran-gambaran yang kuat dan imajinatif mengajak pembaca untuk merenungkan arti kebebasan dan keberanian dalam menghadapi kehidupan yang penuh dengan tantangan dan hambatan.

Dengan demikian, puisi "Sajak Liar" merupakan puisi yang menginspirasi pembaca untuk hidup dengan semangat yang liar, menolak kehampaan, dan memperjuangkan kebebasan dan kebenaran dalam kehidupan sehari-hari.

Puisi: Sajak Liar
Puisi: Sajak Liar
Karya: M. Taslim Ali

Biodata M. Taslim Ali:
  • M. Taslim Ali lahir di Painan, Sumatera Barat, pada tanggal 16 Juni 1916.
© Sepenuhnya. All rights reserved.