Perjalanan
Pada jalan raya berlumpur
di balantara ujung dunia
perjalanan ini bagai di terungku
tak bisa lalu.
Maka khayal berkisah seram bertalu
dengan nafas kecut bencana ditunggu
doa seribu kata pada mulut berbusa
dengan pasrah seribu dusta.
17 Agustus 1950
Analisis Puisi:
Puisi "Perjalanan" karya A.A. Navis menghadirkan gambaran perjalanan hidup sebagai suatu perjalanan fisik dan metaforis. Dengan menggunakan bahasa yang kuat dan imajinatif, Navis menyampaikan nuansa perjalanan yang penuh dengan tantangan dan ketidakpastian.
Gambaran Perjalanan Fisik: Di bait pertama, penyair menggambarkan perjalanan fisik di jalan raya yang berlumpur. Gambaran ini menciptakan suasana yang sulit dilalui dan memberikan nuansa kesulitan serta hambatan dalam mengarungi perjalanan hidup. Balantara ujung dunia menjadi lambang perjalanan yang jauh dan mungkin sulit dijangkau.
Hambatan dan Tantangan: Penyair menyatakan bahwa perjalanan ini bagai di terungku dan tidak bisa lalu. Ungkapan ini menciptakan citra hambatan dan rintangan yang sulit diatasi, mencerminkan kenyataan bahwa hidup tidak selalu memberikan kemudahan.
Khayal Seram dan Nafas Keputusasaan: Bait kedua menggambarkan khayal seram yang muncul dalam perjalanan tersebut. Penyair menyatakan bahwa khayal berkisah seram bertalu dengan nafas kecut bencana ditunggu. Ini menciptakan atmosfer tegang dan memberikan gambaran tentang perasaan keputusasaan dalam menghadapi ancaman yang tidak pasti.
Doa dan Pasrah Seribu Dusta: Pada baris selanjutnya, doa menjadi sarana penyair untuk menghadapi tantangan. Doa seribu kata pada mulut berbusa menciptakan citra keadaan yang mendesak dan penuh kecemasan. Namun, dengan pasrah seribu dusta, penyair memberikan nuansa ironi, menyoroti bahwa dalam kondisi sulit, manusia mungkin tergoda untuk merelakan kejujuran.
Melalui puisi "Perjalanan," A.A. Navis mengajak pembaca untuk merenung tentang realitas kehidupan yang penuh dengan tantangan dan ketidakpastian. Gambaran perjalanan fisik dijelaskan sebagai representasi perjalanan hidup yang membutuhkan keberanian, ketekunan, dan kesabaran. Puisi ini mengingatkan kita bahwa dalam setiap perjalanan, baik fisik maupun spiritual, akan selalu ada rintangan, dan penting untuk menghadapinya dengan doa, keikhlasan, dan keberanian.
Puisi: Perjalanan
Karya: A.A. Navis
Biodata A.A. Navis:
- A.A. Navis (Haji Ali Akbar Navis) lahir di Kampung Jawa, Padang Panjang, Sumatra Barat, pada tanggal 17 November 1924.
- A.A. Navis meninggal dunia di Padang, Sumatra Barat, pada tanggal 22 Maret 2003 (pada usia 78 tahun).
- A.A. Navis adalah salah satu sastrawan angkatan 1950–1960-an.
