Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Desaku (Karya Okto Son)

Puisi "Desaku" karya Okto Son menyentuh tema kehancuran, ketidakberdayaan, dan pencarian identitas diri melalui perubahan lingkungan. Dengan gaya ...
Desaku

Desaku!!!
Tanahku!!!
Akan dihancurkan!!!

        Teriakku!!!
        Tangisku!!!
        Tak dihiraukan!!!

    Hidupku akankah punah?
    Bila aku tak mampu berbuat baik?

Desaku telah menjadi tempat kekerasan
Tempat yang penuh dengan kotoran
Aku tak tahan lagi untuk tinggal di desaku

        Aku mau pergi
        Tak tahu ke mana
        Namun aku harus pergi

Di sana…
Ku melihat tempat baru
Akankah aku harus pergi ke sana?

        Jawabannya… 
        Ia aku harus pergi ke sana
        Aku ingin mengubah diri

    Tempat itu bernama "Dia ingat"
    Namun aku lupa akan ingatanku 
    Akan sejarahku
    Aku akhirnya hidup pada kekacauan

Di tempat "Dia ingat" itu
Kutemukan sejarah bahwa siapa yang menumpahkan darah manusia
Darahnya akan tertumpah juga

2024

Analisis Puisi:

Puisi "Desaku" karya Okto Son menyentuh tema kehancuran, ketidakberdayaan, dan pencarian identitas diri melalui perubahan lingkungan. Dengan gaya ekspresif dan penuh emosi, puisi ini menggambarkan perjalanan batin seseorang yang berjuang menghadapi kenyataan pahit tentang desanya dan mencoba menemukan tempat yang lebih baik untuk mengubah diri.

Kehancuran dan Ketidakberdayaan

Puisi ini dimulai dengan seruan yang kuat: "Desaku!!! Tanahku!!! Akan dihancurkan!!!". Teriakan ini menggambarkan rasa putus asa dan ketidakberdayaan si aku lirik dalam menghadapi ancaman terhadap desanya. Penggunaan tanda seru memperkuat intensitas emosi dan kepanikan. "Teriakku!!! Tangisku!!! Tak dihiraukan!!!" menunjukkan bahwa usaha untuk mengatasi atau menentang kehancuran ini tidak mendapat perhatian atau simpati dari orang lain.

Ketakutan akan Kepunahan

Bagian berikutnya dari puisi menyoroti ketakutan akan punahnya kehidupan dan identitas si aku lirik: "Hidupku akankah punah? Bila aku tak mampu berbuat baik?". Pertanyaan retoris ini mencerminkan kekhawatiran mendalam tentang keberlanjutan hidup dan moralitas. Ada rasa tanggung jawab yang besar untuk melakukan hal yang benar demi kelangsungan hidupnya sendiri.

Deskripsi Desa yang Penuh Kekerasan

Desa yang dulunya mungkin adalah tempat yang damai kini digambarkan sebagai "tempat kekerasan" dan "penuh dengan kotoran". Frasa ini mencerminkan degradasi moral dan lingkungan yang membuat desa tersebut tidak lagi dapat dihuni oleh si aku lirik. Ada perasaan tidak tahan dan kebutuhan mendesak untuk meninggalkan tempat yang penuh kerusakan ini.

Pencarian Tempat Baru

Bagian selanjutnya mengungkapkan keinginan kuat untuk pergi: "Aku mau pergi. Tak tahu ke mana. Namun aku harus pergi". Ini menunjukkan ketidakpastian dan kebingungan tentang masa depan, tetapi juga tekad kuat untuk mencari perubahan. "Di sana… Ku melihat tempat baru. Akankah aku harus pergi ke sana?" mengindikasikan adanya harapan baru dan kemungkinan transformasi.

Transformasi dan Kehilangan Identitas

Si aku lirik menemukan tempat baru yang disebut "Dia ingat", tetapi di tempat ini, ia menghadapi dilema identitas: "Namun aku lupa akan ingatanku. Akan sejarahku". Tempat baru ini seolah-olah menawarkan harapan dan perubahan, tetapi juga mengancam untuk menghapus masa lalu dan sejarah yang menjadi bagian penting dari identitasnya. "Aku akhirnya hidup pada kekacauan" menekankan bahwa perubahan lingkungan tidak selalu membawa kedamaian atau kejelasan.

Konsekuensi Kekerasan

Puisi ini ditutup dengan refleksi tentang kekerasan dan akibatnya: "Di tempat 'Dia ingat' itu. Kutemukan sejarah bahwa siapa yang menumpahkan darah manusia. Darahnya akan tertumpah juga". Ini adalah pengingat bahwa tindakan kekerasan memiliki konsekuensi, dan ada siklus pembalasan yang tak terhindarkan. Ini juga bisa dilihat sebagai refleksi moral tentang pentingnya menghargai kehidupan dan dampak dari tindakan kita.

Puisi "Desaku" karya Okto Son adalah karya yang kuat dan emosional, menggambarkan perjalanan batin seseorang dari kehancuran, ketidakberdayaan, hingga pencarian tempat baru dan transformasi diri. Melalui simbolisme desa yang rusak dan tempat baru yang penuh harapan namun penuh dilema, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan tentang identitas, perubahan, dan konsekuensi dari tindakan manusia. Dengan penggunaan bahasa yang ekspresif dan penuh emosi, Okto Son berhasil menyampaikan pesan yang mendalam tentang pentingnya ingatan, sejarah, dan moralitas dalam kehidupan manusia.

Okto Son
Puisi: Desaku
Karya: Okto Son

Biodata Okto Son:
  • Oktovianus Son saat ini aktif sebagai mahasiswa di Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Widya Sasana, Malang.
© Sepenuhnya. All rights reserved.