Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Wasiat (Karya Subagio Sastrowardoyo)

Puisi "Wasiat" menawarkan panduan tentang bagaimana menghadapi perubahan dan kematian dengan ketenangan dan kesederhanaan.
Wasiat

Dalam menyesuaikan diri dengan
pergantian musim tidak perlu
gegap gempita. Gejala pancaroba
tidak selalu diiringi gejolak jiwa.
Semua perubahan harus berlaku
dengan diam seperti embun yang
hilang dari daun tanpa ada yang tahu.
Hanya sekali waktu ada anak yang
menjumpai nisan dan berkata:
"Orang ini pernah menyair dulu."
Setiap kali nyawa gugur di bumi
di langit sebuah bintang melintas sepi.

Sumber: Horison (November, 1988)

Analisis Puisi:

Puisi "Wasiat" karya Subagio Sastrowardoyo menawarkan sebuah refleksi mendalam tentang perubahan, kematian, dan warisan yang ditinggalkan dalam kesederhanaan. Dengan gaya yang tenang dan penuh makna, puisi ini mengeksplorasi bagaimana seseorang harus menghadapi perubahan dan meninggalkan jejaknya di dunia dengan cara yang sederhana namun berarti.

Ketidakterdengaran dalam Perubahan

Puisi ini dimulai dengan pernyataan yang menenangkan: "Dalam menyesuaikan diri dengan / pergantian musim tidak perlu / gegap gempita." Pernyataan ini mengisyaratkan bahwa perubahan, baik itu musiman atau kehidupan, tidak memerlukan reaksi dramatis atau riuh. Kesederhanaan dan kedamaian dalam menghadapi perubahan dianggap lebih bijaksana dan penuh pengertian. Ini menunjukkan bahwa sikap kita terhadap perubahan harus dilakukan dengan ketenangan dan tidak perlu berlebihan.

Gejala Pancaroba dan Gejolak Jiwa

"Gejala pancaroba / tidak selalu diiringi gejolak jiwa" melanjutkan tema sebelumnya dengan menekankan bahwa perubahan atau masa transisi dalam hidup tidak selalu menimbulkan kegelisahan dalam jiwa. Ini mengingatkan kita bahwa pergeseran yang terjadi dalam hidup, baik di luar maupun di dalam diri kita, dapat dihadapi dengan ketenangan tanpa harus terpengaruh oleh kekacauan emosional.

Keberadaan yang Sederhana

"Semua perubahan harus berlaku / dengan diam seperti embun yang / hilang dari daun tanpa ada yang tahu." Dengan menggunakan metafora embun, puisi ini menggambarkan perubahan sebagai sesuatu yang halus dan sering kali tidak terlihat secara langsung. Seperti embun yang menghilang tanpa jejak, perubahan dalam hidup sebaiknya dihadapi dengan sikap rendah hati dan tanpa mencari pengakuan atau perhatian.

Warisan dan Kenangan

Bagian puisi "Hanya sekali waktu ada anak yang / menjumpai nisan dan berkata: / 'Orang ini pernah menyair dulu.'" mengisahkan tentang warisan yang ditinggalkan seseorang. Meskipun tidak ada gejolak atau perhatian besar saat hidupnya, jejak yang ditinggalkannya—seperti puisi—akan dikenang oleh generasi berikutnya. Ini menunjukkan bahwa nilai dan dampak seseorang tidak selalu terlihat selama hidupnya, tetapi dapat dikenang secara sederhana dan bermakna oleh orang lain.

Kesunyian dan Kematian

"Setiap kali nyawa gugur di bumi / di langit sebuah bintang melintas sepi." Menutup puisi dengan gambaran yang megah namun sepi, Subagio Sastrowardoyo menunjukkan bahwa setiap kematian di bumi diiringi dengan kesunyian yang meluas di langit. Bintang yang melintas dengan sepi menggambarkan keheningan dan keabadian yang mengikutinya, menekankan bahwa kematian adalah bagian dari siklus kosmik yang lebih besar dan penuh keheningan.

Keberanian dalam Kesederhanaan

Puisi "Wasiat" menawarkan panduan tentang bagaimana menghadapi perubahan dan kematian dengan ketenangan dan kesederhanaan. Subagio Sastrowardoyo menggunakan metafora embun dan bintang untuk menggambarkan perubahan yang halus dan kematian yang penuh kesunyian. Dengan gaya yang tenang dan reflektif, puisi ini mengajarkan bahwa warisan dan dampak seseorang tidak selalu membutuhkan perhatian besar atau gejolak, tetapi dapat diukur dalam keheningan dan kesederhanaan yang meninggalkan jejak dalam kenangan orang lain.

Puisi ini memotivasi kita untuk menjalani hidup dengan ketenangan, memahami bahwa perubahan dan kematian adalah bagian dari siklus alami yang harus dihadapi dengan keberanian dan kedamaian.

Puisi Subagio Sastrowardoyo
Puisi: Wasiat
Karya: Subagio Sastrowardoyo

Biodata Subagio Sastrowardoyo:
  • Subagio Sastrowardoyo lahir pada tanggal 1 Februari 1924 di Madiun, Jawa Timur.
  • Subagio Sastrowardoyo meninggal dunia pada tanggal 18 Juli 1996 (pada umur 72 tahun) di Jakarta.
© Sepenuhnya. All rights reserved.