Puisi: Riwayat (Karya Wiji Thukul)

Puisi "Riwayat" karya Wiji Thukul menggambarkan perjalanan pribadi dan sejarah keluarga dalam konteks sosial dan politik yang penuh perjuangan.

Riwayat (1)

seperti tanah lempung
pinggir kampung
masalaluku kuaduk-aduk
kubikin bentuk-bentuk
patung peringatan

berkali-kali
kuhancurkan
kubentuk lagi
kuhancurkan
kubentuk lagi
patungku tak jadi-jadi

aku ingin sempurna
patungku tak jadi-jadi

lihat!
diriku makin blepotan
dalam penciptaan

Kalangan, Oktober 1987
Riwayat (2)
(untuk R)

Sungai ini merah dulu airnya
oleh genangan darah
kakek nenek kami

Sungai ini berbuncah dulu
oleh perlawanan
disambut letusan peluru

Bangkai-bangkai mengapung
hanyut dibawa arus ke hilir
bangkai kakek nenek kami

Bangkai-bangkai jepang mengambang
dibabat parang kakek nenek kami

Demi hutan tanah air
ibu bumi kami
gagah berani
kakek nenek kami
menyerahkan riwayatnya
pada batang-batang pohon
sebesar seratus dekapan
pada sampan-sampan lincah
dari hulu ke hilir
memburu dada penjajah

Bukan siapa-siapa
kakek nenek kamilah
yang merebut tanah air
tanyakan kepada yang mampu membaca
tanyakan kepada yang tak pura-pura buta
siapa

Sekarang
saat aku berdiri di tepi sungai
yang maha luas ini
kusaksikan hutan-hutan roboh
dan kayu-kayu gelondong berkapal-kapal itu
akan diangkut kemana
siapa punya

Riwayat kita pahit di mulut
getir diucap buram di mata
akankah berhenti riwayat sampai di sini.

1997

Sumber: Aku Ingin Jadi Peluru (2000)

Analisis Puisi:
Puisi "Riwayat" karya Wiji Thukul adalah karya sastra yang menyentuh hati yang menggambarkan perjalanan pribadi dan sejarah keluarga dalam konteks sosial dan politik yang penuh perjuangan. Puisi ini terdiri dari dua bagian yang berbeda tetapi saling terkait. Mari kita analisis lebih dalam pesan dan makna yang terkandung dalam puisi ini.

Pencarian Identitas Diri Puisi dimulai dengan gambaran tanah lempung pinggir kampung yang diaduk-aduk untuk menciptakan patung peringatan. Ini adalah metafora tentang penyair yang mencoba untuk memahami dan menciptakan identitasnya sendiri. Dia berusaha keras untuk mencapai kesempurnaan dalam penciptaannya, tetapi patungnya tidak kunjung selesai. Ini mencerminkan perasaan frustrasi dan ketidakpastian dalam mencari jati diri.

Penyair menggambarkan dirinya sendiri sebagai "makin blepotan," yang mungkin mengacu pada kebingungannya yang semakin dalam dalam mencari arti hidup dan tujuannya. Bagian pertama puisi ini mengeksplorasi konsep pencarian diri yang terus-menerus dan perasaan tidak puas terhadap hasil akhir.

Sejarah Keluarga dan Perjuangan: Bagian kedua puisi memindahkan fokusnya ke sejarah keluarga dan perjuangan yang dialami oleh leluhur penyair. Sungai yang merah oleh darah adalah gambaran kuat tentang pengorbanan yang dibuat oleh generasi sebelumnya selama perlawanan melawan penjajah. Bangkai-bangkai yang mengapung adalah simbol kekejaman perang.

Penyair dengan bangga menggambarkan leluhurnya sebagai orang yang berani yang menyerahkan riwayat perjuangannya kepada alam. Mereka adalah pahlawan tanpa nama yang memperjuangkan tanah air mereka. Penyair menegaskan bahwa bukanlah keluarganya yang merebut tanah air, melainkan penjajah yang tak mampu membaca atau pura-pura buta.

Pesan Pahit dan Pertanyaan Terbuka: Puisi ini mencapai puncaknya dengan penyair yang merenungkan keadaan saat ini, di mana hutan-hutan dirusak dan kayu-kayu digelondong oleh kapal-kapal. Ini adalah pertanyaan tentang siapa yang memiliki dan menguasai sumber daya alam dan sejarah. Riwayat yang pahit dan getir dalam puisi ini menggambarkan perjuangan individu dan keluarga dalam konteks yang lebih besar.

Puisi ini juga menyiratkan pertanyaan tentang apakah riwayat perjuangan akan berhenti atau terus berlanjut. Ini adalah panggilan untuk mengenang sejarah dan melanjutkan perjuangan untuk keadilan dan kebebasan. Puisi "Riwayat" karya Wiji Thukul menggambarkan perjalanan individu dan keluarga yang penuh pengorbanan, serta mengajak kita untuk merenungkan sejarah dan tindakan kita dalam menjaga nilai-nilai yang berharga dalam masyarakat.

"Puisi: Riwayat (Karya Wiji Thukul)"
Puisi: Riwayat
Karya: Wiji Thukul

Biodata Wiji Thukul:
  • Wiji Thukul lahir di Solo, Jawa Tengah, pada tanggal 26 Agustus 1963.
  • Nama asli Wiji Thukul adalah Wiji Widodo.
  • Wiji Thukul menghilang sejak tahun 1998 dan sampai sekarang tidak diketahui keberadaannya (dinyatakan hilang dengan dugaan diculik oleh militer).
© Sepenuhnya. All rights reserved.