Manusia dan Buah Terlarang
Ia melihat buah itu menarik
Memberi pengertian
Dan kelihatannya lezat untuk dimakan
Namun buah itu tidak boleh untuk dimakan
Buah itu mengandung pengetahuan yang tak terbatas
Yang tak akan dipahami oleh manusia
Namun arum menguasai manusia
Ia memakan buah itu
Matanya terbuka
Menyadari dirinya telah erom
Arumnya telah membuat dirinya menjadi malu
Ia merasa takut
Merasa menjauh dari kebenaran
Ia tak mengindahkan kebenaran
Namun menghukum dirinya sendiri dengan arumnya
Ia merasa malu
Ia bersembunyi dari kebenaran
Ia telah ditelanjangi oleh kecerdikannya
Karena memakan buah terlarang itu
Keinginan
Ketidaktahuan
Menjauhkan manusia dari kebenaran
Ia telah kehilangan mutiara hidupnya
Nafsunya telah mengasingkan dirinya dari kebenaran
2024
Catatan:
Arum = (Bahasa Ibrani) Cerdik.
Erom = (Bahasa Ibrani) Telanjang.
Analisis Puisi:
Puisi "Manusia dan Buah Terlarang" karya Okto Son mengangkat tema tentang godaan, pengetahuan terlarang, dan konsekuensi dari tindakan manusia yang melanggar batas-batas yang ditetapkan. Dengan menggunakan metafora dari cerita Alkitab tentang buah terlarang di Taman Eden, puisi ini mengeksplorasi bagaimana keinginan dan nafsu dapat membawa manusia menjauh dari kebenaran dan keutuhan diri.
Tema
Tema utama dalam puisi ini adalah godaan dan konsekuensi dari pelanggaran terhadap batas yang telah ditetapkan. Buah terlarang dalam puisi ini melambangkan pengetahuan dan keinginan yang berlebihan, yang pada akhirnya membawa manusia pada kehancuran dan keterasingan dari kebenaran.
Perangkat Sastra
Okto Son menggunakan berbagai perangkat sastra untuk menyampaikan pesan dalam puisinya:
- Metafora: Buah terlarang adalah metafora sentral dalam puisi ini, melambangkan pengetahuan yang seharusnya tidak diakses oleh manusia. Metafora ini merujuk pada cerita Alkitab tentang Adam dan Hawa yang memakan buah dari Pohon Pengetahuan dan kemudian menyadari ketelanjangan mereka.
- Simbolisme: Mata yang terbuka setelah memakan buah melambangkan kesadaran dan pengetahuan baru, tetapi juga menyiratkan kehilangan kepolosan dan kedekatan dengan kebenaran. "Arum" dalam puisi ini simbol dari keinginan yang menggoda manusia untuk melanggar aturan.
- Kontraposisi: Penggunaan kontraposisi antara pengetahuan dan ketidaktahuan, antara keinginan dan kebenaran, menunjukkan dualitas dan konflik yang dialami manusia ketika dihadapkan pada godaan.
- Diksi: Pemilihan kata-kata seperti "malu," "takut," "menjauh," dan "asing" memperkuat perasaan penyesalan dan keterasingan yang dialami oleh sang aku liris setelah melanggar batas yang ditetapkan.
Makna
Puisi ini mengandung makna yang dalam tentang kondisi manusia dan kecenderungannya untuk tergoda oleh hal-hal yang dilarang. Beberapa poin utama yang dapat diuraikan adalah:
- Godaan dan Pelanggaran: Buah terlarang melambangkan sesuatu yang sangat menarik tetapi berbahaya. Keinginan untuk mengetahui dan mengalami lebih dari yang seharusnya seringkali membawa konsekuensi negatif.
- Kesadaran dan Penyesalan: Setelah memakan buah terlarang, sang aku liris menjadi sadar akan dirinya dan kesalahannya. Kesadaran ini membawa perasaan malu dan takut, menunjukkan bahwa pengetahuan yang diperoleh dengan cara yang salah bisa membawa penderitaan.
- Keterasingan dari Kebenaran: Pengetahuan dan keinginan yang tidak terkendali mengasingkan manusia dari kebenaran. Sang aku liris merasa menjauh dan bersembunyi dari kebenaran, menunjukkan bahwa tindakan melanggar batas moral atau spiritual membawa pada keterpisahan dari nilai-nilai esensial kehidupan.
- Nafsu dan Kehilangan: Nafsu untuk mengetahui dan mengalami lebih dari yang diperbolehkan menyebabkan kehilangan "mutiara hidup," yang melambangkan kebijaksanaan dan kebenaran sejati. Nafsu ini membuat manusia merasa terasing dan kehilangan arah.
Puisi "Manusia dan Buah Terlarang" karya Okto Son adalah sebuah puisi yang menggambarkan secara mendalam tentang godaan dan konsekuensi dari pelanggaran terhadap batas-batas moral atau spiritual. Melalui penggunaan metafora, simbolisme, dan diksi yang kuat, puisi ini mengingatkan kita akan bahaya dari keinginan yang tak terkendali dan pentingnya menjaga integritas diri dalam menghadapi godaan. Puisi ini menawarkan refleksi tentang bagaimana pengetahuan yang dicari dengan cara yang salah dapat membawa pada keterasingan dan kehilangan makna hidup.
