Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Pagi (Karya Subagio Sastrowardoyo)

Puisi "Pagi" karya Subagio Sastrowardoyo mengajak pembaca untuk merenungkan tentang kegelapan dalam kehidupan dan ketidakmampuan untuk melarikan ...
Pagi

Tepat pukul lima
pagi
jagat mengental
malam yang menyeruak
menumpahkan noda di sutera langit
diriku yang terbakar dekat dinding
kehabisan arus berahi
dan kau juga
rambutmu yang terkait di sela jari
tidak lagi membersitkan selera
nasibmu terhela di ranjang tua
siapa sempat bicara tentang dosa:
telah terhenti suara lantang di taman firdausi
suara lelaki yang tak mungkin berulang lagi.

Sumber: Keroncong Motinggo (1975)

Analisis Puisi:

Puisi "Pagi" karya Subagio Sastrowardoyo adalah sebuah karya yang menggambarkan suasana pagi yang gelap dan penuh dengan kesedihan.

Gambaran Pagi yang Gelap: Penyair menggunakan gambaran pagi yang gelap dan mendalam untuk menciptakan suasana yang suram dan menyedihkan. Pagi yang seharusnya cerah dan penuh harapan, digambarkan sebagai waktu di mana jagat "mengental" dan malam menyeruak, menumpahkan "noda di sutera langit". Ini menciptakan citra tentang kegelapan dan kekosongan yang mendominasi suasana pagi.

Kesedihan dan Kehampaan: Dalam puisi ini, terungkap keadaan emosional yang kacau dan penuh dengan kesedihan. Penyair dan tokoh yang dimaksud dalam puisi ini, digambarkan mengalami kehabisan arus berahi dan kehilangan selera hidup. Mereka terjebak dalam situasi yang suram dan kehilangan semangat untuk melanjutkan kehidupan.

Nasib yang Tak Terelakkan: Puisi ini juga mencerminkan tema nasib yang tak terelakkan dan kehidupan yang tak bisa diubah. Tokoh-tokoh dalam puisi ini, seperti diriku dan kau, terikat oleh nasib mereka yang tidak dapat diubah. Mereka terjebak dalam situasi yang tidak menguntungkan, seperti "ranjang tua" dan "rambut terkait di sela jari", yang menandakan keadaan yang menyedihkan dan terhimpit.

Keheningan dan Kehilangan: Penutup puisi menyoroti keheningan dan kehilangan yang mendalam. Suara-suara yang seharusnya hidup dan riuh, seperti suara lantang di taman firdausi, telah terhenti dan tak mungkin berulang lagi. Ini menambahkan lapisan kesedihan dan kesunyian yang lebih dalam dalam suasana pagi yang gelap.

Puisi "Pagi" karya Subagio Sastrowardoyo adalah sebuah karya yang menyoroti suasana pagi yang gelap dan penuh dengan kesedihan, kekosongan, dan kehampaan. Dengan menggunakan gambaran yang kuat dan bahasa yang mendalam, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan tentang kegelapan dalam kehidupan dan ketidakmampuan untuk melarikan diri dari nasib yang tak terelakkan.

Puisi Subagio Sastrowardoyo
Puisi: Pagi
Karya: Subagio Sastrowardoyo

Biodata Subagio Sastrowardoyo:
  • Subagio Sastrowardoyo lahir pada tanggal 1 Februari 1924 di Madiun, Jawa Timur.
  • Subagio Sastrowardoyo meninggal dunia pada tanggal 18 Juli 1996 (pada umur 72 tahun) di Jakarta.
© Sepenuhnya. All rights reserved.