Puisi: Tidur yang Panjang (Karya Emha Ainun Nadjib)

Puisi "Tidur yang Panjang" karya Emha Ainun Nadjib memungkinkan pembaca untuk merenungkan tentang makna hidup, kematian, dan keinginan untuk ...

Tidur yang Panjang (1)



aku takut Kautingalkan sendiri
di kamar ini, Kekasih

jika Kau pergi
tak hilang bayang di mataku

jika Kau berlalu
jika pun padam lampu-lampu


makin mendesak ke kasihku
makin menenggelamkan kalbu

Kekasih,
jangan pergi

aku takut terganggu sunyi
oleh bunyi nafasku

Kekasih,
tentukanlah nasibku

aku takut menempatkan diri
takut duduk, berdiri
ngeri memijak lantai

Kekasih,
genggamlah aku

takut aku bersentuhan
dengan apapun —


Tidur yang Panjang (2)



jangan ada suara
yang lirih pun
agar Sunyi terjaga

jangan ada suara
jangan seorang pun menyapa

segala percakapan
segala pertemuan, berlangsung
dalam diam

jangan ada suara, sungguh —
jangan ada bisikan apa-apa

kubaringkan tubuhku yang letih
kupejamkan mataku
yang kotor dan tak jernih

bertahan pada Sunyi, Kekasih
di tepi ranjang ini
kuingin Kau berjaga

membelai.


Tidur yang Panjang (3)



tak seorang pun akan menemukan kembali
sesudah perjalanan ke Dalam
tak bisa lagi dielakkan

cakrawala senantiasa membentang
bagai langit kelam dan gemintang
menyimpan gemuruh rindu dendam

aku memandangMu dari kejauhan
sambil terus berjalan
ingin memelihara seusap kebahagiaan

tapi bayangan bagai tak terkejar, bayangan
membuatku terus merasa lapar
dan bangun kembali setiap kali terkapar

selamat tinggal, kerabat-kerabat sedikit sekali kesempatan
untuk berpandang-pandangan, mengurus
kaki yang rusuh dan seribu keserakahan

tak seorang pun akan menemukanku kembali
tidak juga sejarah yang panjang
kecuali Bayangan yang kudambakan


Tidur yang Panjang (4)



bilik ini terbangun secara tak sengaja
hanya Engkau yang tahu, sebab aku
berkawan dengan para keledai

jika datang bertiup angin
yang kotor dan menyakitkan
aku berlindung di dalamnya

jika aku kangen saudaraku di luar
kusibakkan sedikit pintu
dan kuintip dengan pilu

tapi alangkah pedih mataku, setiap kali
melakukannya, tubuhku sakit-sakit ditimpa
udara buruk, dan lagi bilik ini berlobang-lobang kini

tolonglah, Kekasih
dari bilik ini kuingin langsung
— tanpa melewati udara sekeliling —

sampai ke rumahMu.


Tidur yang Panjang (5)



peristiwa-peristiwa sekarat di siang hari
kupujikan — meledaklah matahari
menggempur bumi

tapi senyap pepohonan, yang dihembus
angin malam hari, melemparkanku
ke haribaan-Mu

kini kutidur sepanjang hari
sepanjang kawan-kawanku berlupa diri

dan bila kehidupan itu sedikit berhenti
dan bila keserakahan istirah
di malam hari

kupenuhi rinduku padaMu
percaya pada kesenyapan
dan warna remang-remang


Tidur yang Panjang (6)



baiklah kita rahasiakan pertemuan ini, Kekasih
jendela kututup, selambu dan pintu-pintu
kini harus berani aku menolak tamu

di ranjang, terbujur
hari-hariku yang panjang
rusuh dan meletihkan

siapa berbisik-bisik di luar itu? — tidak,
tidak, tidak mungkin lagi aku percaya
pada segala yang nampak

matahari yang benderang adalah ejekan bagimu
kegelapan hati, persahabatan yang balau

kemunduran perasaan, batu-batu
sekali aku akan datang berada di tengahmu
tapi jangan salahkan kegaguanku
kebosanan dan sorot mata yang bisu

Kekasih, bisakah kekal pertemuan ini
sebab khawatir di tengah hiruk-pikuk ini
luput kembali bayanganMu.


Tidur yang Panjang (7)



— buat nasib yang koyak
tak ada lelaki sejati

hanya Kau!

maka, kuberlari ke luar rumah menuja ke timur dan menyongsong matahari yang bangkit, menatapnya dalam-dalam tepat di pusat matanya

impian-impian sesaat telah menjemukanku, tipuan-tipuan sikap dan kebijaksanaan teknis untuk menyelaraskan perjalanan tak lagi merupakan lelucon yang kubutuhkan, keyakinan sesobek-sesobek, fragmen-fragmen, dan kepercayaan yang senantiasa goyah terhadap kerja keras, tidur sekilas, minuman-minuman memabukkan atau sepotong sajak, kini telah sampai pada wujudnya sebagai keletihan yang sia-sia

maka kutatap matahari, tepat di pusat matanya!

matahari adalah pusat kehidupan, maka kubayangkanlah aku menatap bola mataMu, setidak-tidaknya memasuki goaMu

panas dan pedih menyergapku dan air mata mengucur deras, alangkah menggelegak jiwaku: ia adalah ongkos yang harus kubayarkan untuk bisa menghindarkan diri dari kepedihan dan dosa hidup sekelilingku

pohon-pohon bagai bergetaran dan awan bergeser ke tepian, jika ada yang menanyakan kemana aku akan pergi, katakan bahwa rasa panas dan sakit di mata bukanlah apa-apa

katakan bahwa aku kini berada dalam ruang yang tak terbatas dan cahaya amat cemerlang yang asing tapi terasa menghidupkanku kembali

perlahan-lahan warna ilu kemudian semakin meremang, meremang, dan akhirnya gelap sama sekali

tapi tidak padam! sebab cahaya benderang itu hanya dipindahkan dari lensa mataku, masuk ke dalam dasar jiwaku

mataku telah buta sama sekali
tapi makin erat Engkau
mendekapku

selamat tinggal
warna-warna kotor!

aku tinggal menunggu beberapa saat
untuk lenyap sama sekali dari daerah ini

— sebab buat nasib yang koyak
tak ada lelaki sejati,

hanya Kau!



Tidur yang Panjang (8)



impian-impian tak pernah berhenti
impian-impian bagai buih-buih awan meninggi
langit di ujungnya: langit kerinduan maya

impian-impian mendesak setiap dada
impian tentang kehidupan fana, gemerlap bunga-bunga
tapi impianku amatlah sederhana:

"Kekasih, jadikanlah aku keledai yang selalu gembira
dan tak ingat apa-apa

jika mautlah jalan yang bijaksana
kuharap segera Kau menentukannya

kurindukan tidur yang panjang di sorga".


Tidur yang Panjang (9)



ingin kulupakan kamu
kulupakan segala sesuatu
dalam tidur panjangku

ingin kupejamkan mata
dan kututup jendela-jendela
dan kupadamkan segala nyata

ingin kulupakan kamu
ingin sunyi dan beku
ingin sediam batu-batu

ingin kulupakan kamu
kulenyapkan dari ingatanku
dan kutindas dari ruangku

ingin kulupakan kamu
ingin kutolak semua tamu
ingin jadi keledai yang dungu.


Tidur yang Panjang (10)


(bisakah kali ini, Kau
tak membuntutiku
tak membuntutiku
dan tak mencegat langkahku?)

tapi di luar pintu, Kekasih
jagalah tidurku

Tidur Panjangku.


Sumber: Horison (September, 1978)

Analisis Puisi:
Puisi "Tidur yang Panjang" karya Emha Ainun Nadjib adalah karya sastra yang penuh dengan makna dan simbolisme. Puisi ini terdiri dari sepuluh bagian yang masing-masing merinci perasaan, pemikiran, dan pengharapan seorang individu terhadap hidup dan kematian.

Tidur yang Panjang (1): Pada bagian pertama puisi ini, penulis menyampaikan perasaan ketakutan akan kehilangan kekasih. Bagian ini menciptakan gambaran tentang kekhawatiran bahwa kepergian kekasih akan meninggalkan kesan yang mendalam di hati penulis, bahkan jika lampu-lampu padam dan semuanya sunyi.

Tidur yang Panjang (2): Bagian kedua menggambarkan pemahaman individu tentang batasan hidup mereka. Penulis menyiratkan bahwa hidup mereka hanya mencapai suatu titik, dan di luar titik tersebut, semuanya tidak lagi menjadi milik mereka. Puisi ini juga menekankan keinginan untuk menjaga keheningan dalam tidur.

Tidur yang Panjang (3): Bagian ketiga menciptakan gambaran tentang perjalanan hidup yang tak terhindarkan ke arah kematian. Penulis merenungkan bagaimana cakrawala selalu membentang dan menyimpan rasa rindu dan dendam. Penulis ingin memelihara secercah kebahagiaan meskipun bayangan kematian selalu mengintai.

Tidur yang Panjang (4): Pada bagian keempat, penulis menciptakan gambaran tentang sebuah bilik yang terbangun secara tak sengaja. Bilik ini digunakan sebagai tempat perlindungan dari udara buruk di luar, dan penulis ingin langsung mencapai rumah Tuhan tanpa harus melewati udara sekelilingnya.

Tidur yang Panjang (5): Bagian kelima puisi ini menyajikan peristiwa alam dengan matahari yang menggempur bumi. Penulis menggambarkan dirinya tidur sepanjang hari, mengalami perasaan kehidupan yang berhenti dan melihat kebahagiaan dalam kesenyapan dan warna yang remang-remang.

Tidur yang Panjang (6): Pada bagian keenam, penulis ingin menjaga pertemuan ini sebagai rahasia dengan kekasih, menutup jendela dan pintu, dan menolak tamu-tamu. Bagian ini menciptakan gambaran tentang perasaan penulis yang ingin menghindari dunia luar dan hanya fokus pada pertemuan dengan kekasih.

Tidur yang Panjang (7): Bagian ketujuh menggambarkan penulis yang lari ke arah matahari terbit dan memandangnya dalam-dalam, menemukan kekuatan dan pencerahan dalam penghadapannya. Penulis merenungkan tentang keputusan hidup dan memandang matahari sebagai simbol kehidupan dan kebijaksanaan.

Tidur yang Panjang (8): Pada bagian kedelapan, penulis merenungkan impian-impian dan keinginannya untuk menjadi seperti keledai yang selalu gembira dan mengikuti takdirnya. Puisi ini menciptakan gambaran tentang kesederhanaan dalam impian penulis yang ingin mencapai ketenangan dan kebahagiaan.

Tidur yang Panjang (9): Bagian kesembilan mengungkapkan keinginan penulis untuk melupakan kekasih dan segala sesuatu dalam tidur yang panjang. Penulis ingin menghilangkan segala kenangan dan keterikatan terhadap dunia luar.

Tidur yang Panjang (10): Bagian terakhir mengekspresikan harapan penulis agar pertemuan dengan kekasihnya tidak terganggu dan dia bisa tidur dengan tenang. Bagian ini menciptakan gambaran tentang ketenangan dan harapan untuk tidur yang panjang.

Secara keseluruhan, puisi "Tidur yang Panjang" karya Emha Ainun Nadjib adalah sebuah karya sastra yang penuh dengan simbolisme dan makna yang mendalam. Puisi ini menciptakan gambaran tentang perasaan, perjalanan hidup, dan harapan seorang individu terhadap kematian dan ketenangan. Puisi ini memungkinkan pembaca untuk merenungkan tentang makna hidup, kematian, dan keinginan untuk menemukan ketenangan yang hakiki.

Emha Ainun Nadjib
Puisi: Tidur yang Panjang
Karya: Emha Ainun Nadjib

Biodata Emha Ainun Nadjib:
  • Muhammad Ainun Nadjib (Emha Ainun Nadjib atau kerap disapa Cak Nun atau Mbah Nun) lahir pada tanggal 27 Mei 1953 di Jombang, Jawa Timur, Indonesia.
© Sepenuhnya. All rights reserved.