Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Herman (Karya Sutardji Calzoum Bachri)

Puisi "Herman" karya Sutardji Calzoum Bachri mendorong pembaca untuk merenungkan esensi eksistensi dan ketidakmampuan Herman.
Herman

herman tak bisa pijak di bumi tak bisa malam di bulan
tak bisa hangat di matari tak bisa teduh di tubuh
tak bisa biru di lazuardi tak bisa tunggu di tanah
tak bisa sayap di angin tak bisa diam di awan
tak bisa sampai di kata tak bisa diam di diam tak bisa paut di mulut
tak bisa pegang di tangan takbisatakbisatakbisatakbisatakbisatakbisa

di mana herman? kau tahu?
tolong herman tolong tolong tolong tolongtolongtolongtolongngngngngng!

Sumber: O Amuk Kapak (1981)

Analisis Puisi:

Puisi "Herman" karya Sutardji Calzoum Bachri adalah sebuah karya yang penuh dengan simbolisme dan misteri. Meskipun puisi ini pendek, ia menimbulkan banyak pertanyaan dan mendorong pembaca untuk merenungkan esensi eksistensi dan ketidakmampuan Herman.

Ketidakmampuan Herman: Puisi ini segera menciptakan gambaran tentang ketidakmampuan Herman. Kata-kata "tak bisa" digunakan berulang kali untuk menunjukkan bahwa Herman sepertinya tidak dapat melakukan banyak hal yang secara umum dianggap wajar dan mudah dilakukan. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang apa yang sebenarnya terjadi pada Herman dan mengapa dia mengalami ketidakmampuan tersebut.

Ketidakjelasan: Puisi ini mempertahankan tingkat ketidakjelasan yang tinggi. Herman tampaknya hilang atau terjebak dalam situasi yang tidak dapat dipahami oleh pembaca. Ketidakmampuannya untuk melakukan hal-hal yang umumnya mudah dilakukan menimbulkan pertanyaan tentang situasi yang sebenarnya.

Simbolisme: Puisi ini penuh dengan simbolisme. Herman mewakili seseorang atau sesuatu yang mungkin mengalami ketidakmampuan atau keterbatasan dalam hidupnya. Simbolisme kata-kata seperti "matari," "awan," dan "mulut" mengacu pada aspek-aspek eksistensial yang kompleks dan misterius.

Ketidakjelasan: Ketidakjelasan dalam puisi ini menciptakan rasa ketidakpastian dan misteri. Pembaca dibiarkan dengan banyak pertanyaan tanpa jawaban yang jelas, yang memungkinkan interpretasi yang beragam.

Eksistensi dan Ketidakmampuan: Puisi ini menggugah pembaca untuk merenungkan konsep eksistensi dan ketidakmampuan. Mengapa Herman mengalami ketidakmampuan tersebut? Apa arti eksistensinya? Ini adalah pertanyaan yang mungkin timbul dalam benak pembaca.

Ketidakberdayaan: Kata-kata "tolong" yang diulang-ulang menciptakan perasaan ketidakberdayaan dan dorongan untuk mencari jawaban. Herman tampaknya dalam kondisi yang memerlukan pertolongan, tetapi sifat dan sumber ketidakberdayaan ini tetap tidak terungkap.

Tantangan bagi Pembaca: Puisi "Herman" adalah sebuah tantangan bagi pembaca untuk memahami dan meresapi makna di balik kata-kata dan simbolisme yang digunakan. Hal ini memungkinkan untuk memiliki interpretasi yang berbeda tergantung pada perspektif pembaca.

Keseluruhan Pesan: Meskipun puisi ini terkesan misterius dan penuh ketidakpastian, ia dapat dianggap sebagai cerminan dari ketidakmampuan manusia untuk memahami dan mengatasi sebagian besar misteri kehidupan. Itu juga dapat mewakili perasaan kebingungan dan ketidakpastian yang sering dialami dalam perjalanan eksistensi manusia.

Puisi "Herman" adalah karya yang mendalam dan mendorong pembaca untuk merenungkan eksistensi manusia, ketidakmampuan, dan misteri kehidupan.

Sutardji Calzoum Bachri
Puisi: Herman
Karya: Sutardji Calzoum Bachri

Biodata Sutardji Calzoum Bachri:
  1. Sutardji Calzoum Bachri lahir di Rengat, Indragiri Hulu, Riau, pada tanggal 24 Juni 1941.
  2. Sutardji Calzoum Bachri merupakan salah satu pelopor penyair angkatan 1970-an.
© Sepenuhnya. All rights reserved.