Malam di Dusun
dusun siwalan
memendam rasa
di balik hari bulan sendiri
dan bintang tidak bernyanyi
sayu angin mengantar pandang
ke awan putih memanjang
yang bergantung di langit kota
sumenep dan kalianget
malam ini
pada kerdip pelita di gubuk-gubuk
ada ratap
ada kebiruan
keduanya berjalin mesra
menghidupkan bayangan
tangan-tangan yang terulur ke mari
tangan-tangan putih disertai hati
o, tangan-tangan yang dulu
yang membuat tapai tanpa ragi
jangan diulur lagi!
dusun siwalan
diam memendam rasa
1966
Sumber: Bantalku Ombak Selimutku Angin (1996)
Analisis Puisi:
Puisi "Malam di Dusun" karya D. Zawawi Imron merupakan karya yang memadukan unsur alam dengan perasaan mendalam. Melalui deskripsi yang puitis dan penggunaan simbolisme, puisi ini menawarkan refleksi tentang kehidupan malam di sebuah dusun dan emosinya yang terkandung dalam suasana tersebut.
Tema dan Struktur
Puisi ini mengangkat tema tentang keheningan dan kesedihan malam di sebuah dusun. Struktur puisi yang sederhana namun penuh makna menggambarkan suasana malam yang sunyi dengan latar belakang kehidupan masyarakat dusun.
"dusun siwalan / memendam rasa"
Dibuka dengan penegasan tentang nama dusun, Siwalan, yang diartikan sebagai tempat yang menyimpan rasa, puisi ini mempersiapkan pembaca untuk eksplorasi emosi yang mendalam dan reflektif.
"di balik hari bulan sendiri / dan bintang tidak bernyanyi"
Frasa ini menciptakan gambar malam yang sunyi dan sepi. Hari bulan dan bintang yang "tidak bernyanyi" mengindikasikan suasana malam yang tenang namun penuh kesedihan. Hal ini menunjukkan suasana malam yang tidak bersemangat dan tidak ada tanda-tanda kehidupan yang ceria.
"sayu angin mengantar pandang / ke awan putih memanjang / yang bergantung di langit kota / sumenep dan kalianget"
Angin yang "sayu" mengantar pandang menunjukkan suasana hati yang sedih dan melankolis. Awan putih yang menggantung di langit memperkuat rasa kesepian dan jarak antara pengamat dan kehidupan yang jauh. Penyebutan nama kota seperti Sumenep dan Kalianget memberikan konteks geografis dan mungkin nostalgia untuk tempat-tempat tersebut.
"malam ini / pada kerdip pelita di gubuk-gubuk / ada ratap / ada kebiruan"
Pelita yang berkedip di gubuk-gubuk melambangkan kehidupan sederhana dan mungkin kemiskinan di dusun tersebut. Ratap dan kebiruan menandakan adanya kesedihan yang mendalam dan perasaan duka yang meresap di malam hari. Keduanya "berjalin mesra," menggambarkan bagaimana kesedihan dan suasana malam saling berkaitan.
"menghidupkan bayangan / tangan-tangan yang terulur ke mari / tangan-tangan putih disertai hati"
Bayangan dan tangan-tangan yang terulur melambangkan harapan dan keinginan yang belum terpenuhi. Tangan-tangan putih bisa merujuk pada kesederhanaan dan kemurnian niat. Ini menunjukkan perasaan kehilangan atau ketidakmampuan untuk mencapai sesuatu yang diinginkan.
"o, tangan-tangan yang dulu / yang membuat tapai tanpa ragi / jangan diulur lagi!"
Tapai tanpa ragi melambangkan sesuatu yang tidak berkembang atau tidak sempurna. Permohonan untuk tidak "diulur lagi" bisa mengindikasikan permintaan untuk tidak kembali ke masa lalu atau tidak mengulangi kesalahan yang sama.
"dusun siwalan / diam memendam rasa"
Penutup puisi ini menegaskan kembali tema utama: Dusun Siwalan yang diam dan memendam rasa. Ini menunjukkan betapa dalamnya kesedihan yang dirasakan dan betapa sepinya suasana di dusun tersebut.
Puisi "Malam di Dusun" karya D. Zawawi Imron menggambarkan keheningan malam di sebuah dusun dengan menggunakan bahasa yang simbolis dan deskriptif. Melalui penggambaran suasana malam yang tenang dan penuh kesedihan, puisi ini menawarkan pandangan mendalam tentang emosi yang terkandung dalam kehidupan yang sederhana. Dengan menggunakan elemen alam dan kehidupan sehari-hari, puisi ini berhasil menyampaikan rasa nostalgia dan keputusasaan yang mendalam.

Puisi: Malam di Dusun
Karya: D. Zawawi Imron
Biodata D. Zawawi Imron:
- D. Zawawi Imron lahir pada tanggal 1 Januari 1945 di desa Batang-batang, Kabupaten Sumenep, Provinsi Jawa Timur, Indonesia.