Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Semarang, Suatu Siang (Karya Gunoto Saparie)

Puisi "Semarang, Suatu Siang" karya Gunoto Saparie merupakan gambaran yang kuat tentang keadaan kota Semarang di siang hari.
Semarang, Suatu Siang

kota betapa panas
riuh, gersang, dan berdebu 
ketika kemarau ganas
dan langkahku terburu-buru

kendaraan lalu-lalang
dalam deru tak beraturan
selamat siang, semarang
tubuh dan jiwaku kebingungan

tapi tak kutemukan engkau 
kecuali puing-puing sejarah
bertebaran di kota lama itu
cagar budaya berpeluh mengaduh

benarkah datang yang dinanti
para penyair membaca puisi
di sudut-sudut taman kota
sebelum segalanya membeku sia-sia

2022

Analisis Puisi:
Puisi "Semarang, Suatu Siang" karya Gunoto Saparie merupakan gambaran yang kuat tentang keadaan kota Semarang di siang hari. Melalui bahasa yang sederhana namun padat makna, penyair berhasil menyampaikan perasaan kepanasan, kebingungan, dan kesepian di tengah keramaian kota.

Gambaran Kota Semarang: Penyair memulai puisi dengan gambaran tentang kondisi kota Semarang yang panas, riuh, gersang, dan berdebu saat musim kemarau. Ini menciptakan sebuah latar belakang yang memperkuat perasaan kegerahan dan kegelisahan yang dialami oleh penyair.

Kesibukan Kota: Dalam puisi ini, penyair juga menyoroti kesibukan dan keramaian kota dengan kendaraan yang lalu-lalang dalam deru tak beraturan. Hal ini menciptakan gambaran tentang kehidupan perkotaan yang penuh dengan aktivitas dan hiruk pikuk.

Kehilangan dan Kekecewaan: Penyair mengekspresikan perasaan kekecewaan dan kebingungan karena tidak menemukan yang dicarinya, kecuali "puing-puing sejarah" yang bertaburan di kota lama Semarang. Hal ini mencerminkan rasa kehilangan akan masa lalu dan identitas kota yang semakin terkikis oleh kemajuan zaman.

Harapan yang Menggantung: Puisi ini juga menciptakan sebuah harapan yang menggantung, diwakili oleh para penyair yang membaca puisi di sudut-sudut taman kota. Namun, harapan tersebut tampaknya rapuh dan terancam oleh kemungkinan "segalanya membeku sia-sia", menunjukkan ketidakpastian dan keputusasaan.

Dengan bahasa yang sederhana namun kuat, Gunoto Saparie berhasil menggambarkan suasana dan perasaan di kota Semarang pada suatu siang. Puisi ini menghadirkan gambaran yang kuat tentang panasnya udara, kesibukan kota, kehilangan, dan harapan yang menggantung di tengah ketidakpastian. Ini menciptakan sebuah karya yang memprovokasi pembaca untuk merenungkan kondisi dan dinamika kehidupan perkotaan secara lebih dalam.

Gunoto Saparie
Puisi: Semarang, Suatu Siang
Karya: Gunoto Saparie

Biodata Gunoto Saparie:
Gunoto Saparie lahir di Kendal, Jawa Tengah, 22 Desember 1955. Pendidikan formal yang ditempuh adalah Sekolah Dasar Negeri Kadilangu, Cepiring, Kendal, Sekolah Menengah Pertama Negeri Cepiring, Kendal, Sekolah Menengah Ekonomi Atas Negeri Kendal, Akademi Uang dan Bank Yogyakarta, dan Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Semarang. Sedangkan pendidikan nonformal Madrasah Ibtidaiyyah Islamiyyah Tlahab, Gemuh, Kendal dan Pondok Pesantren KH Abdul Hamid Tlahab, Gemuh, Kendal.

Selain menulis puisi, ia juga mencipta cerita pendek, kritik sastra, esai, kolom, dan artikel tentang kesenian, ekonomi, politik, dan agama, yang dimuat di sejumlah media cetak terbitan Semarang, Solo, Yogyakarta, Surabaya, Jakarta, Brunei Darussalam, Malaysia, Australia, dan Prancis. Kumpulan puisi tunggalnya yang telah terbit adalah Melancholia (Damad, Semarang, 1979), Solitaire (Indragiri, Semarang, 1981), Malam Pertama (Mimbar, Semarang, 1996), Penyair Kamar (Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah, Semarang, 2018), Mendung, Kabut, dan Lain-Lain (Cerah Budaya Indonesia, Jakarta, 2019), dan Lirik (Pelataran Sastra Kaliwungu, Kendal, 2020).

Kumpulan esai tunggalnya Islam dalam Kesusastraan Indonesia (Yayasan Arus, Jakarta, 1986). Kumpulan cerita rakyatnya Ki Ageng Pandanaran: Dongeng Terpilih Jawa Tengah (Pusat Bahasa, Jakarta, 2004).

Novelnya Selamat Siang, Kekasih dimuat secara bersambung di Mingguan Bahari, Semarang (1978) dan Bau (Pelataran Sastra Kaliwungu, Kendal, 2019) yang menjadi nomine Penghargaan Prasidatama 2020 dari Balai Bahasa Jawa Tengah.

Ia juga pernah menerbitkan antologi puisi bersama Korrie Layun Rampan berjudul Putih! Putih! Putih! (Yogyakarta, 1976) dan Suara Sendawar Kendal (Karawang, 2015). Sejumlah puisi, cerita pendek, dan esainya termuat dalam antologi bersama para penulis lain.

Puisinya juga masuk dalam buku Manuel D'Indonesien Volume I terbitan L'asiatheque, Paris, Prancis, Januari 2012. Ia juga menulis puisi berbahasa Jawa (geguritan) di Panjebar Semangat dan Jaya Baya. Ia pernah menjabat Pemimpin Redaksi Kampus Indonesia (Jakarta), Tanahku (Semarang), Delik Hukum Jateng (Semarang) setelah sebelumnya menjabat Redaktur Pelaksana dan Staf Ahli Pemimpin Umum Koran Wawasan (Semarang), Pemimpin Redaksi Radio Gaya FM (Semarang), Redaktur Pelaksana Tabloid Faktual (Semarang), Redaktur Pelaksana Tabloid Otobursa Plus (Semarang), dan Redaktur Legislatif (Jakarta). Kini ia masih aktif menjadi Redaktur Pelaksana Majalah Info Koperasi (Kendal), Majalah Justice News (Semarang), dan Majalah Opini Publik (Blora).

Saat ini Gunoto Saparie menjabat Ketua Umum Dewan Kesenian Jawa Tengah (DKJT), Fungsionaris Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Wilayah Jawa Tengah, Ketua III Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN) Jawa Tengah, Ketua Umum Perkumpulan Penulis Indonesia ‘Satupena’ Jawa Tengah, dan Ketua Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah. Sebelumnya ia pernah menjabat Ketua Kelompok Studi Seni Remaja (KSSR) Kendal, Ketua Pelaksana Dewan Teater Kendal, Sekretaris Forum Komunikasi Studi Mahasiswa Kekaryaan (Fokusmaker) Jawa Tengah, Wakil Ketua Ormas MKGR Jawa Tengah, Fungsionaris DPD Partai Golkar Jawa Tengah, Sekretaris DPD Badan Informasi dan Kehumasan Partai Golkar Jawa Tengah, dan Sekretaris Bidang Kehumasan DPW Partai Nasdem Jawa Tengah.

Sejumlah penghargaan di bidang sastra, kebudayaan, dan jurnalistik telah diterimanya, antara lain dari Kepala Perwakilan PBB di Jakarta dan Nairobi, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia Pusat, Menteri Perumahan Rakyat, Menteri Penerangan, Menteri Luar Negeri, Menteri Lingkungan Hidup, Pangdam IV/ Diponegoro, dan Kepala Balai Bahasa Jawa Tengah.
© Sepenuhnya. All rights reserved.