Puisi: Seorang Nenek di Kaki Merapi (Karya Susy Ayu)

Puisi "Seorang Nenek di Kaki Merapi" merangkum konflik antara nilai-nilai tradisional dan modern dalam menanggapi bencana alam, dengan menempatkan ...
Seorang Nenek di Kaki Merapi


setelah puing, setelah asap
setelah tak seorangpun
seorang nenek digendong relawan
ia enggan tak mau pergi
kula mriki mawon

setelah seismologi dan laporan cuaca
setelah early warning system dan disaster management
seorang nenek bersikeras
ia tak beradu pendapat, ia diam
mungkin ada yang tak kita mengerti
pejah gesang kersane Gusti

seorang nenek di kaki Merapi
diusir dari gagasannya
sebab orang tak mau ia seperti Mbah Maridjan
yang kata seorang ustadz
mendzalimi dirinya sendiri

seorang nenek di puing Merapi
berharap menutup wajah dengan kain
berbaring menghadap wuwungan
sembari menyapa maut

dan di gedung kesenian
para penyair berkumpul
membacakan sajak-sajak kepedihan melipur lara
sambil lupa bertanya pada si Nenek
apa sesungguhnya arti selamat

November, 2010

Sumber: Merapi Gugat (2011)

Analisis Puisi:
Puisi "Seorang Nenek di Kaki Merapi" karya Susy Ayu menyuguhkan gambaran kehidupan seorang nenek yang tangguh di tengah bencana alam. Dengan latar belakang letusan Merapi, puisi ini menggambarkan keteguhan hati seorang nenek yang enggan meninggalkan tempatnya.

Keengganan dan Kehendak Nenek: Nenek dalam puisi ini menciptakan gambaran tentang keteguhan dan keengganannya untuk meninggalkan tempatnya meskipun sudah terjadi bencana. Ini mencerminkan kehendak yang kuat dan ketahanan spiritual di tengah cobaan.

Setelah Puing dan Asap: Pembukaan puisi dengan frase "setelah puing, setelah asap" memberikan kesan bahwa nenek ini telah mengalami dan melihat banyak hal, tetapi tetap bertahan. Ini menyoroti keberanian dan ketabahan yang diperoleh melalui pengalaman.

Pandangan Tradisional vs Modern: Puisi menyoroti ketidaksepakatan antara pandangan tradisional (pejah gesang kersane Gusti) dan metode modern dalam menanggapi bencana (seismologi, laporan cuaca, dsb.). Nenek diwakili sebagai simbol tradisional yang enggan meninggalkan kepercayaannya.

Penolakan Terhadap Evakuasi: Meskipun sudah ada early warning system dan upaya manajemen bencana, nenek tetap menolak evakuasi. Hal ini menciptakan konflik antara kebijakan modern dan keyakinan nenek yang lebih mengandalkan kearifan lokal.

Pertanyaan tentang Arti "Selamat": Puisi diakhiri dengan pertanyaan tentang arti sebenarnya dari kata "selamat." Ini mengajukan pertanyaan filosofis tentang kehidupan, keselamatan, dan bagaimana masyarakat melihat kehidupan di tengah bencana.

Para Penyair dan Pengabaian: Puisi menciptakan gambaran kontras antara para penyair yang berkumpul untuk membacakan sajak-sajak kepedihan dan keheningan si nenek yang terus menderita. Hal ini menyiratkan pengabaian terhadap kehidupan nyata yang terjadi di sekitar bencana.

Puisi "Seorang Nenek di Kaki Merapi" merangkum konflik antara nilai-nilai tradisional dan modern dalam menanggapi bencana alam, dengan menempatkan seorang nenek sebagai tokoh sentral yang menentang tren evakuasi dan lebih mengandalkan kebijaksanaan lokal. Puisi ini mempertanyakan makna keselamatan dan memberikan pemikiran mendalam tentang keteguhan spiritual di tengah cobaan.

Susy Ayu
Puisi: Seorang Nenek di Kaki Merapi
Karya: Susy Ayu

Biodata Susy Ayu:
  • Susy Ayu lahir pada tanggal 14 Juni 1972 di Purwakarta, Jawa Barat, Indonesia.