Analisis Puisi:
Puisi "Pagi di Kampung Halaman" karya Gunoto Saparie menciptakan gambaran kehidupan di sebuah desa pada waktu pagi. Dalam dua bagian puisi tersebut, penyair merinci atmosfer pagi yang lembab dan dingin di kampung halaman, memperlihatkan kehidupan yang tumbuh dan berkembang di tengah alam.
Puisi Pagi di Kampung Halaman (1)
Penyair menggambarkan suasana pagi yang lembab di desa, di mana matahari belum muncul dan awan serta hujan masih menyelimuti. Meskipun demikian, kehidupan di desa sudah dimulai dengan tangan dan kaki yang bergerak aktif.
Puisi menyuguhkan unsur kehidupan sehari-hari seperti nasi, kopi, dan rezeki, yang menjadi bagian dari misteri nasib manusia. Ada kegelisahan dan ketidakpastian yang terkandung dalam pengungkapan misteri nasib yang terbantun.
Puisi ini juga menyoroti kehidupan anak-anak yang harus berhadapan dengan hujan, memberikan gambaran tentang ketahanan dan keuletan dalam menghadapi kondisi alam yang keras.
Puisi Pagi di Kampung Halaman (2)
Bagian kedua puisi membuka dengan pengalaman penyair yang terbangun oleh nyanyian burung dan suara hewan-hewan di desa. Suara burung berkicau, kokok ayam, dan lenguh kerbau memberikan kesan kehidupan yang aktif dan harmonis dengan alam.
Puisi ini juga menyoroti elemen alam seperti air kali yang mengalir ke sawah, menggambarkan kehidupan desa yang erat kaitannya dengan siklus alam. Tafsiran terhadap fajar yang akan segera muncul memberikan kesan keagungan dan keindahan alam yang akan segera terkuak pada saat subuh.
Analisis Keseluruhan
Puisi ini secara keseluruhan menggambarkan kehidupan sederhana di kampung halaman, menyoroti keunikan dan keindahan dalam kehidupan pedesaan. Penggunaan gambaran alam, seperti cahaya matahari yang belum ada dan suara burung yang berkicau, menciptakan suasana yang autentik dan menggugah imajinasi pembaca.
Puisi ini juga mengandung makna filosofis tentang kehidupan, nasib, dan keberanian menghadapi tantangan alam. Dengan gaya bahasa yang sederhana namun mengandung kedalaman makna, Gunoto Saparie berhasil menyampaikan pesan keindahan dan kehidupan di kampung halaman melalui karyanya ini.
Puisi: Pagi di Kampung Halaman
Karya: Gunoto Saparie
Biodata Gunoto Saparie:
Gunoto Saparie lahir di Kendal, Jawa Tengah, 22 Desember 1955. Pendidikan formal yang ditempuh adalah Sekolah Dasar Kadilangu, Cepiring, Kendal, Sekolah Menengah Pertama Cepiring, Kendal, Sekolah Menengah Ekonomi Atas Kendal, Akademi Uang dan Bank Yogyakarta, dan Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Semarang. Sedangkan pendidikan nonformal Madrasah Ibtidaiyyah Islamiyyah Tlahab, Gemuh, Kendal dan Pondok Pesantren KH Abdul Hamid Tlahab, Gemuh, Kendal.
Selain menulis puisi, ia juga mencipta cerita pendek, kritik sastra, esai, dan kolom, yang dimuat di sejumlah media cetak terbitan Semarang, Solo, Yogyakarta, Surabaya, Jakarta, Brunei Darussalam, Malaysia, Australia, dan Prancis. Kumpulan puisi tunggalnya yang telah terbit adalah Melancholia (Damad, Semarang, 1979), Solitaire (Indragiri, Semarang, 1981), Malam Pertama (Mimbar, Semarang, 1996), Penyair Kamar (Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah, Semarang, 2018), dan Mendung, Kabut, dan Lain-lain (Cerah Budaya Indonesia, Jakarta, 2019). Kumpulan esai tunggalnya Islam dalam Kesusastraan Indonesia (Yayasan Arus, Jakarta, 1986). Kumpulan cerita rakyatnya Ki Ageng Pandanaran: Dongeng Terpilih Jawa Tengah (Pusat Bahasa, Jakarta, 2004). Novelnya Selamat Siang, Kekasih dimuat secara bersambung di Mingguan Bahari, Semarang (1978) dan Bau (Pelataran Sastra Kaliwungu, Kendal, 2019) yang menjadi nomine Penghargaan Prasidatama 2020 dari Balai Bahasa Jawa Tengah.
Ia juga pernah menerbitkan antologi puisi bersama Korrie Layun Rampan berjudul Putih! Putih! Putih! (Yogyakarta, 1976) dan Suara Sendawar Kendal (Karawang, 2015). Sejumlah puisi, cerita pendek, dan esainya termuat dalam antologi bersama para penulis lain. Puisinya juga masuk dalam buku Manuel D'Indonesien Volume I terbitan L'asiatheque, Paris, Prancis, Januari 2012. Ia juga menulis puisi berbahasa Jawa (geguritan) di Panjebar Semangat dan Jaya Baya.
Ia menjabat Pemimpin Redaksi Kampus Indonesia (Jakarta), Tanahku (Semarang), Delik Hukum Jateng (Semarang) setelah sebelumnya menjabat Redaktur Pelaksana dan Staf Ahli Pemimpin Umum Koran Wawasan (Semarang), Pemimpin Redaksi Radio Gaya FM (Semarang), Redaktur Pelaksana Tabloid Faktual (Semarang), Redaktur Pelaksana Tabloid Otobursa Plus (Semarang), dan Redaktur Legislatif (Jakarta).
Kini ia masih aktif menjadi Redaktur Pelaksana Majalah Info Koperasi (Kendal), Majalah Justice News (Semarang), dan Majalah Opini Publik (Blora).
Saat ini ia menjabat Ketua Umum Dewan Kesenian Jawa Tengah (DKJT), Fungsionaris Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Wilayah Jawa Tengah, Ketua III Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN) Jawa Tengah, dan Ketua Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah. Sebelumnya ia pernah menjabat Ketua Kelompok Studi Seni Remaja (KSSR) Kendal, Ketua Pelaksana Dewan Teater Kendal, Sekretaris Forum Komunikasi Studi Mahasiswa Kekaryaan (Fokusmaker) Jawa Tengah, Wakil Ketua Ormas MKGR Jawa Tengah, Fungsionaris DPD Partai Golkar Jawa Tengah, Sekretaris DPD Badan Informasi dan Kehumasan Partai Golkar Jawa Tengah, dan Sekretaris Bidang Kehumasan DPW Partai Nasdem Jawa Tengah.
Sejumlah penghargaan di bidang sastra, kebudayaan, dan jurnalistik telah diterimanya, antara lain dari Kepala Perwakilan PBB di Jakarta dan Nairobi, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia Pusat, Menteri Perumahan Rakyat, Menteri Penerangan, Menteri Luar Negeri, Menteri Lingkungan Hidup, Pangdam IV/ Diponegoro, dan Kepala Balai Bahasa Jawa Tengah. Selain itu, di tengah kesibukannya menulis, ia kadang diundang untuk membaca puisi, menjadi juri lomba kesenian, pemakalah atau pembicara pada berbagai forum kesastraan dan kebahasaan, dan mengikuti sejumlah pertemuan sastrawan di Indonesia dan luar negeri.