Kelelatu yang Melayang-layang Dan Hinggap di Pohon Jambu
Analisis Puisi:
Puisi ini merupakan karya yang sarat simbol dan penuh lapisan makna. Dengan bahasa sederhana namun metaforis, penyair menggambarkan kelelatu (serangga kecil yang tertarik pada cahaya api) sebagai lambang kehidupan, perjuangan, dan kemungkinan bencana. Puisi ini menghadirkan renungan mendalam tentang nasib, kerja keras, dan rapuhnya kehidupan manusia di tengah alam.
Tema
Tema utama dalam puisi ini adalah perjuangan hidup dan rapuhnya nasib manusia di tengah alam dan kehidupan sosial. Melalui simbol kelelatu, penyair menggambarkan bagaimana manusia, meski berjuang, tetap rentan terhadap ancaman dan bencana.
Puisi ini bercerita tentang kelelatu yang melayang-layang, menjadi lambang berbagai kabar tentang kehidupan: kemarau panjang, rindu, padang yang terbakar, perjuangan petani, hingga nasib yang terdampar. Kehadiran kelelatu tidak sekadar serangga kecil, melainkan metafora untuk keadaan manusia dan alam yang tidak menentu.
Makna tersirat
Makna tersirat dari puisi ini adalah bahwa hidup manusia penuh dengan ketidakpastian, perjuangan, dan ancaman yang bisa datang kapan saja. Kelelatu yang tampak kecil dan rapuh ternyata bisa membawa api, menyulut bencana, bahkan menjadi penentu nasib. Dengan demikian, puisi ini memberi isyarat bahwa kehidupan adalah sesuatu yang kompleks, penuh kemungkinan baik maupun buruk.
Suasana dalam puisi
Suasana dalam puisi ini terasa mencekam sekaligus reflektif. Ada kesan waspada terhadap datangnya bencana (kemarau panjang, padang terbakar, api menyulut), tetapi juga ada nuansa keteguhan manusia dalam berjuang menghadapi kerasnya hidup.
Amanat / Pesan yang disampaikan
Amanat yang dapat ditangkap dari puisi ini adalah bahwa manusia harus siap menghadapi segala kemungkinan dalam hidup. Perjuangan hidup memang keras, penuh tantangan, bahkan bencana bisa muncul tiba-tiba, namun manusia tetap harus tegar dan berani menjalaninya.
Imaji
Puisi ini kaya dengan imaji yang kuat:
- Imaji penglihatan (visual): “kelelatu melayang-layang”, “padang yang terbakar”, “hinggap di atap rumahku” – menghadirkan gambaran nyata tentang alam dan kehidupan sehari-hari.
- Imaji suasana: “kemarau panjang bakal datang”, “bisa saja ia membawa api” – membangun perasaan cemas dan penuh kewaspadaan.
- Imaji pergerakan: “kelelatu melayang-layang” menciptakan kesan rapuh, tidak pasti, dan mudah terhempas.
Majas
Beberapa majas yang digunakan dalam puisi ini antara lain:
- Metafora – kelelatu dijadikan simbol nasib, perjuangan, dan potensi bencana.
- Repetisi – pengulangan frasa “ia adalah kabar…” mempertegas suasana sekaligus memberi irama khas.
- Personifikasi – kelelatu seolah mampu membawa api, menyulut bencana, dan menyampaikan kabar.
- Hiperbola – “padang yang terbakar” memberikan kesan yang lebih dramatis terhadap akibat kemarau panjang.
Puisi ini bukan sekadar kisah tentang serangga kecil, melainkan refleksi kehidupan manusia. Kelelatu menjadi simbol perjuangan, kerentanan, dan ketidakpastian hidup. Melalui metafora yang kuat, penyair mengingatkan pembaca bahwa kehidupan tidak hanya berisi keindahan, tetapi juga perjuangan, risiko, dan bencana yang harus dihadapi dengan keberanian.
Puisi: Kelelatu yang Melayang-layang
Karya: Ahmad Fahrawi
Biodata Ahmad Fahrawi:
- Ahmad Fahrawi (sering memakai nama samaran Era Novie M.) lahir pada tanggal 22 November 1954 di Kandangan, Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan. Ia mulai aktif menulis sejak tahun 70-an.
- Ahmad Fahrawi meninggal dunia pada tanggal 5 Juni 1990 di Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
