Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Di Padang Luas Membentang (Karya Emha Ainun Nadjib)

Puisi “Di Padang Luas Membentang” karya Emha Ainun Nadjib bercerita tentang seorang individu yang berdiri di padang luas, meresapi alam, melepaskan ..

Di Padang Luas Membentang


Di padang luas membentang
Kuingin berlari dan melepaskan.

Rumput, batu, angin, pohonan
Kembang lily tak disentuh tangan

Tak kuganggu air di sungai
Yang mengalir, melukisi wajah bumi

Aku berdiri, aku melompat dan bernyanyi
Samua merdeka, dan sekaligus sepi

Matahari memandangku
Aku memandang matahari

Ia-lah pemandanganku
Akulah pemandangannya

Kau dan aku saling memandang
Tapi tak saling menentukan

Haaai! Di padang luas membentang
Kuingin berlari dan melepaskan!

1976

Sumber: Horison (Februari, 1979)

Analisis Puisi:

Puisi “Di Padang Luas Membentang” karya Emha Ainun Nadjib adalah luapan kontemplatif tentang kebebasan, kesendirian, dan hubungan antara manusia dengan alam dan keberadaan. Dengan bahasa sederhana namun sarat makna, puisi ini menghadirkan lanskap terbuka—padang luas—sebagai simbol ruang batin yang luas pula, tempat manusia ingin berlari, bernyanyi, dan melepaskan diri dari segala keterikatan.

Tema

Tema utama puisi ini adalah kebebasan eksistensial dan spiritual manusia dalam kesendirian yang merdeka.

Puisi ini mengajak pembaca untuk merasakan momen ketika manusia berdiri sendiri di hadapan alam dan Tuhan—terlepas dari belenggu sosial, hiruk pikuk dunia, dan ekspektasi siapa pun. Kebebasan yang digambarkan di sini bukan pemberontakan, melainkan pembebasan jiwa yang paling hakiki.

Makna Tersirat

Puisi ini menyimpan beberapa makna tersirat yang dalam dan filosofis:
  • Padang luas adalah metafora bagi ruang batin manusia, tempat jiwa bisa menari dan bernyanyi tanpa dikekang.
  • Kalimat "kuingin berlari dan melepaskan" menandakan keinginan untuk membebaskan diri dari tekanan, batasan, dan mungkin identitas sosial yang semu.
  • Hubungan antara "aku" dan "matahari" sebagai dua entitas yang saling memandang tetapi tidak saling menentukan, mencerminkan kesadaran spiritual bahwa eksistensi makhluk dan Sang Pencipta saling menyaksikan, tetapi tetap utuh dalam kebebasan masing-masing.
  • "Semua merdeka, dan sekaligus sepi" menyiratkan bahwa kebebasan sejati selalu berdampingan dengan kesendirian yang sunyi—sebuah renungan mendalam akan harga yang harus dibayar dalam kebebasan penuh.
Puisi ini bercerita tentang seorang individu yang berdiri di padang luas, meresapi alam, melepaskan keterikatan, dan ingin menyatu dengan semesta. Ini bukan narasi tentang pelarian, tetapi tentang penerimaan, keterbukaan, dan pencerahan.

Di tengah bentangan alam, tokoh "aku" tidak ingin mengganggu apapun—air, bunga, bahkan angin. Ia hanya ingin menjadi bagian dari semesta secara utuh, dan menemukan kebebasan di dalamnya.

Suasana dalam Puisi

Suasana puisi ini terasa hening, merdeka, dan kontemplatif. Tidak ada hiruk pikuk, tidak ada konflik, hanya ada kesunyian yang bermakna dan alam yang menerima.

Ketenangan ini memberi ruang bagi pembaca untuk merenung, sekaligus menghadirkan keheningan yang agung. Kesendirian bukan dilihat sebagai kesepian, tetapi sebagai kesempatan untuk berdialog dengan alam dan diri sendiri.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Puisi ini mengajak kita untuk:
  • Merenungi arti kebebasan sejati, yaitu kebebasan dari keterikatan, dari ego, dari determinasi orang lain atas hidup kita.
  • Menyadari bahwa dalam keterasingan, manusia bisa menemukan kesejatian dan keutuhan dirinya sendiri.
  • Menghormati dan menyatu dengan alam tanpa menguasainya—sebagai sebuah bentuk kerendahan hati spiritual.
  • Belajar bahwa kehadiran manusia di dunia bukan untuk menguasai, melainkan menyaksikan, meresapi, dan mengalami.

Imaji

Puisi ini kaya dengan imaji visual dan alamiah, antara lain:
  • “Di padang luas membentang” – imaji visual ruang terbuka yang lapang dan bebas.
  • “Rumput, batu, angin, pohonan” – memberi tekstur alami pada lanskap tempat batin tokoh "aku" berdiri.
  • “Kembang lily tak disentuh tangan” – simbol keindahan yang murni, tidak terjamah, sekaligus metafora ketulusan.
  • “Aku berdiri, aku melompat dan bernyanyi” – imaji gerak yang menggambarkan ekspresi jiwa yang bebas.

Majas

Berbagai majas memperkaya puisi ini:
  • Personifikasi: “Matahari memandangku / Aku memandang matahari” – menghadirkan hubungan dua arah yang seolah hidup dan saling sadar.
  • Metafora: Padang luas sebagai simbol ruang spiritual dan kebebasan.
  • Paradoks: Semua merdeka, dan sekaligus sepi – kebebasan yang mendalam justru membawa kesunyian, bukan kegembiraan massal.
  • Repetisi: Pengulangan frasa “Kuingin berlari dan melepaskan” memperkuat intensitas emosional puisi.
Puisi “Di Padang Luas Membentang” karya Emha Ainun Nadjib adalah sebuah meditatif tentang kebebasan eksistensial yang menyentuh. Dalam lanskap alam yang terbuka, penyair mengajak kita untuk melepas, menenangkan diri, dan berdiri dalam keheningan yang justru melahirkan pemahaman spiritual.

Emha tidak sedang menulis tentang pelarian, melainkan tentang pembebasan batin—sebuah keinginan untuk menjadi bagian dari semesta tanpa menguasainya, untuk melihat dan dilihat oleh matahari tanpa menundukkan ataupun ditundukkan.

Emha Ainun Nadjib
Puisi: Di Padang Luas Membentang
Karya: Emha Ainun Nadjib

Biodata Emha Ainun Nadjib:
  • Muhammad Ainun Nadjib (Emha Ainun Nadjib atau kerap disapa Cak Nun atau Mbah Nun) lahir pada tanggal 27 Mei 1953 di Jombang, Jawa Timur, Indonesia.
© Sepenuhnya. All rights reserved.