Genangan Air Mata di Negeri Makmur
Hidup di negeri timur
Membiasakan diriku
Akrab dengan dengan hamparan padang kering nan luas
Bergulat dengan kesendirian
Mendengarkan keheningan
Melatihku jeli melihat kenyataan
Angin utara menghembuskan nafasnya
Menghinggapi hidungku
Tercium aroma kemakmuran
Di negeri seb'rang
'Ku melangkahkan kaki
Menuju negeri seb'rang
Negeri yang makmur itu
Di sanalah mataku dipertontonkan dengan kemewahan kota
Gedung-gedung tinggi mencakar langit
Aku sangat mengaguminya
Namun ada suara tangisan
Menghinggapi telingaku
Suara itu berada di luar tembok gedung pencakar langit itu
'Ku melangkahkan kaki
Menuju sumber suara itu
Suara tangis penuh permohonan
Di sanalah mataku dipertontonkan
Dengan drama hidup negeri makmur itu
Hatiku bagaikan tertusuk
Mengalirkan darah
Kaki gemetar
Terasa panas tubuhku
Terpanggang api ketidakadilan
Riuh suara menggigit telingaku
Menghantarkan aku pada titik embun yang mulai kering akan jilatan matahari
Melihat kemakmuran yang berlangsung ketidakadilan
Di negeri makmur itu
Kepalaku menjadi mendung
Tertutup awan tebal
Menghalangi sinar terang
Karena tatapan mataku
Menangkap kisah pilu di negeri makmur itu
Yang awalnya aku kagumi
Gedung-gedungnya
Namun kemakmuran itu
Hanya lagu untuk hiburan segelintir orang
Yang hidup di gedung pencakar langit itu
Masih adakah sinar di sana
'Tuk mengusir awan gelap yang hinggap di kepalaku ini?
Ataukah sinar itu sudah padam cahayanya?
Membiarkan negeri makmur ini menjadi gelap?
2024
Analisis Puisi:
Puisi "Genangan Air Mata di Negeri Makmur" karya Okto Son menyuguhkan gambaran yang kontras antara harapan akan kemakmuran dan kenyataan pahit dari ketidakadilan sosial. Melalui penggambaran yang puitis dan menyentuh, Okto Son mengajak pembaca untuk merenungkan ketidakadilan yang sering tersembunyi di balik gemerlap kemewahan.
Tema dan Latar Belakang
Puisi ini bermula dengan latar negeri timur yang kering dan luas, tempat penyair terbiasa dengan kesendirian dan keheningan. Di sini, penyair melatih kejelian melihat kenyataan. Kontras dengan negeri timur yang sederhana, penyair kemudian beralih ke negeri seberang yang digambarkan sebagai negeri yang makmur, penuh kemewahan dengan gedung-gedung pencakar langit.
Kontras Kemakmuran dan Ketidakadilan
Ketika tiba di negeri yang makmur, penyair terkagum-kagum oleh gedung-gedung tinggi dan kemewahan kota. Namun, kekaguman ini segera digantikan oleh kesedihan saat penyair mendengar suara tangisan yang berasal dari luar tembok gedung-gedung tersebut. Ini menggambarkan kontras antara penampilan luar yang megah dan kenyataan pahit yang tersembunyi di baliknya.
Suara tangisan penuh permohonan yang didengar penyair menjadi simbol ketidakadilan sosial yang ada di negeri makmur tersebut. Penyair merasa hatinya tertusuk dan tubuhnya terasa panas karena kemarahan yang dipicu oleh ketidakadilan yang dilihatnya. Ini mengindikasikan bahwa di balik kemakmuran dan pembangunan fisik, terdapat penderitaan dan ketidakadilan yang dirasakan oleh segelintir orang.
Metafora dan Simbolisme
Okto Son menggunakan metafora dan simbolisme dengan efektif untuk menggambarkan tema puisi ini. Misalnya, "kepalaku menjadi mendung, tertutup awan tebal" melambangkan perasaan berat dan kelam yang dirasakan penyair setelah menyaksikan ketidakadilan tersebut. Awan tebal yang menghalangi sinar terang mengisyaratkan kehilangan harapan dan pencerahan.
Simbolisme gedung-gedung pencakar langit dan "lagu untuk hiburan segelintir orang" menunjukkan bahwa kemakmuran material sering kali dinikmati hanya oleh sebagian kecil masyarakat, sementara yang lain menderita di bawah ketidakadilan dan kemiskinan. Penyair mempertanyakan apakah masih ada sinar harapan yang dapat mengusir kegelapan ketidakadilan ini, atau apakah sinar tersebut telah padam sepenuhnya.
Refleksi Sosial dan Kritik
Puisi ini adalah refleksi sosial yang kuat tentang ketimpangan dan ketidakadilan yang sering terjadi di masyarakat modern. Dengan menggambarkan pengalaman pribadinya, Okto Son mengajak pembaca untuk merenungkan realitas sosial di sekitar mereka. Kemakmuran yang hanya dinikmati oleh segelintir orang, sementara yang lain menderita, menjadi kritik tajam terhadap sistem sosial dan ekonomi yang tidak adil.
Puisi "Genangan Air Mata di Negeri Makmur" adalah puisi yang kuat dan emosional, yang menggabungkan kekaguman akan kemakmuran dengan kesedihan dan kemarahan terhadap ketidakadilan. Melalui penggunaan metafora dan simbolisme, Okto Son berhasil menggambarkan kontras yang tajam antara penampilan luar yang megah dan kenyataan pahit yang tersembunyi di baliknya. Puisi ini mengajak pembaca untuk tidak hanya melihat kemewahan dan kemakmuran dari permukaan, tetapi juga merenungkan penderitaan dan ketidakadilan yang mungkin tersembunyi di baliknya.
