Puisi: Mukadimah (Karya Arifin C. Noer)

Puisi "Mukadimah," Arifin C. Noer mengajak pembaca untuk merenungkan tindakan dan niat di balik setiap langkah dalam hidup, serta untuk memahami ...
Mukadimah


Puisi-puisi membutuhkan keberanian
sebagaimana perempuan-perempuan yang berjuang di ranjang
untuk kehadiran anaknya

Segala yang kita punyai harus diserahkan
tanpa sezarrah pun mengharap balasan
Sorga itu sendiri tak begitu baik diharapkan

kecuali rahmat-Nya yang menyerahkan
Apa yang kita lakukan sekarang
hanyalah digerakkan rasa percintaan yang mendalam
antara kita. Dimana tak ada istirah
ataupun kata pisah yang sempat diucapkan
Sebab sadar kehidupan berjalan
tanpa satu pun yang mampu menghalang
Sebab itu mengertilah apa yang kukerjakan sekarang

Semuanya dilahirkan untuk dikorbankan
Agar jarak Bumi dan 'Arasy
tak begitu jauh
Sehingga cahaya
menimpa apa yang ada dengan sempurna
Mengertilah. Tanah air telah pula mengajarkan
bagaimana mesti kita bercinta
dan mempertahankan segala kebenaran.



Sumber: Horison (Desember, 1966)

Analisis Puisi:
Puisi "Mukadimah" karya Arifin C. Noer merupakan karya sastra yang sarat dengan makna filosofis, mengeksplorasi keberanian, pengorbanan, dan rasa cinta yang mendalam. Dalam setiap baitnya, penyair mengajak pembaca untuk merenung tentang nilai-nilai kehidupan dan hubungan dengan Tuhan.

Keberanian Seperti Perjuangan Perempuan di Ranjang Persalinan: Bait pertama memulai dengan perbandingan keberanian dalam menulis puisi dengan perjuangan perempuan di ranjang persalinan. Penyair menempatkan proses kreatif menulis puisi sebagai suatu bentuk keberanian yang membutuhkan ketekunan dan upaya, mirip dengan ketekunan perempuan yang berjuang untuk melahirkan anaknya.

Pengorbanan Tanpa Mengharap Balasan: Penyair menggarisbawahi konsep pengorbanan tanpa mengharap balasan di bait kedua. Puisi ini menyiratkan filosofi memberikan yang terbaik tanpa terikat oleh harapan untuk menerima imbalan. Bahkan, sorga pun digambarkan tidak selalu memberikan kebaikan yang kita harapkan, dan inilah aspek kesejatian dalam memberikan.

Rasa Percintaan yang Mendalam sebagai Pendorong Tindakan: Bait ketiga menggambarkan tindakan yang didorong oleh rasa percintaan yang mendalam. Keberanian dan pengorbanan yang diungkapkan sebelumnya kini didasari oleh rasa cinta yang tulus. Kata-kata "antara kita" menunjukkan hubungan yang saling memperkaya, di mana tak ada kata "istirah" atau "pisah" yang mampu menghalangi.

Kehidupan yang Tak Terhalang oleh Apapun: Penyair menekankan realitas bahwa kehidupan terus berjalan tanpa terhalang oleh apapun. Penyair membangun pemahaman bahwa tidak ada halangan yang dapat menghentikan roda kehidupan. Sebagai manusia, kita diingatkan untuk menyadari hal ini dan memahami tindakan kita.

Pengertian Terhadap Pengorbanan dan Tujuan Kehidupan: Penyair mengajak pembaca untuk memahami tindakan yang dilakukan saat ini. Puisi ini menciptakan kesadaran akan makna dan tujuan di balik segala perbuatan. Semua yang dilahirkan, menurut penyair, bertujuan untuk dikorbankan, mengurangi jarak antara Bumi dan 'Arasy (Arsy), dan mendapatkan cahaya yang sempurna.

Bercinta Sebagaimana Tanah Air Mengajarkan: Penutup puisi menyoroti pelajaran dari tanah air tentang cara kita seharusnya bercinta dan mempertahankan kebenaran. Kata-kata ini mengandung nuansa patriotisme dan filosofi cinta tanah air sebagai pengajaran tentang pengorbanan dan kebenaran.

Melalui puisi "Mukadimah," Arifin C. Noer merangkai kata-kata yang penuh makna, menyampaikan pesan keberanian, pengorbanan, dan cinta dalam konteks kehidupan dan spiritualitas. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan tindakan dan niat di balik setiap langkah dalam hidup, serta untuk memahami arti sejati dari pengorbanan dan cinta.

Puisi Arifin C. Noer
Puisi: Mukadimah
Karya: Arifin C. Noer

Biodata Arifin C. Noer:
  • Arifin C. Noer (nama lengkapnya adalah Arifin Chairin Noer) lahir pada tanggal 10 Maret 1941 di kota Cirebon, Jawa Barat.
  • Arifin C. Noer meninggal dunia pada tanggal 28 Mei 1995 di Jakarta.
  • Arifin C. Noer adalah salah satu Sastrawan Angkatan 66.
© Sepenuhnya. All rights reserved.