Puisi: Hati Nurani (Karya Sandy Tyas)

Puisi "Hati Nurani" menggambarkan ketidakpuasan yang mendalam terhadap situasi sosial dan politik yang dihadapi oleh penulis. Melalui serangkaian ...
Hati Nurani


entah, sudah berapa lama saudara, sudah berapa lama
kita senantiasa diam, senantiasa diam
terkadang campur aduk pengertian
apa ini kebijaksanaan atau penyerahan
hati pun bertambah sakit dan sakit
jiwa bertambah tersiksa dan tersiksa
bahwa kita sebagai warganegara merdeka
yang punya presiden, pemerintahan dan undang-undang
hakim, jaksa dan pengadilan
semacam tersisih tak punya arti apa-apa
kita adalah warganegara yang diejek
di atas poster dan karikatur
dalam slogan dan semboyan menipu
dalam coreng moreng tulisan dan sikap
dan kita harus diam, harus membungkam
kekuasaan telah menawarkan tekanan dan pemerasan
apakah arti yang murni dari kejahatan
bila kejujuran diputar balikkan
ditegakkan sendiri kesimpulan-kesimpulan subjektip
tanpa mata tanpa hati
kemudian dipaksakan tanpa malu
seolah hukum masyarakat yang berlaku
dan kita harus menerima tanpa syarat
tanpa protes tanpa tantangan
hakekat manusia telah diperkosa
pribadi akan dihancurkan
jiwa akan dibinasakan
tetapi hati nurani ini, hati nurani ini
yang terlalu diinjak-injak
meledaklah ia meledak
maka pecahlah kaca-kaca jendela
gedung-gedung runtuh porak-poranda
api menjalar di angkasa
tembok-tembok penuh kata
dan jiwa dipertaruhkan untuk mati
tak bisa, tak bisa kompromi
hati nurani dengan kejahatan
dasar paling dalam dari suara hati manusia
tak bisa dibujuk dengan kata
tak bisa diancam dengan kekerasan
tak bisa ditipu dengan semboyan
hati nurani yang mewakili kebenaran
tetap menuju sasaran
biar maut menghadang di moncong bedil
di dalam meriam panser dan tank baja
di mata bayonet dan kelewang
di balik barikade dan kawat berduri
tak ada yang kuasa menundukkan
tak ada yang bisa membinasakan


Sumber: Horison (November, 1966)

Analisis Puisi:
Puisi "Hati Nurani" menggambarkan ketidakpuasan yang mendalam terhadap situasi sosial dan politik yang dihadapi oleh penulis. Melalui serangkaian pertanyaan retoris dan ungkapan penuh emosi, Sandy Tyas mencurahkan perasaannya terhadap kebijakan dan keadaan yang dirasa tidak adil.

Kejahatan dalam Kebijakan dan Sistem: Penyair mengeksplorasi tema kejahatan yang terjadi dalam sistem dan kebijakan. Kritik dilontarkan terhadap penyalahgunaan kekuasaan, pemerasan, dan pengabaian hak asasi manusia. Penggambaran kebijakan yang menipu, coretan tulisan yang menyesatkan, dan kebijakan yang memutar balik kejujuran menciptakan gambaran kelam dari dunia yang seharusnya diatur oleh hukum dan keadilan.

Warganegara yang Diejek dan Merasa Tersisih: Puisi menciptakan citra seorang warganegara yang merasa diejek dan terpinggirkan. Penggunaan poster, karikatur, slogan, dan semboyan palsu membentuk gambaran manipulasi kekuasaan dan penghinaan terhadap rakyat. Pemberontakan dan kritik seolah-olah ditekan, dan rakyat dihadapkan pada keharusan untuk diam.

Hati Nurani sebagai Pusat Kejujuran dan Kebenaran: Konsep "hati nurani" menjadi pusat perhatian dalam puisi ini. Hati nurani diibaratkan sebagai suara dalam yang tidak bisa dipaksa, diancam, atau dikelabui. Penekanan pada kebenaran dan kejujuran sebagai nilai yang terus diperjuangkan oleh hati nurani menciptakan narasi kepahlawanan moral dalam menghadapi sistem yang korup.

Pemberontakan Hati Nurani dan Konsekuensinya: Penyair mengekspresikan keputusan untuk tidak menerima kejahatan dan penindasan. Hati nurani yang diinjak-injak meledak, menciptakan gambaran bencana dan pemberontakan. Gedung-gedung roboh, api menjalar, dan jiwa yang dipertaruhkan menciptakan citra dramatis dari konsekuensi pemberontakan hati nurani.

Tak Bisa Dibujuk, Diancam, atau Ditipu: Penekanan pada ketidakmampuan untuk membujuk, mengancam, atau menipu hati nurani menggambarkan kekuatan moral yang kokoh. Hati nurani mewakili kebenaran yang tidak bisa dikompromikan oleh ancaman atau tipuan.

Puisi ini menciptakan narasi perjuangan hati nurani manusia dalam menghadapi kejahatan dan penindasan dalam masyarakat dan pemerintahan. Meskipun dihadapkan pada tantangan dan risiko besar, hati nurani tetap menjadi pilar kebenaran dan kejujuran yang tidak bisa ditundukkan oleh kekuasaan dan korupsi. Sandy Tyas membangkitkan semangat perlawanan moral dan mempertanyakan nilai-nilai dalam sistem yang korup.

Puisi: Hati Nurani
Puisi: Hati Nurani
Karya: Sandy Tyas

Biodata Sandy Tyas:
  • Sandy Tyas lahir di Semarang pada tanggal 17 April 1939.
  • Sandy Tyas meninggal dunia di Jakarta pada tanggal 1 Maret 2009 (umur 69 tahun).
© Sepenuhnya. All rights reserved.