Analisis Puisi:
Puisi "Malam Pun Jatuh di Pekanbaru" karya Gunoto Saparie menggambarkan suasana malam di kota Pekanbaru, dengan sentuhan sejarah dan kenangan. Puisi ini menggunakan bahasa yang indah dan penuh imajinasi untuk menghadirkan suasana dan nuansa yang khas dari kota tersebut.
Gambaran Kota Pekanbaru di Malam Hari: Puisi ini membuka dengan menggambarkan suasana malam di Pekanbaru, di mana jalanan basah setelah gerimis. Penggambaran ini menciptakan suasana yang teduh dan tenang di kota pada malam hari.
Penggunaan Imajinasi dan Kenangan: Penyair menggunakan imajinasi untuk membayangkan sejarah panjang kota Pekanbaru. Kata-kata seperti "riwayat, kisah, dan sejarah panjang" membawa pembaca ke dalam suasana lalu yang dirasakan oleh penyair.
Muara Sungai Siak dan Kenangan Dusun Payung Sekaki: Muara sungai Siak menjadi simbol keterikatan dengan alam dan kenangan dari masa lalu. Penyair menyiratkan tentang dusun payung sekaki, menggambarkan kenangan yang mengapung dan hadir di kota Pekanbaru.
Insomnia dan Kegagalan Menulis Puisi: Penyair menyampaikan bahwa ia menderita insomnia, yang menyebabkan kegagalan dalam mencurahkan perasaan dalam puisi. Ini mungkin menggambarkan suasana hati yang gelisah atau canggung dalam mengekspresikan perasaan.
Sultan Abdul Jalil Alamudin Syah: Penyair menyebutkan sultan Abdul Jalil Alamudin Syah yang tersenyum-senyum di kampung bukit indah. Hal ini dapat diartikan sebagai referensi sejarah atau legenda dari kota Pekanbaru yang menjadi bagian dari kenangan dan cerita rakyat.
Permainan Suasana Malam: Puisi ini menggunakan permainan antara gelap dan terang, kata dan lagu, langit dan bumi, serta kabut turun perlahan untuk menciptakan suasana dan nuansa malam yang misterius dan mendalam.
Puisi "Malam Pun Jatuh di Pekanbaru" menggambarkan suasana malam di kota Pekanbaru dengan permainan imajinasi, sejarah, dan kenangan. Penyair berhasil menciptakan suasana yang tenang dan misterius dengan bahasa yang indah dan imajinatif. Puisi ini menyajikan gambaran yang kaya tentang kota dan mengundang pembaca untuk merenungkan arti dan makna di balik kata-kata yang disusun dengan apik.
Karya: Gunoto Saparie
BIODATA GUNOTO SAPARIE
Lahir di Kendal, Jawa Tengah, 22 Desember 1955. Pendidikan formal yang ditempuh adalah Sekolah Dasar Kadilangu, Cepiring, Kendal, Sekolah Menengah Pertama Cepiring, Kendal, Sekolah Menengah Ekonomi Atas Kendal, Akademi Uang dan Bank Yogyakarta, dan Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Semarang. Sedangkan pendidikan nonformal Madrasah Ibtidaiyyah Islamiyyah Tlahab, Gemuh, Kendal dan Pondok Pesantren KH Abdul Hamid Tlahab, Gemuh, Kendal.
Selain menulis puisi, ia juga mencipta cerita pendek, kritik sastra, esai, dan kolom, yang dimuat di sejumlah media cetak terbitan Semarang, Solo, Yogyakarta, Surabaya, Jakarta, Brunei Darussalam, Malaysia, Australia, dan Prancis. Kumpulan puisi tunggalnya yang telah terbit adalah Melancholia (Damad, Semarang, 1979), Solitaire (Indragiri, Semarang, 1981), Malam Pertama (Mimbar, Semarang, 1996), Penyair Kamar (Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah, Semarang, 2018), dan Mendung, Kabut, dan Lain-lain (Cerah Budaya Indonesia, Jakarta, 2019). Kumpulan esai tunggalnya Islam dalam Kesusastraan Indonesia (Yayasan Arus, Jakarta, 1986). Kumpulan cerita rakyatnya Ki Ageng Pandanaran: Dongeng Terpilih Jawa Tengah (Pusat Bahasa, Jakarta, 2004). Novelnya Selamat Siang, Kekasih dimuat secara bersambung di Mingguan Bahari, Semarang (1978) dan Bau (Pelataran Sastra Kaliwungu, Kendal, 2019) yang menjadi nomine Penghargaan Prasidatama 2020 dari Balai Bahasa Jawa Tengah.
Ia juga pernah menerbitkan antologi puisi bersama Korrie Layun Rampan berjudul Putih! Putih! Putih! (Yogyakarta, 1976) dan Suara Sendawar Kendal (Karawang, 2015). Sejumlah puisi, cerita pendek, dan esainya termuat dalam antologi bersama para penulis lain. Puisinya juga masuk dalam buku Manuel D'Indonesien Volume I terbitan L'asiatheque, Paris, Prancis, Januari 2012. Ia juga menulis puisi berbahasa Jawa (geguritan) di Panjebar Semangat dan Jaya Baya.
Ia menjabat Pemimpin Redaksi Kampus Indonesia (Jakarta), Tanahku (Semarang), Delik Hukum Jateng (Semarang) setelah sebelumnya menjabat Redaktur Pelaksana dan Staf Ahli Pemimpin Umum Koran Wawasan (Semarang), Pemimpin Redaksi Radio Gaya FM (Semarang), Redaktur Pelaksana Tabloid Faktual (Semarang), Redaktur Pelaksana Tabloid Otobursa Plus (Semarang), dan Redaktur Legislatif (Jakarta).
Selain di bidang pers, ia pernah bekerja di bidang pendidikan, yaitu guru di SMP Yasbumi Cepiring, SMP PGRI Patebon, SMP Muhammadiyah Kendal, dan SMA Al-Farabi Pegandon. Ia pernah pula bekerja di CV Sido Luhur Kendal dan PT Aryacipta Adibrata Semarang.
Saat ini ia menjabat Ketua Umum Dewan Kesenian Jawa Tengah (DKJT), Fungsionaris Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Wilayah Jawa Tengah, Ketua III Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN) Jawa Tengah, dan Ketua Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah. Sebelumnya ia pernah menjabat Ketua Kelompok Studi Seni Remaja (KSSR) Kendal, Ketua Pelaksana Dewan Teater Kendal, Sekretaris Forum Komunikasi Studi Mahasiswa Kekaryaan (Fokusmaker) Jawa Tengah, Wakil Ketua Ormas MKGR Jawa Tengah, Fungsionaris DPD Partai Golkar Jawa Tengah, Sekretaris DPD Badan Informasi dan Kehumasan Partai Golkar Jawa Tengah, dan Sekretaris Bidang Kehumasan DPW Partai Nasdem Jawa Tengah.
Sejumlah penghargaan di bidang sastra, kebudayaan, dan jurnalistik telah diterimanya, antara lain dari Kepala Perwakilan PBB di Indonesia, Menteri Perumahan Rakyat, Menteri Penerangan, Menteri Luar Negeri, Pangdam IV/ Diponegoro, dan Kepala Balai Bahasa Jawa Tengah.
