Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Lagu Anak Desa (Karya Sabar Anantaguna)

Puisi "Lagu Anak Desa" karya Sabar Anantaguna menyajikan gambaran indah tentang kehidupan anak-anak di desa, yang dikelilingi oleh alam dan tradisi.

Lagu Anak Desa

(kembang bulan di desa)

Rongge-rongge, anak sorak sore-sore
kembang pinang berlenggang
di puncak batang.

Lae-lae, bibi nyanyi ole-ole
kembang gadung bermenung
membeli payung.

Ela -- hehe-hehe, simbok tidur di bale-bale
kembang melati di kali
simamak memikir nasi.

Oee-oee, main srandul rame-rame
kembang tanjung di gunung
tak punya angklung.

Hora-horee-horee, anak sorak sore-sore
kembang pisang berlenggang
sibapak pulang.

Sumber: Yang Bertanahair Tapi Tidak Bertanah (1962)

Analisis Puisi:

Puisi "Lagu Anak Desa" karya Sabar Anantaguna menyajikan gambaran indah tentang kehidupan anak-anak di desa, yang dikelilingi oleh alam dan tradisi. Dengan bahasa yang ceria dan irama yang mengalun, puisi ini tidak hanya menggambarkan keceriaan anak-anak, tetapi juga menyoroti keindahan dan kesederhanaan kehidupan pedesaan.

Struktur dan Gaya Bahasa

Puisi ini dibuka dengan bait yang penuh warna: “Rongge-rongge, anak sorak sore-sore, kembang pinang berlenggang di puncak batang.” Penggunaan onomatope "rongge-rongge" menciptakan suara riang yang seolah mengundang pembaca untuk merasakan keceriaan. Kembang pinang yang “berlenggang” memberi kesan gerak yang hidup, mencerminkan semangat anak-anak yang penuh energi saat bermain di sore hari.

Bait kedua, “Lae-lae, bibi nyanyi ole-ole, kembang gadung bermenung membeli payung,” memperkenalkan elemen kebudayaan melalui lagu yang dinyanyikan oleh bibi. Lagu dan nyanyian merupakan bagian penting dari tradisi, yang menunjukkan bagaimana budaya lisan diwariskan antar generasi. Kembang gadung yang “bermenung” memberi kesan tenang dan damai, seolah mencerminkan suasana santai di desa.

Tema Keceriaan dan Kebersamaan

Tema kebersamaan terlihat dalam bait-bait yang menggambarkan anak-anak yang bermain dan bersenang-senang. “Oee-oee, main srandul rame-rame, kembang tanjung di gunung, tak punya angklung,” menunjukkan bahwa meskipun tidak memiliki alat musik, anak-anak tetap menemukan kebahagiaan dalam permainan sederhana. Keceriaan ini menggambarkan daya tarik dan keindahan kehidupan anak-anak di desa yang tidak terpengaruh oleh materialisme.

Simbolisme Kembang dan Alam

Penggunaan kembang dalam puisi ini menjadi simbol keindahan dan kehidupan. Kembang pinang, kembang gadung, kembang melati, dan kembang tanjung semuanya merepresentasikan kekayaan alam yang ada di desa. Mereka tidak hanya menjadi latar belakang, tetapi juga melambangkan perasaan dan pengalaman anak-anak. Alam menjadi saksi bisu dari keceriaan dan kebersamaan mereka.

Puisi "Lagu Anak Desa" karya Sabar Anantaguna adalah karya yang merayakan kehidupan sederhana dan keceriaan anak-anak di desa. Melalui bahasa yang penuh warna dan irama yang menggugah, puisi ini berhasil menangkap esensi dari kebersamaan, permainan, dan keindahan alam. Anantaguna mengajak pembaca untuk merenungkan betapa pentingnya momen-momen kecil dan kesederhanaan dalam hidup, serta bagaimana keceriaan anak-anak dapat memberikan warna dalam kehidupan sehari-hari. Puisi ini menjadi pengingat bahwa kebahagiaan sering kali ditemukan dalam hal-hal sederhana yang ada di sekitar kita.

Sabar Anantaguna
Puisi: Lagu Anak Desa
Karya: Sabar Anantaguna

Biodata Sabar Anantaguna:
  • Sabar Anantaguna lahir dengan nama Santoso bin Sutopangarso pada tanggal 9 Agustus 1930 di Klaten, Jawa Tengah.
  • Sabar Anantaguna meninggal dunia pada tanggal pada 18 Juli 2014.
© Sepenuhnya. All rights reserved.