Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Doa yang Kulangitkan (Karya Adam Gunawan)

Puisi "Doa yang Kulangitkan" menggambarkan ketulusan seseorang yang memilih menjaga perasaan cintanya melalui doa, meskipun ada keterbatasan fisik ...

Doa yang Kulangitkan


Untuk saat ini
Cukup aku menjagamu dari kejauhan
Lewat doa yang kulangitkan
Karena menjagamu dari dekat
sering berakhir rasa rakit
Jarak hanya memisahkan dua raga, bukan dua rasa
Jarak hanya memisahkan dua pasang mata, bukan dua pendoa

Purwokerto, 6 November 2024

Analisis Puisi:

Puisi "Doa yang Kulangitkan" karya Adam Gunawan adalah puisi yang mengisahkan keikhlasan dalam mencintai dari kejauhan. Puisi ini menggambarkan ketulusan seseorang yang memilih menjaga perasaan cintanya melalui doa, meskipun ada keterbatasan fisik yang memisahkan. Melalui ungkapan yang sederhana namun mendalam, Adam Gunawan merangkai kata-kata yang menyentuh hati, menggambarkan cinta yang melampaui batasan jarak, menunjukkan bahwa cinta sejati tetap bisa bertahan dan berkomunikasi lewat doa.

Menjaga dari Kejauhan: Simbol Ketulusan

Pada awal puisi, “Untuk saat ini, cukup aku menjagamu dari kejauhan,” penyair menyampaikan niatnya untuk menjaga orang yang ia cintai, meskipun harus dilakukan dari jauh. Kata-kata ini mencerminkan pengorbanan sekaligus ketulusan. Dalam dunia yang penuh dengan tuntutan akan kehadiran fisik, penyair menunjukkan bahwa ia masih bisa “hadir” meskipun dari jauh.

Pilihan untuk menjaga dari kejauhan ini juga mengisyaratkan keikhlasan dan kedewasaan dalam mencintai. Sering kali, seseorang yang mencintai ingin selalu berada di dekat orang yang dicintai, tetapi penyair justru memilih menjaga dengan cara yang tidak mengikat, membiarkan orang yang dicintainya menjalani kehidupan tanpa batasan. Hal ini menggambarkan bahwa cinta sejati tidak harus memiliki, namun cukup dengan memastikan kebahagiaan dan kesejahteraan orang yang dicintai.

Doa sebagai Wujud Perasaan yang Mendalam

“Lewat doa yang kulangitkan” menjadi ungkapan yang begitu puitis dan sakral dalam puisi ini. Doa yang “dilangitkan” menunjukkan bahwa perasaan yang dimiliki bukan hanya sekadar hasrat pribadi, melainkan sesuatu yang diikhlaskan dan diserahkan kepada Sang Pencipta. Dengan mengirimkan doa, penyair menunjukkan bahwa ia berharap yang terbaik untuk orang yang dicintai, tanpa mengharapkan imbalan atau kepuasan pribadi.

Doa dalam konteks ini menjadi simbol dari cinta yang tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Doa adalah jembatan yang bisa menghubungkan dua hati, bahkan ketika keduanya terpisah oleh jarak yang jauh. Dengan “melangitkan doa,” penyair juga seolah-olah menjadikan perasaan cintanya sebagai sesuatu yang abadi, yang dapat terus menyentuh hati orang yang dicintai tanpa harus bersentuhan langsung.

Rasa Rakit: Gambaran Luka dalam Kedekatan

Pada baris, “Karena menjagamu dari dekat sering berakhir rasa rakit,” Adam Gunawan menggambarkan bahwa berada dekat dengan orang yang dicintai justru menimbulkan rasa sakit. “Rasa rakit” di sini mengisyaratkan ketidaknyamanan atau penderitaan yang muncul ketika kedekatan fisik tidak bisa sepenuhnya diwujudkan. Ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor, seperti keadaan yang tidak memungkinkan, perbedaan yang harus diterima, atau bahkan konflik batin yang muncul karena keterbatasan yang tidak dapat diatasi.

Baris ini juga mengandung pesan bahwa terkadang jarak adalah pilihan terbaik untuk menjaga rasa cinta tetap tulus. Kedekatan fisik yang diharapkan bisa membawa kebahagiaan justru menjadi sumber dari luka, sehingga dengan menjaga jarak, penyair merasa bisa menjaga hubungan dengan cara yang lebih sehat dan tanpa beban.

Jarak Bukan Penghalang Bagi Perasaan dan Doa

Pada baris “Jarak hanya memisahkan dua raga, bukan dua rasa. Jarak hanya memisahkan dua pasang mata, bukan dua pendoa,” penyair menegaskan bahwa cinta sejati tidak akan goyah oleh jarak fisik. Bagi penyair, jarak hanyalah pemisah dua tubuh, tetapi tidak mampu memisahkan hati yang saling terikat. Ini adalah pernyataan optimisme bahwa cinta tidak akan hilang hanya karena keterpisahan fisik, karena yang terpenting adalah ikatan batin dan doa yang selalu menyatukan.

Penggunaan kata “dua pendoa” memberikan kesan bahwa doa adalah wujud komunikasi yang paling tulus dalam hubungan ini. Doa menjadi penghubung yang tidak terlihat, tetapi sangat kuat, melampaui batasan fisik yang ada. Bahkan ketika mata tidak bisa saling memandang, doa adalah perantara yang menghubungkan perasaan mereka.

Keikhlasan Cinta dalam Doa dan Jarak

Puisi "Doa yang Kulangitkan" adalah puisi yang memperlihatkan bahwa cinta sejati tidak selalu harus dekat atau terlihat, tetapi bisa dirasakan dan disampaikan dengan doa yang tulus. Melalui rangkaian kata sederhana namun mendalam, Adam Gunawan mengajarkan bahwa cinta yang ikhlas adalah cinta yang tetap hidup dalam jarak, tanpa menuntut kehadiran fisik. Keikhlasan ini yang membuat cinta tetap murni, tidak egois, dan penuh dengan harapan yang abadi.

Puisi ini juga mengajak kita untuk merenungkan arti cinta yang tidak selalu ditunjukkan dengan kebersamaan fisik, tetapi bisa terwujud dalam doa dan keikhlasan. Dengan menjaga jarak, bukan berarti cinta hilang, tetapi justru menguatkan ikatan batin yang tidak terlihat. Adam Gunawan berhasil menggambarkan bahwa cinta sejati adalah tentang merelakan yang terbaik bagi orang yang kita cintai, bahkan jika itu berarti harus menjaga jarak, menghidupkan rasa hanya melalui doa yang dilangitkan.

Adam Gunawan
Puisi: Doa yang Kulangitkan
Karya: Adam Gunawan

Biodata Adam Gunawan:
  • Adam Gunawan lahir pada tanggal 13 Mei 2005 di Banyumas.
  • Saat ini ia aktif sebagai mahasiswa, program studi Komunikasi Penyiaran Islam, di UIN SAIZU Purwokerto.
© Sepenuhnya. All rights reserved.