Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Hari Tua (Diterjemahkan oleh Chairil Anwar)

Puisi "Hari Tua," yang diterjemahkan oleh Chairil Anwar, menggambarkan perasaan dan pandangan seseorang yang menuju ke masa tua. Puisi ini ....
Hari Tua

Tetaplah padaku juita, sebab api makin mati
Anjingku dan aku sudah tua, ketuaan bakal mengelana
Lelaki bernapsu teruna bikin mengkilang pencaran air terbang
    sangat kaku akan bakal mencinta
untuk maju, terlalu beku bercinta

Kuambil buku dan dekatkan diri pada dian
Bolak balik lembaran kuning lama; dari menit ke menit
Jam berdetik kena kalbuku; sebuah kawat kering
Bergerak
Aku tidak kuasa layari lautanmu, aku tidak kuasa edari
Ladangmu, juga pegununganmu, juga lembahmu
Tidak bakal lagi, juga tidak pertarungan nun di sana
Di mana perwira muda kumpulkan lagi barisan yang pecah
Hanya tinggal tenang sedangkan pikiranku mengenangkan
Keindahan nyala/api dari keindahan

Sumber: Chairil Anwar Pelopor Angkatan 45 (1956)

Analisis Puisi:

Puisi "Hari Tua," yang diterjemahkan oleh Chairil Anwar, menggambarkan perasaan dan pandangan seseorang yang menuju ke masa tua. Puisi ini mengangkat tema tentang penuaan, perubahan dalam hubungan, dan refleksi terhadap masa lalu.

Kerapuhan Masa Tua: Puisi ini memulai dengan menyuarakan perasaan ketidakpastian dan ketakutan terhadap masa tua. Penggunaan metafora "api makin mati" mencerminkan semangat yang semakin redup seiring penuaan. Perasaan lemah dan rapuhnya tubuh tercermin melalui gambaran "anjingku dan aku sudah tua."

Perubahan dalam Hubungan: Penutur merenungkan perubahan dalam hubungan dan kehidupan yang diakibatkan oleh penuaan. Gambaran "lelaki bernapsu teruna" menggambarkan masa muda yang penuh semangat, kontras dengan gambaran "terlalu beku bercinta" yang menggambarkan kaku dan kedinginan dalam penuaan.

Nostalgia dan Refleksi: Penutur merenungkan masa lalu dengan membaca "lembaran kuning lama" dari buku. Ini menunjukkan pengenangan dan nostalgia terhadap momen-momen yang telah berlalu. Penggunaan gambaran jam yang berdetik menggambarkan perasaan terbatasnya waktu dan tuntutan waktu dalam memandang kembali.

Ketidakmampuan dan Penyesalan: Penutur merasa tidak mampu lagi melakukan banyak hal, seperti menjelajahi lautan, melintasi ladang, atau pegunungan. Penggunaan "aku tidak kuasa" menggambarkan perasaan lemah dan penyesalan atas kehilangan kemampuan fisik dan kejayaan masa lalu.

Keindahan dalam Kenangan: Puisi ini diakhiri dengan merenungkan tentang keindahan nyala api dalam kenangan. Meskipun penutur merasa kaku dan tidak mampu lagi, kenangan tentang keindahan dan semangat masa lalu tetap ada.

Puisi "Hari Tua" adalah sebuah karya yang menyoroti tema penuaan, perubahan dalam hubungan, dan refleksi terhadap masa lalu. Dengan penggunaan gambaran dan metafora yang kuat, Chairil Anwar berhasil menggambarkan perasaan dan pikiran yang melingkupi seseorang ketika menghadapi hari tua dan merenungkan perjalanan hidup yang telah dijalani.

Chairil Anwar
Puisi: Hari Tua
Diterjemahkan oleh: Chairil Anwar
Karya asli: -
Judul asli: -

Biodata Chairil Anwar:
  • Chairil Anwar lahir di Medan, pada tanggal 26 Juli 1922.
  • Chairil Anwar meninggal dunia di Jakarta, pada tanggal 28 April 1949 (pada usia 26 tahun).
  • Chairil Anwar adalah salah satu Sastrawan Angkatan 45.
© Sepenuhnya. All rights reserved.