Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Kepada Penyair Besar Sutardji Calzoum Bachri (Karya Motinggo Boesje)

Puisi "Kepada Penyair Besar Sutardji Calzoum Bachri" bukan hanya sekadar catatan fisik lantai yang lecet dan kening yang lecet akibat sujud, ...
Kepada Penyair Besar
Sutardji Calzoum Bachri

Kau bilang padaku
        keningmu lecet karena
                        bersujud

Kubilang padamu
        lantai lecet karena
                sujud keningku

Sumber: Aura Para Aulia (1990)

Analisis Puisi:

Puisi "Kepada Penyair Besar Sutardji Calzoum Bachri" karya Motinggo Boesje adalah sebuah karya yang pendek namun sarat dengan makna dan penekanan pada suatu tindakan sederhana yang mendalam.

Gaya dan Kedalaman Bahasa: Puisi ini menonjolkan kekuatan bahasa yang sederhana namun penuh dengan kedalaman makna. Penggunaan kata-kata yang singkat dan padat menciptakan efek dramatis yang kuat, memfokuskan pembaca pada esensi pesan yang ingin disampaikan.

Sujud Sebagai Pusat Puisi: Sujud menjadi titik sentral dalam puisi ini. Penyair menggambarkan lantai dan kening yang lecet akibat sujud. Aktivitas sujud bukan hanya tindakan fisik, tetapi juga memiliki dimensi spiritual yang dalam. Lecetnya lantai dan kening menjadi metafora dari pengorbanan dan perjuangan dalam mencapai kedalaman spiritual.

Interaksi antara Penyair dan Sutardji Calzoum Bachri: Puisi ini membawa konversasi atau dialog antara penulisnya dan Sutardji Calzoum Bachri. Ada pernyataan dan tanggapan, menciptakan nuansa diskusi atau refleksi tentang makna sujud. Dialog ini mengeksplorasi pengalaman rohaniah dan pengorbanan dalam kegiatan beribadah.

Simbolisme dan Metafora: Lantai yang lecet dan kening yang lecet mewakili perjalanan hidup dan perjuangan dalam mencari makna spiritualitas. Simbolisme sujud menciptakan lapisan makna yang mendalam, mengajak pembaca untuk merenungkan arti dari setiap tindakan kecil yang penuh pengabdian.

Dua Perspektif Terhadap Sujud: Puisi ini menunjukkan dua perspektif terhadap sujud, satu dari Sutardji Calzoum Bachri dan satu dari Motinggo Boesje. Kontras ini menciptakan dinamika yang menarik dan menggugah pembaca untuk mempertimbangkan makna sujud dari berbagai sudut pandang.

Penekanan pada Kebersamaan Spiritual: Meskipun terdapat perbandingan antara lecetnya kening dan lantai, puisi ini menggambarkan suatu kebersamaan spiritual. Kedua penyair merasakan sujud sebagai pengalaman bersama yang mendalam dan menghubungkan mereka secara universal.

Puisi "Kepada Penyair Besar Sutardji Calzoum Bachri" bukan hanya sekadar catatan fisik lantai yang lecet dan kening yang lecet akibat sujud, tetapi lebih jauh menjadi refleksi tentang makna spiritualitas, pengorbanan, dan kebersamaan. Dengan bahasa yang sederhana namun penuh makna, Motinggo Boesje berhasil menyampaikan pesan mendalam tentang keindahan sujud sebagai bentuk ekspresi rohaniah.

Motinggo Boesje
Puisi: Kepada Penyair Besar Sutardji Calzoum Bachri
Karya: Motinggo Boesje

Biodata Motinggo Boesje:
  • Motinggo Boesje (Motinggo Busye) lahir di Kupang Kota, pada tanggal 21 November 1937.
  • Motinggo Boesje meninggal dunia di Jakarta, pada tanggal 18 Juni 1999 (pada usia 61 tahun).
  • Nama lahir Motinggo Boesje adalah Bustami Djalid.
© Sepenuhnya. All rights reserved.