Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Balada Perempuan-Perempuan Tercinta (Karya Iman Budhi Santosa)

Puisi "Balada Perempuan-Perempuan Tercinta" karya Iman Budhi Santosa menggambarkan perempuan sebagai sosok yang penuh kasih, kuat, cerdas, dan ...
Balada Perempuan-Perempuan Tercinta

Perempuan-perempuan tercinta memaparkan kasih
tatkala kita berkubang darah
di pangkuannya. Semenjak tarikan nafas pertama
sampai terputusnya ikatan semesta.
Melalui tetak tajamnya kulit bambu
maka jadilah aku, seperti kalian
menangis mendengar suara azan
nyaring dibisikkan pada telinga kanan.
Namun serentak pula terpejam
lantaran setetes madu, puting susu
serta kehangatan selimut beledu
seia-sekata menyatakan ada sorga
di bawah telapak kaki perempuan
yang melahirkan kita

bagaikan jentera. Liat lenturnya
ibarat benang-benang sutera.
Matahari di kepala, bayi merah di punggungnya
Tangannya menari, menyelinap di antara bulir padi
dengan kinanthi mempersembahkan puji
bagi Sang Hyang Seri. Dengan dhandhanggula
Siap menidurkan para lelaki, menggoyang
dangau bambu menjadi seakan beralaskan permadani.
Demikianlah. Ia adalah permaisuri
penyambung rusuk kita kanan kiri
adalah pundi-pundi tempat menyimpan
sejumlah arti. Menjadi bunga
waktu menerima tamu di beranda
menjadi gerimis
di tengah kemarau lama. Garam
bagi kehidupan
gemercik sungai malam hari. Orang pertama
yang bakal menangis, meratapi
manakala kita kembali ke sisi Illahi

Perempuan-perempuan cendekia, memahami luka
lewat gigitan selendang yang terselempang
di pundaknya, terali besi yang tersembunyi
di balik kain kebaya, berates tahun
menjadikannya perhiasan semata. Sesekali
terpakai ikut menyemarakkan upacara
selesai itu tempatnya kembali ke dasar
kotak kayu cendana. Bercampur bau setanggi
tombak dan keris pusaka. Sampai matahari
menghantarkan pagi, satu persatu mereka pun
bangikit dari mimpi. Satu persatu berkeramas
membersihkan diri. Satu persatu berpencar
mengikuti kelapak sayap merpati
melesat mengungkap rahasia langit dan matahari
agar ilmu Tuhan segera menyentuh bumi
agar kata dan angka saling melengkapi
seperti Bima dan Arimbi
seperti Pergiwa dan Pergiwati

Perempuan-perempuan terpana, menganggap Sinta
telah mati di hutan Dandaka. Menuduh Subadra
biang keladi pemberhalaan
terhadap kejantanan serta kharisma
sehabis malapetaka Anjani melahirkan kera
kemudian menyusul Kunthi harus menimang Basukarna
meski ada yang meniru Banowati
malam-malam melompati jendela
pura-pura tertegun mendengar Drupadi
menjatuhkan punagi keramas menggunakan
darahnya Dursasana. Walau sebenarnya mengerti
semuanya tak pernah ada. Kecuali Kartini
atau Sartika. Atau Maria. Atau Khadijah
atau Aisyah. Hanya satu atau dua yang patut
dan bernilai sejarah.
Selebihnya hanyalah rumput
namun mulia, apabila berpaut
menutup kegersangan jiwa kita yang papa.
Rumah sejati bagi para khalifah
selama cintanya terbukti dan menjadi sedarah
biarkan batinnya menari
sesekali kita merendah. Biarkan pula raganya
mencari bunga yang paling wangi untuk istirah
semacam keheningan lembah. Biar di hatinya
hanya ada seorang lelaki boleh berkemah

1985

Sumber: Dunia Semata Wayang (2005)

Analisis Puisi:

Puisi "Balada Perempuan-Perempuan Tercinta" karya Iman Budhi Santosa adalah sebuah karya sastra yang memuja dan merayakan peran perempuan dalam berbagai aspek kehidupan. Puisi ini menggambarkan perempuan sebagai sosok yang penuh kasih, kuat, cerdas, dan berharga.

Pemujaan Terhadap Perempuan: Puisi ini secara jelas dan tulus memuja perempuan. Penyair memandang perempuan sebagai sosok yang luar biasa dan tak ternilai. Mereka dianggap sebagai sumber kasih sayang, kekuatan, kebijaksanaan, dan keindahan. Puisi ini menciptakan citra positif tentang perempuan.

Peran Ibu: Puisi ini menyoroti peran ibu dalam mengandung, melahirkan, dan merawat anak. Ibu dianggap sebagai tempat awal kehidupan dan sumber cinta yang tak terbatas. Puisi ini menggambarkan perjuangan seorang ibu selama proses kelahiran dan pengasuhan anak-anaknya.

Perempuan Sebagai Pemelihara Budaya: Puisi ini menggarisbawahi bahwa perempuan adalah pemelihara budaya dan tradisi. Mereka menjaga kearifan lokal dan nilai-nilai tradisional, yang merupakan bagian penting dari identitas suatu bangsa.

Perempuan Cendekia: Puisi ini juga menghargai perempuan sebagai individu yang memiliki potensi intelektual. Mereka diajarkan untuk memahami dunia dengan baik dan mampu berperan dalam pembangunan pengetahuan dan masyarakat.

Simbolisme dan Metafora: Puisi ini menggunakan banyak simbolisme dan metafora untuk menggambarkan perempuan. Misalnya, penggambaran "Matahari di kepala" menciptakan citra keberanian dan kekuatan perempuan. Begitu juga dengan gambaran tentang perempuan yang "berputar bagaikan jentera" dan "berates tahun," yang menggambarkan kerja keras dan ketahanan mereka.

Kritik Terhadap Persepsi Negatif Terhadap Perempuan: Puisi ini juga mencerminkan kritik terhadap stereotip atau pandangan negatif terhadap perempuan. Penyair menekankan bahwa banyak perempuan telah mengalami penindasan atau kesalahan persepsi. Ini adalah pengingat untuk menghargai dan menghormati perempuan tanpa prasangka.

Kesederhanaan dan Kehormatan: Puisi ini menunjukkan kesederhanaan dalam menggambarkan perempuan sebagai "rumput" namun dalam waktu yang sama memberi kehormatan besar pada peran mereka dalam menjaga keharmonisan dan keseimbangan dalam kehidupan.

Secara keseluruhan, "Balada Perempuan-Perempuan Tercinta" adalah sebuah puisi yang merayakan keberagaman perempuan dan menghargai kontribusi mereka dalam kehidupan, budaya, dan masyarakat. Puisi ini mengangkat martabat perempuan dan mengajak pembaca untuk menghormati, mencintai, dan menghargai perempuan dalam berbagai perannya.

Iman Budhi Santosa
Puisi: Balada Perempuan-Perempuan Tercinta
Karya: Iman Budhi Santosa

Biodata Iman Budhi Santosa:
  • Iman Budhi Santosa pada tanggal 28 Maret 1948 di Kauman, Magetan, Jawa Timur, Indonesia.
  • Iman Budhi Santosa meninggal dunia pada tanggal 10 Desember 2020 (pada usia 72 tahun) di Dipowinatan, Yogyakarta, Indonesia.
© Sepenuhnya. All rights reserved.