Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Rona Perempuan (Karya Shinta Miranda)

Puisi "Rona Perempuan" karya Shinta Miranda membiarkan pembaca merenung dan terpesona oleh rona kecantikan perempuan yang diabadikan dalam kata-kata.
Rona Perempuan
: Komako – Tetirahnya Seorang Geisha


Menuruni bukit kecil berselimut salju
Ketika temaram petang memudar putihnya
Bagai   kaki  burung  bangau yang berjalan ringan
Dan menyimpan sayapnya di pinggang
Beriringan dengan jenjang bukit
Ia tinggalkan semakin jauh melandai ke rerumputan
Terurai rambut hitamnya lepas
Dari gelungan kecil menjadi jarum-jarum menisik angin tipis

Tak pernah pipih tulang menunjang raga
Yang dibalut sutera bunga sakura
Oleh hasrat yang merekat sepanjang masa belia
Seperti dawai kuat shamisen
Yang dipetik jemari lentik sambil senandungkan nyanyi
Menepis dingin berlapis
Mengiringi malam akhir perjamuan langit
Dengan rembulan di matanya yang sipit

18 Juni 2010

Sumber: Constance (2011)
Analisis Puisi:
Puisi "Rona Perempuan" karya Shinta Miranda adalah sebuah karya yang memukau, menciptakan gambaran keindahan dan keanggunan perempuan dengan penuh imajinasi dan kelembutan.

Keindahan Alam dan Perempuan: Puisi ini dibuka dengan gambaran salju yang menutupi bukit kecil, menciptakan suasana petang yang temaram. Gambaran ini menjadi latar belakang bagi perempuan yang menuruni bukit dengan langkah yang ringan, bagai kaki burung bangau yang berjalan ringan. Penggunaan elemen alam, seperti salju, burung bangau, dan bukit, memberikan nuansa keindahan dan ketenangan pada puisi.

Gambaran Perempuan yang Anggun dan Berkelebat: Deskripsi perempuan dalam puisi ini sangat anggun dan penuh gerak. Gambaran rambut hitam yang terurai seperti jarum-jarum menisik angin tipis menciptakan citra kelembutan dan keindahan yang berkelebat. Ia seperti burung bangau yang meninggalkan jejak di rerumputan, meninggalkan kesan kecantikan dan keluwesan.

Kecantikan yang Merekat Sepanjang Masa Belia: Penyair menekankan bahwa kecantikan perempuan dalam puisi ini tidak pernah pudar atau berkurang. Penggunaan sutera bunga sakura sebagai metafora untuk kulitnya yang halus dan tetap kokoh menyoroti kecantikan yang tahan lama. Hasrat dan keinginan yang "merekat sepanjang masa belia" menciptakan kesan keabadian kecantikan perempuan.

Musik dan Seni Sebagai Metafora Kehidupan: Puisi ini menggunakan metafora musik, seperti shamisen yang dawai-dawainya dipetik oleh jemari lentik, untuk menggambarkan kehidupan perempuan. Shamisen yang melodi dan dawai yang kuat menciptakan gambaran kekuatan dan keindahan yang terpancar melalui seni dan karya cipta perempuan. Seni menjadi medium ekspresi yang mengiringi kehidupannya.

Perlambang Malam Akhir Perjamuan Langit: Penggunaan malam akhir perjamuan langit dan rembulan di mata perempuan yang sipit menciptakan kesan mistis dan penuh romantisme. Malam sebagai periode penutupan harian menjadi latar belakang bagi kecantikan dan keanggunan perempuan yang tetap bersinar dalam kegelapan.

Puisi "Rona Perempuan" menggambarkan keindahan dan keanggunan perempuan dengan kata-kata yang penuh dengan imajinasi dan kelembutan. Shinta Miranda berhasil menciptakan gambaran perempuan yang anggun, tahan lama, dan penuh keindahan. Puisi ini memanfaatkan elemen alam, seni, dan musik sebagai metafora untuk menyampaikan pesan tentang keabadian dan keunikan perempuan. Dengan penggambaran yang memukau, puisi ini membiarkan pembaca merenung dan terpesona oleh rona kecantikan perempuan yang diabadikan dalam kata-kata.

Puisi
Puisi: Rona Perempuan
Karya: Shinta Miranda

Biodata Shinta Miranda:
  • Shinta Miranda lahir pada tanggal 18 Mei 1955 di Jakarta.
© Sepenuhnya. All rights reserved.