Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Tik-Tok (Karya Ikranagara)

Puisi "Tik-Tok" karya Ikranagara adalah sebuah kritik tajam terhadap kehidupan modern yang terjerat dalam siklus konsumsi media dan teknologi, yang ..
Tik-Tok (1)

Aku dapatkan jam weker terbaring di atas kursi di depan layar elektronika
yang melek terus menerus. Aku dapatkan air mata mengering di lantai.
Adakah ini air mata bahagia yang menyeruak dari hayalan dongeng bahagia
di layar elektronika ditayangkan tadi malam?
Ataukah ini tak lain dari air mata kegetiran juga yang diseka dari pipi-pipi
kita oleh tangan-tangan kehidupan nyata sehari-hari?
Adakah karena hidup sehari-hari tak lagi bisa menghibur maka tiktok pun
sibuk merajut hayalan dongeng bahagia di layar elektronika – sepanjang
malam? sepanjang tahun? sampai ke akhir abad?
Yeah… bahkan lebih dari itu! Tampaknya hayalan dongeng bahagia ini
akan menerobos gerbang elektronika masuk ke ruang waktu berikutnya
"... tik-tok tik-tok tik-tok tik-tok tik-tok ..."
Tapi, nanti dulu! Menjalani hidup sehari-hari dari tik-tok ke tik-tok seperti ini?
Wah, siapa pula orangnya yang memulai rancang bangunnya
kalau bukan kita sendirilah juga yang mengolahnya dari bertiktok-tiktok
mimpi emas tentang hari esok?

Tik-Tok (2)

– tik ...
– tik-tik ...
– tik-tik-tik-tik-tik-tik-tik-tik ...
"Selamat datang, tiktok-tiktok
yang tiba di buaian bayi waktu!"
– tik tok tik tok tak-ka-tik tak-ka-tok ...
– kriing...
– tik tok tik-tik-tok tik tok tik-tik-tok tik tok ...
– kriing...
– tik tok tak-ka-tik k'tik-k'tik tik-tik-k'tok ...
– kriing...
“Wah wah wah... hebat!
Semangat tinggi! Semoga sukses!”

– … tok, ...tok, ...tok, ...tok...
"Kami berduka
untuk tiktok yang telah mendahului kita."
– tik ...
– tik-tik ...
– tik-tik-tik-tik-tik-tik-tik-tik ...
"Selamat datang, tiktok-tiktok
yang tiba di buaian bayi waktu!"
Stop! Inikah upacara rutin kita di bawah langit? di bawah langit-langit? di
depan layar elektronika?
Wah! Tampaknya alam mimpi kita bukan hanya sudah dipalsukan
pada layar elektronika oleh dan untuk berbagai kepentingan!
Alam mimpi kita juga telah dinistakan di dalam hidup sehari-hari
yang nyata-nyata terbukti kita semua tak kunjung bisa membendung
genangan air mata dan darah,
tak mampu menghentikan rasa getir menyeruak dari hidup sehari-hari,
dan kebisuan pun meraja di sudut-sudut gelap di alam rawa-rawa
dalam relung dada para tokoh setiap zaman, kuburan bagi semua mayat
tiktok!
Upacara airmata mengering di lantai tak juga usai.
Jam weker duduk di depan layar elektronika akan terus berlangsung.
Penayangan mimpi emas fantasia di layar elektronika akan tetap ada saat
siang dan malam hari silih berganti.
– tik tok tik tok tak-ka-tik tak-ka-tok
– kriing...
– tik tok tik-tik-tok tik tok tik-tik-tok tik tok
– kriing...
– tik tok tak-ka-tik k’tik-k’tik tik-tik-k’tok
– kriing...

2007

Analisis Puisi:

Puisi "Tik-Tok" karya Ikranagara adalah sebuah kritik tajam terhadap kehidupan modern yang terjerat dalam siklus konsumsi media dan teknologi, yang kadang-kadang memicu ketidakpuasan dan kekosongan emosional. Melalui gambaran yang kuat dan nada yang mendalam, puisi ini memperlihatkan konflik antara realitas hidup dan dunia maya yang semakin menguasai kita.

Pertarungan Antara Realitas dan Fantasi: Puisi ini menggambarkan pertarungan antara realitas hidup sehari-hari dan dunia fantasi yang diciptakan oleh media elektronik, seperti layar televisi dan perangkat-perangkat digital lainnya. Para pembaca dibawa ke dalam refleksi tentang bagaimana realitas kehidupan sehari-hari mungkin tidak lagi memberikan penghiburan atau makna yang memadai, sehingga manusia beralih kepada media sebagai bentuk pelarian.

Simbolisme Jam Weker dan Layar Elektronika: Jam weker yang terbaring di depan layar elektronika adalah gambaran simbolis tentang bagaimana kita, sebagai individu, terperangkap dalam alur waktu dan pengalihan perhatian yang terus-menerus oleh teknologi. Layar elektronika menjadi jendela ke dunia maya yang membingungkan dan terkadang mengaburkan batas antara realitas dan khayalan.

Kritik terhadap Konsumsi Media: Puisi ini menyoroti bagaimana konsumsi media, seperti TikTok, menjadi bagian integral dari kehidupan kita sehari-hari. Dalam upacara yang monoton dan hampa, kita disuguhi dengan gambaran yang suram tentang bagaimana mimpi-mimpi kita, baik di layar maupun di kehidupan nyata, seringkali tidak lebih dari sekadar ilusi yang tidak dapat diwujudkan.

Kesadaran akan Keterbatasan Manusia: Dalam dua bagian puisi ini, pembaca dihadapkan pada realitas pahit akan keterbatasan manusia. Meskipun kita membangun dan menelusuri mimpi-mimpi kita, pada akhirnya kita hanya debu dan kerangka yang lemah. Puisi ini mengajak kita untuk merenungkan kembali arti dan tujuan kehidupan yang sesungguhnya.

Makna Akhir dan Keterusiran: Puisi ini menyentuh pada makna akhir kehidupan, di mana setiap "tik-tok" menandai perjalanan menuju akhir yang tidak dapat dielakkan. Namun, dalam kehampaan upacara yang terus berlangsung, kita masih dihadapkan pada kenyataan bahwa keterusiran dan ketidakpuasan tetap ada, bahkan dalam kematian.

Dengan kata-kata yang kuat dan gambaran yang jelas, puisi "Tik-Tok" memaksa kita untuk merenungkan peran teknologi dan media dalam kehidupan kita, serta mengajukan pertanyaan yang mendalam tentang hakikat kebahagiaan dan makna hidup. Dalam kehampaan dan kekosongan yang dihadapi, puisi ini mengajak kita untuk mempertanyakan kembali nilai-nilai yang benar-benar berarti dalam kehidupan kita yang singkat ini.


Puisi: Tik-Tok
Puisi: Tik-Tok
Karya: Ikranagara

Biodata Ikranagara
  • Ikranagara lahir pada tanggal 19 September 1943 di Loloan Barat, Jembrana, Bali.
© Sepenuhnya. All rights reserved.