Puisi: Sajak (Karya Wiji Thukul)

Puisi "Sajak" karya Wiji Thukul menggambarkan suara perlawanan dan kritik tajam terhadap kekuasaan yang otoriter.
Sajak


Sajakku gerakan
bahasaku perlawanan
kata-kataku menentang
ogah diam

Ucapanku protes
suaraku bergetar
tidak! tidak!

Sajakku
adalah keluh-kesah dari kegelapan
sajakku adalah ketidakpuasan
yang dari tahun ke tahun
hanya jadi gumam

Sajakku
adalah kritik-kritik
yang hilang dalam bisik-bisik
sajakku mencari mahasiswa
aku ingin bicara
kehidupan sehari-hari
makin menekan

Aku ingin membacakannya
bersama suara-suara perempuan
yang menggapai-gapai jendela kaca
sambil menawarkan salaknya
kepadamu
di stanplat

Aku ingin membacakan sajakku
dalam diskusi-diskusi ilmiah
dalam rapat-rapat gelap
dalam pentas-pentas sandiwara
di depan penyair

Aku ingin menuliskan sajakku
dan mengucapkan kembali
kata-kata kita
yang hilang dicuri di depan
matamu.


Solo, Desember 1987

Sumber: Para Jendral Marah-Marah (2013)

Analisis Puisi:
Puisi "Sajak" karya Wiji Thukul adalah sebuah karya sastra yang menggambarkan suara perlawanan dan kritik tajam terhadap kekuasaan yang otoriter.

Identitas Sebagai Penyair Perlawanan: Penyair dalam puisi ini mengidentifikasi dirinya sebagai penyair perlawanan. Dia menggunakan sajaknya sebagai alat untuk menyuarakan ketidakpuasan, protes, dan ketidaksetujuannya terhadap kebijakan dan tindakan pemerintah.

Suara yang Bergetar: Puisi ini menciptakan gambaran tentang suara penyair yang bergetar. Suaranya mencerminkan intensitas emosi dan perasaannya yang mendalam terhadap kondisi sosial dan politik yang dihadapinya. Suara yang bergetar ini merupakan simbol keberanian untuk bersuara terhadap ketidakadilan.

Penentangan dan Kritik: Puisi ini mengandung tema penentangan terhadap otoritas dan kritik terhadap kebijakan yang tidak adil. Penyair menolak untuk diam dan dengan tegas mengungkapkan ketidaksetujuannya dengan kata-kata yang kuat, seperti "tidak! tidak!" Puisi ini mendorong pembaca untuk tidak membiarkan ketidakpuasan mereka tenggelam dalam keheningan.

Keluh-kesah dan Ketidakpuasan: Penyair menggambarkan sajaknya sebagai keluh-kesah yang berasal dari kegelapan. Ini mencerminkan rasa ketidakpuasan yang terus-menerus tumbuh dan berkembang dalam masyarakat yang semakin menekan. Puisi ini menunjukkan bahwa kegelisahan tersebut tidak lagi bisa diabaikan.

Tantangan untuk Membacakan Sajak: Penyair menginginkan sajaknya dibacakan di berbagai forum, termasuk dalam diskusi ilmiah, rapat gelap, dan pentas sandiwara. Ini adalah sebuah tantangan untuk membawa suara perlawanan ke berbagai lapisan masyarakat dan menyebarkan pesannya.

Puisi "Sajak" karya Wiji Thukul adalah sebuah karya sastra yang kuat dan penuh semangat yang mengekspresikan ketidakpuasan dan perlawanan terhadap kekuasaan otoriter. Dengan kata-kata yang bergetar dan tajam, penyair ini mengajak pembaca untuk tidak diam dalam menghadapi ketidakadilan sosial dan politik serta untuk menjadi bagian dari perubahan.

Wiji Thukul
Puisi: Sajak
Karya: Wiji Thukul

Biodata Wiji Thukul:
  • Wiji Thukul (nama asli Wiji Widodo) lahir pada tanggal 26 Agustus 1963 di Solo, Jawa Tengah.
  • Wiji Thukul menghilang sejak tahun 1998 dan sampai sekarang tidak diketahui keberadaannya (dinyatakan hilang dengan dugaan diculik oleh militer).
© Sepenuhnya. All rights reserved.