Analisis Puisi:
Puisi "Calang" karya Hasbi Burman adalah sebuah karya yang menyingkap luka sejarah dan perasaan mendalam tentang kota Calang, sebuah kota di Aceh yang pernah dilanda bencana dahsyat. Melalui bait-bait pendek namun penuh makna, Hasbi menggambarkan kehancuran yang dialami kota ini, baik secara fisik maupun emosional. Puisi ini, meskipun singkat, mengandung kekayaan simbolisme dan emosional yang patut ditelusuri lebih lanjut.
Gambaran Kota yang Pernah Jaya
Puisi ini dibuka dengan baris, "Kota yang angkuh," yang langsung menegaskan bahwa Calang pernah menjadi kota yang bangga dan mungkin jaya. Kata "angkuh" mengindikasikan sikap percaya diri atau keanggunan kota tersebut sebelum tragedi terjadi. Calang, yang dulunya merupakan pusat perdagangan dan pelabuhan penting, menjadi simbol dari kemegahan yang suatu ketika hadir.
Namun, keangkuhan ini kini tampak kosong, sebuah ironi yang mengingatkan pembaca bahwa tidak ada yang abadi. Ketika bencana datang, segala bentuk keangkuhan dan kemegahan ini luluh lantak. Ini adalah peringatan bahwa kekuatan dan keangkuhan duniawi tidak ada artinya di hadapan alam.
Kehancuran dan Kehilangan: Kapal Tak Singgah Lagi
Baris berikutnya, "Kapal tak singgah lagi," menandai perubahan drastis yang dialami Calang. Pelabuhan yang dulu sibuk, kini sunyi dan tak berfungsi lagi. Dalam konteks yang lebih luas, ini bisa diartikan sebagai hilangnya kehidupan dan kegiatan ekonomi di kota tersebut. Kapal, yang biasanya membawa barang dan orang-orang, adalah simbol dari kehidupan dan koneksi yang telah hilang.
Bait ini menggambarkan kehancuran fisik dan ekonomi yang dialami Calang, di mana dermaga yang dulunya hidup kini hanya menjadi bayangan dari masa lalu.
Dermaga Jadi Bingkai: Simbol Kenangan dan Keruntuhan
"Dermaga jadi bingkai" adalah salah satu baris yang paling kuat dalam puisi ini. Dermaga yang seharusnya menjadi tempat transit, tempat yang penuh dengan kehidupan dan harapan, kini hanya menjadi bingkai—sesuatu yang diam, yang hanya menyimpan kenangan masa lalu. Bingkai adalah sesuatu yang menahan, menyimpan sesuatu yang tak lagi bergerak. Dermaga yang seharusnya menjadi tempat pertemuan kini hanya menyimpan kehampaan dan kenangan akan masa lalu yang hilang.
Besi-Besi Berkarat: Bukti Fisik dari Kehancuran
"Besi-besi berkarat" memberikan gambaran visual yang jelas tentang degradasi dan kehancuran. Karat adalah hasil dari waktu dan ketidakpedulian, simbol dari sesuatu yang pernah kuat dan berguna, tetapi kini dibiarkan menjadi tidak berguna. Karat juga bisa diartikan sebagai korosi terhadap harapan dan semangat yang dulu mungkin ada di kota tersebut. Secara simbolis, ini mencerminkan rusaknya tidak hanya bangunan dan infrastruktur, tetapi juga jiwa-jiwa yang tinggal di sana.
Cinta yang Tenggelam di Laut: Kehilangan Emosional
Bait terakhir, "Cinta demi cinta / Tenggelam di laut ini," memperlihatkan lapisan emosional dari kehancuran yang dialami. Laut, yang sering kali menjadi simbol dari misteri, kedalaman, dan ketidakpastian, di sini menjadi tempat di mana cinta-cinta hilang. Ini bisa merujuk pada kehilangan orang-orang tercinta, hilangnya harapan, atau bahkan hilangnya identitas kolektif masyarakat Calang.
Laut juga bisa diinterpretasikan sebagai alam yang mengambil kembali apa yang pernah menjadi miliknya, mengingat bencana tsunami yang menghancurkan banyak kota di Aceh, termasuk Calang. Dalam konteks ini, "tenggelam di laut" adalah metafora untuk kehilangan besar yang dialami oleh masyarakat setempat.
Puisi sebagai Monumen Ingatan
Puisi "Calang" karya Hasbi Burman adalah monumen ingatan yang mengabadikan kesedihan dan kehancuran yang dialami oleh kota ini. Dengan bahasa yang sederhana namun penuh makna, Hasbi berhasil menangkap esensi dari kehilangan yang dirasakan oleh masyarakat Calang. Setiap baris puisi ini mengajak kita untuk merenungkan bagaimana bencana bisa merenggut bukan hanya nyawa dan harta benda, tetapi juga harapan, cinta, dan identitas suatu tempat.
Puisi ini juga berfungsi sebagai pengingat akan betapa rapuhnya kehidupan dan bagaimana kita sebagai manusia harus selalu siap menghadapi ketidakpastian. Melalui puisi "Calang", Hasbi Burman tidak hanya menulis tentang sebuah kota yang hancur, tetapi juga tentang manusia dan perasaan yang tergerus oleh waktu dan bencana. Ini adalah karya yang sangat relevan dalam mengingatkan kita tentang pentingnya kenangan dan bagaimana kita merawatnya dalam menghadapi kehilangan.
Puisi: Calang
Karya: Hasbi Burman
Biodata Hasbi Burman:
- Hasbi Burman (Presiden Rex) lahir pada tanggal 9 Agustus 1955 di Lhok Buya, Aceh Barat.