Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Abad 21 (Karya Gunoto Saparie)

Puisi "Abad 21" menyoroti tantangan yang dihadapi manusia modern dalam menemukan arah hidup yang bermakna dan mempertimbangkan ulang nilai-nilai ...
Abad 21


pada abad 21 kita tak tahu lagi
perbedaan siang dan malam
menyangka langit ternyata bumi
di kejauhan cakrawala begitu kelam

pada abad 21 kita tak tahu lagi
perbedaan politik dan religi
dosa dan pahala pun berkelindan
tempat ibadat ramai namun kesepian

ini adalah zaman ketika manusia
memanjakan tubuh dan nafsu hewani
ini adalah masa ketika keraguan hati
menjadi kepastian, menjadi matematika


2021

Analisis Puisi:
Puisi "Abad 21" karya Gunoto Saparie adalah sebuah refleksi tentang zaman modern, terutama abad ke-21, yang menghadirkan pemahaman yang terputus akan banyak hal, termasuk perbedaan waktu, peran politik, nilai-nilai agama, dan tantangan moral.

Tidak Ada Batas yang Jelas: Puisi ini menghadirkan gambaran tentang kehilangan makna waktu, khususnya perbedaan antara siang dan malam. Kehilangan pemahaman tentang perbedaan ini menunjukkan ketidakjelasan yang mendasar dalam abad ke-21, yang juga ditunjukkan dalam konteks sosial, politik, dan moral.

Tidak Adanya Batas Antara Politik dan Agama: Puisi ini juga mencerminkan kerancuan antara politik dan agama, menyoroti bagaimana perbedaan antara dua hal ini semakin kabur dalam era modern. Hal ini tercermin dalam kompleksitas hubungan politik dan agama, serta di dalam tempat ibadat yang ramai namun mungkin kehilangan substansi dan kebijaksanaan rohani.

Kehilangan Nilai Moral: Puisi ini menggambarkan kecenderungan masyarakat modern untuk fokus pada hal-hal duniawi dan materialistik, dengan kecenderungan untuk memuaskan nafsu dan keinginan duniawi. Tidak hanya itu, ia menyoroti keraguan batin yang telah menjadi kepastian, mengekspresikan keraguan moral dan ketidakpastian yang menyebar dalam masyarakat.

Tantangan: Puisi ini mewakili tantangan yang dihadapi manusia pada abad ke-21, dengan kebingungan dan ketidakpastian yang semakin meresap dalam budaya dan kehidupan sehari-hari. Hal ini memunculkan kebutuhan akan kejelasan, keteraturan, dan kembali kepada nilai-nilai moral yang mendasar bagi kehidupan yang bermakna.

Puisi ini menghadirkan pandangan kritis terhadap kondisi abad ke-21, mempertanyakan pandangan dunia, moralitas, dan nilai-nilai sosial yang mengkhawatirkan. Dalam esensinya, puisi ini menyoroti tantangan yang dihadapi manusia modern dalam menemukan arah hidup yang bermakna dan mempertimbangkan ulang nilai-nilai yang dijunjung dalam era kontemporer.

Puisi: Abad 21
Puisi: Abad 21
Karya: Gunoto Saparie


BIODATA GUNOTO SAPARIE

Lahir di Kendal, Jawa Tengah, 22 Desember 1955. Pendidikan formal yang ditempuh adalah Sekolah Dasar Kadilangu, Cepiring, Kendal, Sekolah Menengah Pertama Cepiring, Kendal, Sekolah Menengah Ekonomi Atas Kendal, Akademi Uang dan Bank Yogyakarta, dan Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Semarang. Sedangkan pendidikan nonformal Madrasah Ibtidaiyyah Islamiyyah Tlahab, Gemuh, Kendal dan Pondok Pesantren KH Abdul Hamid Tlahab, Gemuh, Kendal.

Selain menulis puisi, ia juga mencipta cerita pendek, kritik sastra, esai, dan kolom, yang dimuat di sejumlah media cetak terbitan Semarang, Solo, Yogyakarta, Surabaya, Jakarta, Brunei Darussalam, Malaysia, Australia, dan Prancis. Kumpulan puisi tunggalnya yang telah terbit adalah Melancholia (Damad, Semarang, 1979), Solitaire (Indragiri, Semarang, 1981),  Malam Pertama (Mimbar, Semarang, 1996),  Penyair Kamar (Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah, Semarang, 2018), dan Mendung, Kabut, dan Lain-lain (Cerah Budaya Indonesia, Jakarta, 2019). Kumpulan esai tunggalnya Islam dalam Kesusastraan Indonesia (Yayasan Arus, Jakarta, 1986). Kumpulan cerita rakyatnya Ki Ageng Pandanaran: Dongeng Terpilih Jawa Tengah (Pusat Bahasa, Jakarta, 2004).  Novelnya Selamat Siang, Kekasih dimuat secara bersambung di Mingguan Bahari, Semarang (1978) dan Bau (Pelataran Sastra Kaliwungu, Kendal, 2019) yang menjadi nomine Penghargaan Prasidatama 2020 dari Balai Bahasa Jawa Tengah.

Ia juga pernah menerbitkan antologi puisi bersama Korrie Layun Rampan berjudul Putih! Putih! Putih! (Yogyakarta, 1976) dan Suara Sendawar Kendal (Karawang, 2015). Sejumlah puisi, cerita pendek, dan esainya termuat dalam antologi bersama para penulis lain.  Puisinya juga masuk dalam buku Manuel D'Indonesien Volume I terbitan L'asiatheque, Paris, Prancis, Januari 2012. Ia juga menulis puisi berbahasa Jawa (geguritan) di Panjebar Semangat dan Jaya Baya.

Ia menjabat Pemimpin Redaksi Kampus Indonesia (Jakarta), Tanahku (Semarang), Delik Hukum Jateng (Semarang) setelah sebelumnya menjabat Redaktur Pelaksana dan Staf Ahli Pemimpin Umum Koran Wawasan (Semarang), Pemimpin Redaksi Radio Gaya FM (Semarang), Redaktur Pelaksana Tabloid Faktual (Semarang), Redaktur Pelaksana Tabloid Otobursa Plus (Semarang), dan Redaktur Legislatif  (Jakarta).

Selain di bidang pers, ia pernah bekerja di bidang pendidikan, yaitu guru di SMP Yasbumi Cepiring, SMP PGRI Patebon, SMP Muhammadiyah Kendal, dan SMA Al-Farabi Pegandon. Ia pernah pula bekerja di CV Sido Luhur Kendal dan PT Aryacipta Adibrata Semarang.

Saat ini ia menjabat Ketua Umum Dewan Kesenian Jawa Tengah (DKJT), Fungsionaris Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Wilayah Jawa Tengah, Ketua III Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN) Jawa Tengah, dan Ketua Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah. Sebelumnya ia pernah menjabat Ketua Kelompok Studi Seni Remaja (KSSR) Kendal, Ketua Pelaksana Dewan Teater Kendal, Sekretaris Forum Komunikasi Studi Mahasiswa Kekaryaan (Fokusmaker) Jawa Tengah, Wakil Ketua Ormas MKGR Jawa Tengah, Fungsionaris DPD Partai Golkar Jawa Tengah, Sekretaris DPD Badan Informasi dan Kehumasan Partai Golkar Jawa Tengah, dan Sekretaris Bidang Kehumasan DPW Partai Nasdem Jawa Tengah. 

Sejumlah penghargaan di bidang sastra, kebudayaan, dan jurnalistik telah diterimanya, antara lain dari Kepala Perwakilan PBB di Indonesia, Menteri Perumahan Rakyat, Menteri Penerangan, Menteri Luar Negeri, Pangdam IV/ Diponegoro, dan Kepala Balai Bahasa Jawa Tengah.
© Sepenuhnya. All rights reserved.